Halaman

Cari Blog Ini

Rabu, 17 Oktober 2018

Makalah Pengertian Gagal Jantung Kongestif Mencakup Pengertian, Etiologi, Patofisiologi, Gambaran Klinis Intervensi, Diagnosa

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Gagal jantung sering disebut dengan gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan kanan. Gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Kasron, 2012).
Para ahli kesehatan yang lain juga mengajukan definisi yang kurang lebih sama, diantaranya Daulat Manurung tahun 2014 yang mendefinisikan bahwa gagal jantung adalah suatu sindrom klinis kompleks, yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keseluruhan jaringan tubuh adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung. Pasien dengan gagal jantung biasanya terjadi tanda dan gejala sesak nafas yang spesifik pada saat istirahat atau saat beraktivitas dan atau rasa lemah, tidak bertenaga, retensi air seperti kongestif paru, edema tungkai, terjadi abnormalitas dari struktur dan fungsi jantung (Setiani, 2014). Kesimpulan yang bisa diambil dari definisi diatas bahwa gagal jantung adalah suatu keadaan abnormal dimana jantung tidak mampu memompa darah sehingga tidak mencukupi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrisi untuk melakukan metabolisme.
B. Etiologi
Secara umum, gagal jantung dapat disebabkan oleh berbagai hal yang dapat dikelompokan seperti disfungsi miokardium (iskemia miokardium,
infark miokardium, miokarditis, kardiomiopati), beban tekanan berlebih pada sistolik (stenosis aorta, hipertensi, koartasio aorta), beban volume berlebih pada tekanan diastolik (insufisiensi katub mitral dan trikuspidalis, transfusi darah), peningkatan kebutuhan metabolik (anemia, tirotoksikosis, biri-biri, penyakit paget), gangguan pengisian ventrikel (perikarditis restriktif dan tamponade, stenosis mitral dan trikuspidalis) (Wijaya & Putri 2013).
C. Patofisiologi
1. Mekanisme dasar
Kelainan kontraktilitas pada gagal jantung akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi cardiac output dan meningkatkan volume ventrikel. Dengan meningkatnya volume akhir diastolik ventrikel (EDV) maka terjadi pula peningkatan tekanan akhir diastolik kiri (LEDV). Meningkatnya LEDV, akan mengakibatkan pula peningkatan tekanan atrium (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung ke dalam anyaman vaskuler paru-paru meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan osmotik vaskuler, maka akan terjadi transudasi cairan melebihi kecepatan draenase limfatik, maka akan terjadi edema interstitial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke alveoli dan terjadi edema paru.
2. Respon kompensatorik
a. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik
Menurunnya cardiac output akan meningkatkan aktivitas adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraktil akan meningkat untuk menambah cardiac output (CO), juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan retribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang rendah metabolismenya, seperti kulit dan ginjal agar
perfusi ke jantung dan ke otak dapat di pertahankan. Vasokontriksi akan meningkatkan aliran balik vena kesisi kanan jantung yang selanjutnya akan menambah kekuatan kontriksi
b. Meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron ( RAA). Aktivitas RAA menyebabkan retensi Na dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel-ventrikel tegangan tersebut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium
c. Atropi ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hidrotropi miokardium akan bertambah tebalnya dinding
d. Efek negatif dari respon kompensatorik
Pada awalnya respon kompensatorik menguntungkan namun pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai gejala, meningkatkan laju jantung dan memperburuk tingkat gagal jantung. Resistensi jantung yang dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas dini mengakibatkan bendungan paru-paru, vena sistemik dan edema, fase kontruksi arteri dan redistribusi aliran darah mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskuler yang terkena menimbulkan tanda serta gejala, misalnya berkurangnya jumlah air kemih yang dikeluarkan dan kelemahan tubuh. Vasokontriksi arteri juga menyebabkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga kalau dilatasi ruang jantung. Akibat kerja jantung dan kebutuhan miokard akan oksigen juga meningkat, yang juga ditambah lagi adanya hipertensi miokard dan perangsangan simpatik lebih lanjut. Jika kebutuhan miokard akan oksigen tidak terpenuhi maka akan terjadi iskemik miokard, akhirnya dapat timbul beban miokard yang tinggi dan serangan gagal jantung yang berulang (Wijaya & Putri 2013, h. 159).
D. Gambaran Klinis
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya curah jantung pada kegagalan jantung. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan, tetapi manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
1. Gagal jantung kiri, manifestasi klinisnya:
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu:
a. Dispnea: terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnea. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnea pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturia Dyspnea (PND)
b. Batuk
c. Mudah lelah: terjadi karena curah jantung yang kurang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme juga terjadi karena meningkatkan energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk
d. Kegelisahan dan kecemasan: terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
e. Sianosis
2. Gagal jantung kanan
a. Kongestif jaringan perifer dan viseral
b. Edema ekstremitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena dihepar.
d. Anoreksia dan mual: terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen
e. Nokturia
f. Kelemahan (Kasron, 2012).
Menurut Ardiansyah (2012) manifestasi klinis gagal jantung secara keseluruhan sangat bergantung pada etiologi. Namun, manifestasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Meningkatnya volume intravaskuler
2. Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat
3. Edema paru akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis, sehingga cairan mengalir dan kapiler paru ke alveoli, yang dimanifestasikan dengan batuk dan napas pendek
4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat tekanan sistemik
5. Turunnya curah jantung akibat darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ
6. Tekanan perfusi ginjal menurun sehingga mengakibatkan terjadinya pelepasan renin dari ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium, dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler
7. Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat, misalnya disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri.
E. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data dasar anamnesa:
a. Keluhan utama
Keluhan yang paling sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan pada tenaga kesehatan seperti, dispnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal, yakni munculnya dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal akut. Tanyakan juga gajala-gejala lain yang mengganggu pasien.
c. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien apakah pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-obatan yang biasanya diminum oleh pasien pada masa lalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi yang dimiliki pasien (Wijaya & Putri, 2013).
d. Riwayat keluarga
Tanyakan pasien penyakit yang pernah dialami oleh kelurga. Bila ada keluarga yang meninggal tanyakan penyebab meninggalnya. Penyakit jantung pada orang tuanya juga menjadi faktor utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya (Ardiansyah, 2012).
Data dasar pengkajian fisik:
a. Aktivitas/ istrirahat
Gejala: keletihan, kelemahan terus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pasa saat istirahat atau pada pengerahan tenaga.
Tanda: gelisah, perubahan status mental (latergi, TTV berubah pada aktivitas).
b. Sirkulasi
Gejala:
1) Riwayat hipertensi, episode gagal jantung kanan sebelumnya
2) Penyakit katup jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen, sabuk terlalu kuat (pada gagal jantung kanan)
Tanda:
1) Tekanan darah mungkin menurun (gagal pemompaan)
2) Tekanan nadi menunjukan peningkatan volume sekuncup
3) Ftekuensi jantung takikardia ( gagal jantung kiri)
4) Irama jantung: sistemik, misalnya: fibrilasi atrium, kontraksi ventrikelprematur/ takikardia blok jantung
5) Nadi apikal disritmia
6) Bunyi jantung S3 (gallop) adalah diasnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin lemah
7) Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya katup atau insufisiensi
8) Nadi: nadi perifer berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan dapat terjadi, nadi sentral mungkin kuat, misal: nadi jugularis coatis abdominal terlihat
9) Warna kulit: kebiruan, pucat, abu-abu, sianotik
10) Punggung kuku: pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat
11) Hepar: pembesaran/ dapat teraba, reflek hepato jugularis
12) Bunyi napas: krekel, ronchi
13) Edema: mungkin dependen, umum atau pitting, khususnya pada ekstremitas
14) Distensi vena jugularis
c. Integritas ego
Gejala:
1) Ansietas, khawatir, takut
2) Stres yang berhubungan dengan penyakit/ finansia
Tanda:
Berbagai manifestasi perilaku, misal: ansietas, marah, ketakutan
d. Eliminasi
Gejala: Penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih malam hari (nokturnal), diare/ konstipasi
e. Makanan/ cairan
Gejala:
1) Kehilangan nafsu makan
2) Mual/ muntah
3) Penambahan berat badan signifikan
4) Pembengkakan pada ekstremitas bawah
5) Pakaian/ sepatu terasa sesak
6) Diet tinggi garam/ makanan yang telah diproses, lemak, gula, dan kafein
7) Penggunaan diuretik (Wijaya & Putri, 2013).
Tanda:
1) Penambahan berat badan cepat
2) Distensi abdomen (asites), edema (umum, dependen, atau pitting)
f. Hygiene
Gejala: Keletihan, kelemahan, kelemahan selama aktivitas perawatan diri
Tanda: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal
g. Neurosensori
Gejala: Kelemahan, peningkatan episode pingsan
Tanda: Letargi, kuat fikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah tersinggung
h. Nyeri/ kenyamanan
Gejala:
1) Nyeri dada, angina akut atau kronis
2) Nyeri abdomen kanan atau
Tanda:
1) Tidak tenang, gelisah
2) Fokus menyempit (menarik diri)
3) Perilaku melindungi diri
i. Pernapasan
Gejala:
1) Dispnea saat beraktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal
2) Batuk dengan/ tanpa sputum
3) Riwayat penyakit paru kronis
4) Penggunaan bantuan pernapasan, misal oksigen atau medikasi
Tanda:
1) Pernapasan takipnea, nafas dangkal, pernapasan laboral, penggunaan otot aksesoris
2) Pernapasan nasal faring
3) Batuk kering/ nyaring/ non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan tanpa sputum
4) Sputum: mungkin bercampur darah, merah mudah/ berbuih, edema pulmonal
5) Bunyi napas: mungkin tidak terdengar dengan krekels banner dan mengi
6) Fungsi mental: mungkin menurun, letargi, kegelisahan, warna kulit pucat/ sianosis (Wijaya & Putri, 2013).
j. Pemeriksaan penunjang
1) Radiogram dada
Kongesti vena paru, redistribusi vaskuler pada lobus-lobus atas paru, kardiomegali
2) Kimia darah
Hiponatremia, hiperkalemia pada tahap lanjut dari gagal jantung, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin meningkat
3) Urine
Lebih pekat, bunyi jantung meningkat, natrium meningkat
4) Fungsi hati
Pemanjangan masa protombin, peningkatan bilirubin dan enzim hati (SGOT dan SGPT meningkat) (Wijaya & Putri, 2013).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokard, perubahan struktural, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan memberan kapiler alveoli
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus/ meningkatnya produksi Anti Diuretic Hormon (ADH) dan retensi natrium dan air
e. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring dalam jangka waktu yang lama, edema dan penurunan perfusi jaringan (Wijaya & Putri, 2013)
3. Intervensi
a. Diagnosa penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miocard, perubahan struktural, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik. Gejala ini ditandai adanya peningkatan frekuensi jantung (takikardia), yaitu distritmia dan perubahan gambaran pola Elektrokardiografi (EKG), perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi), bunyi ekstra (S3 dan S4), penurunan tekanan urine, nadi perifer tidak teraba, kulit dingin dan kusam, serta orthopnea, crekels, pembesaran hepar edema dan nyeri dada (Ardiansyah 2012, h. 42)
1) Tujuan
Diharapkan curah jantung kembali adekuat dengan kriteria hasil TTV dalam batas normal, ortopnea tidak ada, nyeri dada tidak ada, terjadi penurunan episode dyspnea, hemodinamika DBN (Wijaya & Putri, 2013)
2) Intervensi
a) Kaji fungsi jantung tentang: bunyi, frekuensi, dan irama jantung.
Rasional: untuk mengidentifikasi kelainan jantung.
b) Observasi sirkulasi nadi perifer
Rasional: penurunan curah jantung dapat menyebabkan gangguan sirkulasi, tanda hipoksia dan sianosis
c) Pantau tekanan darah pasien
Rasional: tekanan darah dapat menurun sehubungan dengan faktor menurunnya fungsi jantung
d) Kaji adanya sianosis dan perubahan kulit yang pucat
Rasional: pucat menandakan penurunan perfusi jaringan perifer akibat dari penurunan curah jantung
e) Beri oksigen untuk mempertahankan saturasi arteri lebih dari 90%
Rasional: oksigenasi tambahan dibutuhkan untuk membantu kebutuhan oksigen dalam mencegah hipoksia jaringan
f) Kaji perubahan sensori: latergi, bingung disorientasi, cemas, dan depresi
Rasional: perfusi jaringan yang tidak adekuat mempengaruhi orientasi pada pasien. Kecemasan dapat meningkatkan kerja jantung.
g) Beri lingkungan yang tenang dan tirah baring
Rasional: istirahat tirah baring untuk membantu menjaga kecukupan energi perbaikan sel
h) Kolaborasi pemberian obat anti aritmia jika diperlukan
Rasional: obat anti-aritmia dapat menjaga irama jantung teratur memaksimalkan kebutuhan sirkulasi tubuh (Hariyanto & Sulistyowati, 2015).
b. Diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen, kelemahan umum, dan bed rest atau tirah baring dalam jangka waktu lama/ immobilitas. Diagnosis ini ditandai dengan adanya kelemahan, kelelahan, perubahn tanda vital, distritmia, dispnea, pucat dan keluar keringat (Ardiansyah, 2012)
1) Tujuan
Pasien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan dan mampu melakukan perawatan diri sendiri. Pasien juga diharapkan dapat mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dimana hal ini dibuktikan oleh menurunya kekuatan tubuh dan kelelahan (Ardiansyah, 2012)
2) Intervensi
a) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan vasodilator, diuretic, dan penyekat beta
Rasional: hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas, karena efek obat (vasodilatasi) dan perpindahan cairan (diuretik) obat memiliki pengaruh pad fungsi jantung
b) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, cacat takikardia, diritmia, dispnea, berkeringat dan pucat
Rasional:penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume darah sekuncup selama aktivitas dapat mnyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan rasa kelelahan dan kelemahan.
c) Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas
Rasional:dapat menunjukan peningkatan dekompensasi jantung dari pada kelebihan aktivitas
d) Implementasi program rehabilitasi jantung/ aktivitas (kolaborasi)
Rasional: peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/ konsumsi oksigen berlebihan. Rehabilitasi juga perlu dilakukan ketika fungsi jantung tidak dapat kembali membaik saat berada di bawah tekanan (Ardiansyah, 2012).
c. Diagnosa gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan memberan kapiler alveoli. Diagnosa ini ditandai dengan dispnea, pernafasan abnormal, gelisah, cuping hidung, warna kulit pucat (Hariyanto & Sulistyowati, 2015)
1) Tujuan
Diharapkan pertukaran gas dapat kembali normal dengan kriteria hasil ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dan dapat dipertahankan (Hariyanto & Sulistyowati, 2015)
2) Intervensi
a) Kaji pernafasan pasien tiap dua jam (frekuensi, irama, bunyi dan kedalaman).
Rasional: hipoksia dapat menyebabkan pernafasan menjadi dangkal untuk menentukan tindakan selanjutnya
b) Kaji sianosis jika ada
Rasional: sianosis mendadak hipoksia jaringan yang sudah lanjut
c) Berioksigen sesuai kebutuhan
Rasional: oksigen dibutuhkan dalam mencukupi kebutuhan sirkulasi
d) Pantau saturasi oksigen dengan oksimetri
Rasional: hipoksia dihubungkan dengan penurunan ventilasi atau perubahan pulmonal berkaitan pencegahan metabolisme anaerobik
e) Periksa GDA sesuai indikasi
Rasional: untuk memantau keseimbangan asam basa metabolisme sel
f) Berikan tirah baring
Rasional: memaksimalkan ekspansi paru dalam pernafasan
g) Kaji adanya perubahan sensori: perubahan mental, kepribadian dan penurunan kesadaran.
Rasional: fungsi serebral sangat dipengaruhi dan sensitif terhadap adanya penurunan oksigen
h) Beri posisi yang mudah untuk pertukaran gas (kepala lebih tinggi)
Rasional: posisi head up memberikan rasa nyaman memudahkan pertukaran gas
i) Latih batuk efektif jika terjadi batuk
Rasional: dapat sebagai usaha mempermudah pengeluaran sekret batuk (Hariyanto & Sulistyowati, 2015).
d. Diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju fitrasi glomerulus/ meningkatnya produksi Anti Deuretik Hormon (ADH) dan retensi natrium dan air. Gejala pada tingkat ini ditandai dengan orthopnea, bunyi jantung S3, oliguri, edema, peningkatan berat badan, hipertensi, distress pernapasan, dan bunyi jantung abnormal (Ardiansyah, 2012)
1) Tujuan
Pasien akan menunjukan volume cairan yang stabil dengan keseimbangan antara masukan (asupan) dan pengeluaran, bunyi napas bersih, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil, dan tidak terjadi edema (Ardiansyah, 2012)
2) Intervensi
a) Pantau pengeluaran urine catat jumlah dan warna saat diuresis terjadi
Rasional: pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena adanya penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis, sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring
b) Pantau atau hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional: terapi diuretik dapat diterapkan karena pasien kehilangan cairan secara tiba-tiba atau berlebihan (hipovolemi) meskipun edema/ asites masih ada
c) Pertahankan posisi duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler (posisi tidur tapi dengan punggung disandarkan dengan kemiringan 30 derajat) selama fase akut
Rasional: posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi Anti Deuretic Hormon (ADH), sehingga meningkatkan diuresis
d) Pantau tekanan darah dan Central Veneus Pressur (CVP) (bila ada)
Rasional: hipertensi dan peningkatan Central Veneus Pressur (CVP) menunjukan kelebihan cairan dan terjadinya peningkatan kongesti paru serta gagal jantung
e) Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi
Rasional: kongesti viceral (terjadi pada gagal jantung kongestif lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/ intestinal
f) Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
g) Konsultasi dengan ahli diet
Rasional: perlu diberikan diet yang dapat diterima pasien dan memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium (Ardiansyah, 2012).
e. Diagnosa risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring dalam jangka waktu yang lama, edema, dan penurunan perfusi jaringan (Ardiansyah, 2012)
1) Tujuan
Pasien akan mempertahankan integritas kulit dengan menunjukan perilaku/ teknik mencegah kerusakan kulit (Ardiansyah, 2012).
2) Intervensi
a) Pantau kulit, catat adanya penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/ pigmentasi, atau kegemukan/ kurus.
Rasional: kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik, dan gangguan status nutrisi.
b) Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional: meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan
c) Sering mengubah posisi di tempat tidur / kursi, bantu dengan latihan rentang gerah pasif/ aktif.
Rasional: memperbaiki sirkulasi darah di suatu bagian tubuh, sekiranya hal itu mengganggu aliran darah
d) Berikan perawatan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi
Rasional: kondisi yang selalu kering atau lembab dapat merusak kulit/ mempercepat kerusakan jaringan kulit
e) Hindari obat intramuskuler
Rasional: edema interstisial dan gangguan sirkulasi dapat memperlambat absorpsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/ terjadinya infeksi (Ardiansyah, 2012).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar