Halaman

Cari Blog Ini

Selasa, 16 Agustus 2022

PENUAAN SISTEM NEUROLOGIS

   Perubahan structural

a.       Lansia sering mengalami bentuk tubuh fleksi dan memperlihatkan kekakuan otot,tremor dan lambt dalam brgerak. Perubahan struktur yang terjadi diantarnya adalah penurunan jumlah otak dan sinaps. Hilangnya neuron terjadi pada lapisan tertentu dan bagian otak ,tetapi tidak selalu menyeluruh mengenai ssp. Hilangnya memori,terutama kejadian baru dan reaksi berulang yang lambat dapat mengganggu individu lansia dan mereka juga mengalami kesulitan memilih beberapa respon padam satu situasikecuali diberi waktu yang cukup untuk mencapai keputusan.

b.      Struktur dan fungsi system syaraf berubah dengan bertambahnya usia yang tidak bias diganti. Terjadi penurunan sintesis dan metabolisme neurotransmitter utama. Impuls saraf dihantarkan lebih lambat sehingga lansia memerlukan waktu yang lebih lama untuk merespon dan bereaksi. Kinirja sistem saraf autonm berkurang efisiensinya dan hipotensi postural yang menyebabkan seseorang merasa pusing. Tekanan darah sistolik meningkat disebabkan karena kelenturan dandang pembuluh darah yang berkurang seirang dengan bertambahnya usia.

c.       Selain itu perubahan structural meliputi dilatasi ventrikel,atrofi otak dan meningkatnya variailitas ukuran otak:

–        Penurunan berat otak 10-20 %

–        Reduksi dari jumlah fungsi neuron

–        Peningkatan jumlah flak senile dan penyusutan neurofibril

–        Akumulasi dari limfofusin

 

2.      Perubahan synaptic

a.       Perubahan synaptic meliputi kehilagan dendrite dan dendritik pada beberapa sel dan peningkatan jumlah dendrite didalam sel lainnya. Perubahan ini dapat mempengaruhi dalam pembebasan neurotransmitter kimia sehingga mempengaruhi dalam pembentukan dopamine dan menyebabkan perubahan transmisi antara sel syaraf dan otot berkurang.

b.      Perubahan yang terjadi pada system saraf autonom berpengaruh terhadap kontraksi otot-otot yang tidak dibawah control kesadaran. Saraf simpatis yang bagiannya terdiri dari norepinefrin dan asetilkoli dipercaya sebagai pemicu dalam penekanan alam perasaan dan mempengaruhimdalam kekaauan pergerakan seperti pada penyakit Parkinson.

 

PENGARUH TERHADAP LANSIA:

a.       Fisik :

         Lansia akan mengalami kesulitan dalam memulai suatu pergerakan dan terjadi kekakuan otot

         Sikap tubuhnya menjadi bungkuk dan sulit mempertahankan keseimbangan sehingga cenderung mudah jatuh kedepan atau kebelakang

         Wajah penderita menjadi kurang ekspresif karena otot-otot wajah untuk membentuk ekspresi tidak bergerak

b.      Fungsi tubuh;

         Kekakuan dan imobilitas bias menyebabkan sakit otot dan kelelahan

         Lansia sering ersedak karena kekakuan pada otot wajahbdan tenggorokan menyebabkan kesulitan menelan

         Hilannnya pengendalian terhada kandung kemih

         Penglihatan ganda

         Terjadi edema atau pembengkakan otak

c.       Persepsi-sensori

         Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran

         Penglihatan ganda

         Hilangnya rasa atau adanya ensasi abnormal pada salah satu sisi wajah

d.      Psikososial

         Stress emosional atau kelelahan

         Depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi

e.       Bahasa dan bicara

         Sulit memikirkan atau mengucpkan kata-kata yang tepat

         Lansia berbicara sangat pelan tanpa aksen dan menjadi gagap karena mengalami kesulitan dalam mengartikulasikan pikirannya.

f.       Memori

         Masalah umum pada lansia meliouti meluoakan nama benda dan lemah dalam percakapan atau peristiwa baru. Memotri jangka pendek mungkin menurun seirang dengan usia tetapi daya ingat jangka panjang sering dipertahankan. Kerusakan memori seperti gejala pelupa mungkin disebabkan sindrom amnesia.

g.      Kognitif

         Penurunan kognitif sangat rendah dalam proses penuaan yang normal. Ketrampilan kognitif dapat dikategorikan sebagai ketrampilan intelektual dan dasar ketrampilan psikomotor.

 

F.     MASALAH-MASALAH PADA LANSIA

1.      EPILEPSI

Adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kecenderungan untuk mengalami kejan berulang.

Gejala :

–        Kejang parsial simplex dimulai dengan muatan listrik di bagian otak tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut.

–        Penderita mengalami sensasi. Gerakan atau kelainan psikis yang abnormal, tergatung kepada daerah otak yang terkena. Jika terjadi di bagian otak yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan akan bergoyang dan mengalami sentakan : jika terjadi pada lobus temporalis anterior sebelah dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan.

–        Pada penderita yang mengalami kelainan psikis bisa mengalami déjà vu (merasa pernah mengalami keadaan sekarang di masa lalu).

 

Penyebab :

–        Tumor, infeksi atau kadar gula maupun natrium yang abmormal.

Pencegahan

–        Jika penyebabnya adalah tumor, infeksi atau kadar gula maupun natrium yang abnormal, maka keadaan tersebut harus diobati terlebih dahulu. Jika keadaan tersebut sudah teratasi, maka kejangnya sendiri tidak memerlukan pengobatan.

–        Jika penyebabnya tidak dapat disembuhkan atau dikendalikan secara total, maka diperlukan obat anti kejang untuk mencegah terjadinya kejang lanjutan.

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati kejang.

Obat

Jenis Epilepsi

Efek samping yang mungkin terjadi

-     Karbamazepin

 

-     Etoksimid

 

-     Gabofentin

-     Lamotrigin

-     Fenobarbital

-     Fenitoin

-     Primidon

-     Valproat

-     Generalisata pansial

 

-     Petit mal

 

-     Parsial

-     Generalisata, parsial

-     Generalisata, parsial

-     Generalisata, parsial

-     Generalisata, parsial

-     Kejang infantile, petit mal

-     Jumlah sel darah putih dan sel darah berkurang.

-     Jumlah sel darah putih dan darah merah berkurang.

-     Terang

-     Ruam kulit

-     Terang

-     Pembengkakan gusi

-     Terang

-     Penambahan berat badan, rambut rontok.

 

2.      TREMOR

Adalah suatu gerakan gemetar yang berirama dan tidak terkendali, yang terjadi otot berkontraksi dan bereleksasi secara berulang-ulang.

Penyebab:

–        Tremor terjadi karena adanya gangguan pada persarafan yang menuju ke otot yang terkena.

Gejala:

Tremor bisa timbul sekali-sekali, untuk sementara waktu atau hilang timbul: dengan kecepatan sekitar 6-10 tremor / detik. Tremor bisa terjadi pada otot kepala, tangan, lengan, kelopak mata dan otot lainnya; tetapi jarang mengenai bagian bawah tubuh. Bisa juga terjadi pada salahsatumaupunkeduasisitubuh.

Pengobatan:

Jika sifatnya ringan dan tidak menganggu sehari-hari, biasanya tidak diperlukan pengobatan.

Obat-obat yang bisa mengurangi tremor adalah propanolol, misolin, dan anti kejang lainnya, seperti obat penenang yang ringan.

 

3.      DELIRIUM

Adalah keadaan yang bersifat sementara dan biasanya terjadi secara mendadak, dimana penderita mengalami penurunan kemampuan dalam memusatkan perhatiannya dan menjadi linglung, mengalami disorientasi dan tidak mampu berpikir secara jernih.

Penyebab :

–        Alkohol, obat-obatan dan bahan beracun.

–        Efek toksik dari pengobatan

–        Kadar elektrolit, garam dan mineral (misalnya kalsium, natrium atau magnesium) yang tidak normal akibat pengobatan, dehidrasi atau penyakit tertentu.

–        Infeksi akut disertai demam.

–        Hidrosefalus bertekanan normal: yaitu suatu keadaan dimana cairan yang membantali otak tidak diserap sebagaimana mestinya.

–        Hematoma subdural

–        Meningtis, ensefalitis, sifilis

–        Kekurangan vitamin B 12

–        Hipotiroidisme

–        Tumor otak

–        Stroke

 

 

Gejala:

Penderita tidak mampu memusatkan perhatian, tidak dapat berkonsentrasi, tidak dapat mengingat peristiwa yang baru saja terjadi. Mengalami disorientasi waktu, dan bingung dengan tempat dimana ia berada. Pikiran kacau, mengigau dan terjadi inkoherensia.

Pengobatan:

Pengobatan tergantung pada penyebabnya:

–        Infeksi diatasi dengan antibiotic

–        Demam diatasi dengan obat penurun panas.

–        Kelainan kadar garam dan mineral dalam darah diatasi dengan pengaturan kadar cairan dan garam dalam darah.

Untuk meringankan agitasi diberikan obat-obat benzodiazepine (misalnya diazepam, triazolam, dan temazepam). Obat anti-psikosa (misalnya haloperidol, trioridazin danklorpromazin) biasanya diberikan hanya kepada penderita yang mengalami paranoid atau sangat ketakutan atau penderita yang tidak dapat ditenangkan denagn benzodiazepine. Jika penyebabnya adalah alcohol, diberikan benzodiazepine sampai masa agitasi penderita hilang.

 

4.      DIMENSIA

Adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembanmg secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, pikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.

Penyebab:

–        Penyakit Alzheiner

–        Serangan stroke yang berturut-turut

–        Penyakit Parkinson

–        AIDS


 

Gejala :

–        Terjadi penurunan dalam ingatan, kemampuan untuk mengingat waktu untuk mengenali orang, tempat dan benda.

–        Penderita memiliki kesulitan dalam menemukan dan menggunakan kata yang tepat dan dalam pemikiran abstrak.

–        Sering terjadi perubahan kepribadian.

–        Dimensia karena penyakit Alzheimer, gejala awalnya: lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi, depresi, ketakutan, kekecewaan, penurunan emosi.

Pengobatan:

–        Obat takrin membantu penderita dengan penyakit Alzheirmer

–        Jika hilangnya ingatan disebabkan oleh depresi, diberikan obat anti – depresi.

–        Obat anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi atau paranoia.

 

5.      DISTONIA

Adalah kelainan gerakan dimana konstraksi otot yang terus-menerus menyebabkan gerakan berputar dan berulang atau menyebabkan sikap tubuh yang abnormal.

Penyebab:

Adanya kelainan di beberapa daerah di otak (ganglia basalis, thalamus, korteks serebri).

Diduga terdapat kerusakan pada kemampuan tubuh untuk mengolah sekumpulan bahan kimia yang disebut neurotransmitter, yang membantu sel-sel di dalam otak untuk berkomunikasi satu sama lain.

Gejala distonik bisa disebabkan oleh :

–        Cedera ketika lahir (terutama karena kekurangan oksigen)

–        Infeksi tertentu

–        Reaksi terhadap obat tertentu, logam berat atau keracunan monoksida.

–        Trauma

–        Stroke

Gejala:

–        Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis, keram kaki, dan kecenderungan tertariknya satu kaki ke atas atau kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak tertentu.

–        Leher berputar atau tertarik di luar kesadaran penderita, terutama ketika penderita merasa lelah.

–        Tremor dan kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara.

Klasifikasi Distonia:

–        Distonia Generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh.

–        Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu.

–        Distonia Multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak berhubungan.

–        Distonia Segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan.

–        Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama, seringkali merupakan akibat dari stroke.

Pengobatan:

–        Obat yang diberikan merupakan sekumpulan obat yang mengurangi kadar neurotransmitter asetilkolin, yaitu triheksifenidil, beenztropin, dan prosiklin HCL.

–        Obat yang mengatur neurotransmitter GABA bisa digunakan bersama dengan obat di atas atau diberikan tersendiri, yaitu: diazepam, lorazepam, klorazepam dan baklofen.

–        Dopamine

–        Untuk mengendalikan epilepsy diberikan obat anti kejang karbamazepin.

Racun Botulinum

–        Sejumlah kecil racun ini bisa disuntikkan ke dalam otot yang terkena untuk mengurangi distonia fokal.

 

6.      ALZHEIMER

Merupakan salah satu bentuk demensia yang paling sering ditentukan di klinik.

Penyebab:

Terjadi kehilangan sel saraf di otak di area yang berkaitan dengan fungsi daya ingat, kemampuan berpikir serta kemampuan mental lainnya. Keadaan ini diperburuk dengan penurunan zat neurotransmitter, yang berfungsi untuk menyampaikan sinyal antara satu sel otak ke sel otak yang lain.

Gejala:

–        Mengajukan pertanyaan yang sama pada suatu saat berulang-ulang atau mengulangi cerita yang sama, dan kata-kata yang sama terus-menerus.

–        Lupa cara untuk melakukan kegiatan rutin. Misalnya lupa cara memasak dan sebagainya.

–        Gangguan berbahasa.

–        Disorientasi

–        Gangguan berpikir secara abstrak.

–        Gangguan kepribadian

–        Gangguan untuk membuat keputusan sehingga menjadi tergantung pada pasangannya.

Pengobatan:

Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakit Alzheimer. Obat-obatan yang ada bersifat memperlambat progresivitas penyakit.

Pencegahan:

Dengan mengetahui faktor resiko di atas dan hasil penelitian yang lain, dianjurkan beberapa cara untuk mencegah penyakit Alzheimer, diantaranya:

–        Bergaya hidup sehat

–        Mengkonsumsi sayur dan buah segar

–        Menjaga kebugaran mental (mental fitness)

7.      ATAKSIA

Merupakan suatu penyakit dimana bagian dari sistem saraf yang mengendalikan gerakan mengalami kerusakan.

Penyebab:

Sebagian besar gangguan yang menghasilkan ataksia disebut serebellum (otak kecil) memburuk atau atrofi. Kadang urat saraf tulang belakang (spinal cord) juga terpengaruh. Degenerali serebral dan spino serebral digunakan untuk mendeskripsikan perubahan yang terjadi pada sistem saraf manusia, namun bukan diagnosa yang spesifik. Degenerali serebral dan spino serebral memiliki banyak penyebab.

Gejala:

–        Kelainan reresif umumnya menyebabkan gejala yang dimulai sejak masa kanak-kanak dibandingkan dewasa.

–        Tidak adanya koordinasi tangan, lengan dan kaki dan kemampuan berbicara adalah gejala umum lainnya.

–        Gerakan mata yang lambat

 

 

 

 

II.      ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUANG SYARAF (PARKINSON’S)

A.    PENGKAJIAN

1.      Riwayat kesehatan dan pengkajian berfokus pada bagaimana penyakit mempengaruhi aktivitas pasien dan kemampuan berfungsi. Pasien diobservasi mengenai apakah mereka dapay melakukan dan apakah terjadi perubahan dala fungsi. Respon-respon setelah pemberian medikasi juga diperhatiokan. Pasien dapat ditanyakan apakah mereka melihat ada perbaikan. Pertanyaan berikut dapat membantu:

–        Apakah klien mengalami kekakuan tangan atau kaki?

–        Apakah klien mengalami sentakan tidk teratur pada tangan atu kaki?

–        Apakah klien mengalami “beku’ atau terpaku dan tidak mampu bergerak?

–        Apakah air liur klien berlebihan?

–        Pernahkah klien melihat diri klien meringis atau membuat gerakan wajah atau mengunyah?

–        Aktivitas fisik apa yang susah klien lakukan?

Selama pengkajian pasien diobservasi pada saat berjalan,bergerak atau minum

2.      Gejala awal: kelemahan,cenderung untuk menetap,gerakan lambat atau kekakuan pada eksremitas yang terserang, kehilangan beberapa ekspresi wajah, kualitas bicara tenang,lengan cenderung fleksi pada siku.

–        Tremor: bibir,rahang,lidah,otot-otot wajah,dan otot ekstremitas,biasanya tremor saat isirahat,saat menulis,dengan tulisan yang semakin kecil(mikrografia)

–        Postur dan rigiditas: gaya berjalan menghindar tanpa ayunan tangan,hipertonicitas

–        Keseimbangan: festination (tubuh semakin miring seiring langkah kaki), propulsion( langkah kedepan dan tubuh miring), lateropulsion( langkah kesamping dan tubuh miring)

–        Wajah: seperti topeng,mata kurang berkedip

–        Bicara: pengulangan kalimat secara tidak sadar,penurunan amplitude,irama cepat tapi lembut

–        Gradual demensia

  awal: pelupa,episode bingung minor,depresi

  lanjut: irritable, paranoid dan halusinasi,delirium

–        disfungsi autonom: peningkatan sekresi sebum,menyebabakn kulit bersisik,erupsi eritematous pada kulit (kususnya pada telinga,alis,kulit kepala dan lipatan hidung),keringat berlebihan,intermiten;konstipasi kronis,sering kencing dan hesistansi,hipotensi ortostatik dan disfagia

–        nutrisi: kegagalan delusion,kehilangan BB,kegagalan otot krikofaringeal untuk relaksasi.

 

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Kerusakan aktifitas fisik b.d tremor, bradikinesia, rigiditas dan kerusakan berjalan.

2.      Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. tremor, rigiditas otot-otot pencernaan, disfagia, kehilangan nafsu makan, serta kesulitan mengunyah dan menelan.

3.      Konstipasi b.d. keterbatasan fungsi motorik dan imobilitas.

4.      Kerusakan komunikasi verbal b.d. penurunan volume bicara, kesulitan menggerakkan otot wajah dan disartria.

5.      Inefektif koping individu b.d. kurangnya control mengatasi proses penyakit dan perubahan body image.

6.      Resiko tinggi cedera b.d. tremor dan rigiditas otot, kerusakan kognitif dan hipotensi ortostatik.

 

C.    TUJUAN dan KRITERIA HASIL

1.      Pasien dapat memperlihatkan mobilitas maksimum dalam batasan penyakit, dengan KH:

–        Menggunakan tindakan pengamatan untuk menimalkan kemungkinan cedera.

–        Adanya peningkatan mobilitas.

–        Mempertahankan mobilitas optimal yang ditandai dengan tidak adanya konstraktus.

2.      Kebutuhan nutrisi sesuai dengan usia dan keperluan tubuh terpenuhi, dengan KH:

–        Tidak ada kesulitan mengunyah dan menelan.

–        Mual tidak ada.

–        Nafsu makan meningkat.

–        Muntah tidak ada.

–        Berat badan menigkat (1/2 kg / mg)

3.      Konstipasi tidak ada, dengan KH:

–        Pola fungsi usus kembali normal (Bising usus 6 – 12x / menit)

–        Pola defekasi kembali normal setiap 1-3 hari

–        Tidak menggunakan laksatif untuk membantu BAB

4.      Kerusakan komunikasi verbal dapat dikurangi, dengan KH:

–        K memperlihatkan kemampuan untuk mengekspresikan diri.

–        K mampu mengungkapkan penurunan frustasi yang ditunjukkan dengan adanya komunikasi.

5.      Pasien dapat terhindar dari cedera b.d. ketidakmampuannya, dengan KH:

–        K dapat mengidentifikasi factor-faktor yang meningkatkan kemungkinan cedera.

–        K mampu melakukan tindakan pengamanan untuk mencegah cedera.

 

D.    PERENCANAAN

  DX. 1. Kerusakan aktifitas fisik b/d tremor, bradikinesia, rigiditas dan kerusakan berjalan.

1.      Monitor tanda-tanda vital.

R/ : Untuk mengtahui kondisi umum K dan mencegah adanya komplikasi.

2.      Kaji rigiditas / tremor otot, bradikinesia, dan mencegah adanya komplikasi.

R/ : Defisiensi dopamine menyebabkan gejala-gejala penyakit Parkinson.

3.      Berikan latihan ROM aktif dan pasif.

R/ : Mencegah kontraktus sendi dan kekakuan.

4.      Anjurkan K untuk mandi dengan air hangat dan berikan massage.

R/ : Untuk membantu merelaksasikan otot.

5.      Anjurkan K untuk beristirahat yang cukup.

R/ : Untuk mencegah kelelahan dan frustasi.

6.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat secara tepat waktu, dosis serta catat respon K terhadap pengobatan.

R/ : Obat harus diberikan tepat waktu untuk menghindari agravasi gejala dan dosis yang diberikan tergantung pada respon K.

 

  DX. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d tremor, rigiditas otot pencernaan, disfagia, kehilangan nafsu makan serta kesulitan mengunyah dan menelan.

1.      Monitor berat badan

R/ : Untuk mengetahui tingkat kekurangan nutrisi pasien.

2.      Kaji kebiasaan makan K, tingkat rigiditas, tremor pada otot-otot saat mengunyah dan kaji adanya disfagia.

R/ : Otot-otot yang berperan untuk mengunyah dan makan dapat dipengaruhi oleh proses penyakit Parkinson.

3.      Ciptakan lingkungan yang nyaman dengan menghindari hal-hal yang menganggu selera makan.

R/ : K dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan, tanpa adanya distraksi dari lingkungan.

4.      Lakukan prekuasi untuk mencegah aspirasi dan batuk : angkat kepala tempat tidur, pertahankan kepala agak fleksi.

R/ : Resiko aspirasi dan batuk meningkat sesuai dengan perkembangan penyakit.

5.      Berikan K makanan semi lunak jika memiliki kesulitan menelan.

R/ : Makanan semi lunak mudah ditelan dan mencega aspirasi.

6.      Berikan pasien makanan berkalori tinggi.

R/ : Untuk mempertahankan intake nutrisi yang adekuat.

7.      Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering.

R/ : Makanan kecil lebih mudah dicerna dan mengurangi depresi

8.      Kolaborasi untuk pemberian obat sebelum makan.

R/ :Untukmengurangi rigiditas dan tremor pada otot-ototmengunyah dan menelan.

 

  DX. 3. Konstipasi b.d. Keterbatasan fungsi motorik dan imobilitas.

1.      Kaji pola frekuensi dan konsistensi feres saat BAB

R/ : Untuk mengetahui tingkat kesulitan saat BAB

2.      Berikan makanan dengan serat seimbang.

R/ : Untuk mempermudah defekasi

3.      Tingkatkan intake cairan sedikitnya 2000 ml / hari.

R/ : Intake cairan yang cukup dapat melunakkan feses dan memfasilitasi eliminasi.

4.      Berikan privasi dan posisi fowler dengan jadwal waktu teratur.

R/ : Meningkatkan usaha evakuasi feses.

5.      Auskultasi bising usus, catat ada tidaknya perubahan biang usus

R/ : Penurunan atau hilangnya bising usus mengindikasikan adanya ileus paralitik yang berarti hilangnya motilitas usus dan ketidakseimbangan elektrolit.

6.      Catat adanya distensi abdomen.

R/ : Distensi abdomen mencerminkan perkembangan ileus paralitik.

7.      Anjurkan minum 1 gelas air hangat 30 menit sebelum sarapan.

R/ : Air hangat dapat bertindak sebagai stimulus untuk evakuasi usus.

8.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pelunak feses.

R/ : Mencegah konstipasi, menurunkan distensi abdomen dan menbantu keteraturan defekasi.

 

 

  DX. 4. Kerusakan komunikasi verbal b.d. penurunan volume bicara, kesulitan menggerakkan otot wajah dan disartria.

1.      Kaji tipe atau derajat disfungsi bicara.

R/ : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan pusat wicara.

2.      Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.

R/ : Umpan balik memberi kesempatan untuk mengkalrifikasikan isi makna ucapan K.

3.      Tunjukkan objek dan minta K menyebutkan nama benda tersebut.

R/ : Melakukan penilaian terhadap kerusakan motorik.

4.      Berikan metode komunikasi alternative, seperti : menulis dan menggambar.

R/ : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan / deficit yang mendasari.

5.      Hargai kemampuan pasien.

R/ : Memberikan reward dapat meningkatkan harga diri K.

6.      Kolaborasi denganahliterapiwicara.

R/ :Pengkajian secara individual kemampuanbicara dan sensori, motoriksertakognitifberfungsiuntukmengidentifikasikekurangan / kebutuhanterapi.

 

  DX. 5. Resiko tinggi cedera b/d tremor, rigiditas, kerusakan kognitif dan hipotensiontostatik.

1.      Kaji tanda-tanda vital.

R/ : Untuk mengetahui kondisi umum K, hipotensi static mengkalrifikasikan perfusi darah dan O2 ke jaringan otak yang menurun.

2.      Kaji tingkat kesadaran K.

R/ : Penurunan tingkat kesadaran mengidentifikasi penurunan perfusi jaringan otak yang dapat memicu terjadinya kerusakan kognitif.

3.      Orientasikan K terhadap lingkungan di sekitarnya.

R/ : Mempertahankan keamanan K dan mengurangi resiko cedera.

4.      Kaji tingkat ketidakmampuan K : Kaji hipotensi ortostatik dan berbagai kerusakan kognitif.

R/ : Derajat ketidakmampuan b/d hipotensi ortostatik adalah efek samping dipengobatan yang diberikan.

5.      Ajarkan teknik untuk menurunkan hipotensi ontostatik dengan mengubah posisi secara perlahan, bergerak dari posisi berbaring ke posisi berdiri secara perlahan dan menghindari berdiri terlalu lama.

R/ : Mengurangi resiko jatuh.

6.      Pertahankan tempat tidur serendah mungkin dan pasang pengaman pada sisi tempat tidur.

R/ : Untuk menjamin keamanan K dari resiko jatuh.

 

E.     EVALUASI

1.      Masalah kerusakan aktifitas fisik dan terapi fisik dapat teratasi sepenuhnya. Ditandai dengan :

–        K memahami regimen latihan dan terapi fisik.

–        K memperlihatkan mobilitas fisik optimum sesuai dengan status fisiologisnya.

–        Tidak terjadi kontraktur.

–        Tremor, rigiditas dan bradikinesia sepenuhnya.

2.      Masalah kekurangan nutrisi teratasi sepenuhnya, ditandai dengan:

–        Berat badan K sesuai dengan tinggi badan dan usia.

–        Tidak ada kesulitan dalam mengunyah dan menelan.

–        Nafsu makan meningkat.

3.      Masalah konstipasi teratasi sepenuhnya, ditandai dengan:

–        Pola fungsi usus normal (bising usus 6-12 x / menit)

–        Pola defekasi setiap 1-3 hari.

–        Distensi abdomen tidak ada.

4.      Masalah kerusakan komunikasi verbal dapat teratasi sepenuhnya, ditandai dengan:

–        K mampu mengekspresikan perasaan secara verbal.

–        K mampu mengucapkan kata dan berkomunikasi dengan tenang.

–        K mampu meningkatkan kemampuan bicara secara progresif.

5.      Resiko tinggi cedera tidak terjadi, ditandai dengan :

–        K tidak mangalami cedera.

–        K mampu mengidentifikasi factor-faktor yang meningkatkan resiko cedera.

–        K mampu melakukan tindakan pengamanan untuk mencegah cedera.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar