Latar
Belakang :Perkembangan terkini memperlihatkan, penyakit kardiovaskular
telah menjadi suatu epidemi global yang tidak membedakan pria maupun wanita,
serta tidak mengenal batas geografis dan sosio-ekonomis.Angka kejadian gagal
jantung diperkirakan meningkat di masa yang akan datang, akibat peningkatan jumlah populasi usia lanjut dan
keberhasilan terapi Acute Myocardial Infarction (AMI).
Metode :Penelitian
ini berupa penelitian deskriptif. Responden sebanyak 34 orang, dimana sampel
diambil secara consecutive samplingdi
Instalasi Radiologi RSUD Raden Mattaher Periode Mei – Juni 2013.Data yang sudah
dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan program computer.
Hasil :Responden
yang mengalami gagal jantung dan melakukan rontgen toraks konvensional kategori
lansia akhir dengan usia antara 56-65tahun mempunyai persentasi tertinggi yaitu
47.1%. Sedangkan kategori manula dengan usia>65tahun mempunyai persentasi
sebesar 38.2% dan responden kategori lansia awal dengan usia 46-55 tahun mempunyai
persentasi sebesar 14.7%.Responden berjenis kelamin laki-laki yang mengalami
gagal jantung jumlahnya lebih tinggi
dibandingkan responden berjenis kelamin perempuan.Responden yang mengalami gagal
jantung mempunyai IMT overweight (61.8%) memiliki persentase
lebih tinggi daripada responden yang normoweight
(32.2%). Sementara tidak ada responden yang mempunyai IMT underweight.Respondenyang memiliki faktor keturunan terhadap
penyakit jantung dalam keluarga mempunyai persentasi sebesar 44.1%.Sedangkan
yang tidak memiliki faktor keturunan terhadap penyakit jantung dalam keluarga mempunyai
persentasi sebesar 55.9%.Gambaran kardiomegali, penebalan hilus dan peningkatan
bronkovaskular merupakan gambaran rontgen konvensional gagal jantung yang
dimiliki oleh semua responden penelitian. Sementara gambaran lain seperti efusi
pleurahanya dimiliki oleh 9 responden (26.5%), gambaran bats wing hanya
dimiliki oleh 18 responden (52.9%),gambaran kerley B hanya dimiliki oleh 22
responden (64.7%), dan gambaran lain seperti kalsifikasi aorta, kerley A dan
efusi perikardium hanya dimiliki oleh 6 responden (17.6%).
Saran :Bagian
Kesmas RSUD Raden Mattaher Jambi diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada
masyarakat agar dapat lebih mengetahui faktor-faktor risiko dan pola hidup
sehat pada penderita gagal jantung. Diharapkan juga kepada pihak Poliklinik
dapat merujuk setiap pasien yang tergolong kategori kelebihan berat badan atau
obesitas ke bagian gizi untuk mendapatkan informasi tentang risiko dan asupan
gizi yang baik bagi pasien tersebut.Masyarakat harus dapat lebih mewaspadai
gejala gagal jantung dan penelitian lebih lanjut diharapkan dapat menggunakan
rancanganpenelitian kasus kontrol.
Kata kunci : Gagal jantung, gambaran
rontgen toraks konvensional gagal jantung
PENDAHULUAN
Konsep pelayanan kesehatan primer tidak dapat dilaksanakan dengan berhasil
tanpa dukungan pelayanan-pelayanan diagnostik yang memadai termasuk fasilitas
untuk radiologi diagnostik. Oleh karena itu, salah satu langkah yang dilakukan
oleh WHO adalah membuat “Sistem Radiologi Dasar” untuk memberikan cakupan
radiologi yang lebih memadai bagi penduduk yang sekarang kurang terlayani.1
Di Indonesia penggunaan sinar Rontgen sudah cukup lama.Menurut laporan,
alat rontgen sudah digunakan sejak tahun 1898 oleh tentara Kolonial Belanda
dalam perang di Aceh dan Lombok. Orang Indonesia yang telah menggunakan sinar
rontgen pada awalnya ialah R.M. Notokworo yang lulus dari Universitas Laiden,
Belanda, pada tahun 1912.2
Pada pembacaan foto rontgen dada, pendekatan secara sistematis adalah
penting, berdasarkan penilaian pertama pada anatomi dan selanjutnya fisiologi.
Jantung mudah dibedakan dari paru-paru karena jantung lebih mengandung darah
dengan densitas air lebih besar dibanding udara. Karena darah melemahkan x-ray
lebih kuat dibanding udara, jantung relatif tampak berwarna putih dan paru-paru
relatif hitam.4
Perkembangan terkini memperlihatkan, penyakit kardiovaskular telah
menjadi suatu epidemi global yang tidak membedakan pria maupun wanita, serta
tidak mengenal batas geografis dan sosio-ekonomis.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan satu dari tiga orang di
seluruh dunia pada tahun 2001, meninggal karena penyakit kardiovaskular.Penyakit
kardiovaskuler menyebabkan perubahan-perubahan
yang beragam dan kompleks dalam gambaran foto rontgen dada, salah
satunya adalah gagal jantung. Selain EKG (Ekokardiografi) yang merupakan
pemeriksaan non-invasif yang digunakan untuk diagnosis suatu gagal jantung,
kita juga perlu mengetahui bagaimana cara diagnosis melalui gambaran rontgen
dada.
Dari tabel diatas menunjukkan 10 penyakit terbanyak dari data kunjungan
pasien rawat inap di bangsal perawatan penyakit jantung di RSUD Raden Mattaher
pada tahun 2012. Gagal jantung merupakan penyakit ke-1 terbanyak berdasarkan
kunjungan pasien rawat inap di bangsal perawatan penyakit jantung pada tahun
2012.27
Angka kejadian gagal jantung diperkirakan meningkat di masa yang akan
datang, akibat peningkatan jumlah
populasi usia lanjut dan keberhasilan terapi Acute Myocardial Infarction
(AMI) yang meningkatkan survival individu dengan gangguan fungsi
kardiak. 25
Data kohort dari studi Framingham,
mengidentifikasi riwayat hipertensi pada lebih dari 75% pasien dengan gagal
jantung, dimana penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% perempuan.
Pada masyarakat barat, hipertensi dan penyakit jantung koroner merupakan
penyebab tersering, sementara penyakit katup jantung dan defisiensi nutrisi di
negara berkembang.25
Dari 4,8 juta penduduk Amerika, sekitar 400.000 penduduk yang terdiagnosa
terkena penyakit gagal jantung kongestif per tahunnya. 1,5% - 2% orang dewasa
di Amerika Serikat menderita CHF
(Congenital Heart Disesase), terjadi 700.000 perawatan di rumah sakit per
tahun. Di Inggris, sekitar 100.000 pasien dirawat di rumah sakit setiap tahun
untuk gagal jantung., merpresentasikan 5% dari semua perawatan medis dan
menghabiskan lebih dari 1% dana perawatan kesehatan nasional. Di Indonesia, sekitar
3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung, dan prevalensinya
meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia di atas 65
tahun).7,16 Gagal jantung
susah dikenali secara klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit
tanda-tanda klinis pada tahap awal penyakit.Maka dari itu pemeriksaan penunjang
seperti rontgen sangat membantu untuk menegakkan diagnosa.Gambaran sinar
rontgen yang menyokong diagnosa dari gagal jantungialah adanya kardiomegali
yang paling sering dijumpai, penonjolan vaskular pada lobus atas, efusi pleura
dan adanya kongesti vena paru (garis Kerley B) atau edema paru.Beberapa
gambaran di atas itulah yang menjadi karakteristik dari gambaran rontgen toraks
pasien gagal jantung.6,7,9
Penelitian mengenai karakteristik gambaran rontgen toraks pada pasien
gagal jantung di RSUD Raden Mattaher Jambi tersebut belum pernah dilakukan.
Dari latar belakang ini penulis akan melakukan penelitian mengenai
karakteristik gambaran rontgen toraks pada pasien gagal jantung di Instalasi
Radiologi RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2013.18
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Instalasi Radiologi RSUD Raden Mattaher Jambi.Waktu
penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2013.
Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien gagal jantung yang
melakukan rontgen di Instalasi Radiologi RSUD Raden Mattaher.
Sampel penelitian adalah sebagian pasien gagal jantung yang melakukan
rontgen di Instalasi Radiologi RSUD Raden Mattaher Jambi pada bulan Mei-Juni
2013.
Dalam penelitian ini cara pengambilan sampelnya secara consecutive samplingdimana setiap pasien
yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian.
Jenis dan metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
berupa:
1.
Data Primer
Data primer diperoleh dari wawancara dengan pasien atau keluarga pasien yang
melakukan foto rontgen toraks di Instalasi Radiologi RSUD Raden Mattaher.
2.
Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari data-data yang ada di Instalasi Radiologi
RSUD Raden Mattaher.Data yang digunakan adalah jumlah pasien yang telah
melakukan foto rontgen toraks.
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan program
komputer.Analisis data dilakukan
terhadap tiap variabel penelitian. Analisis yang digunakan dalam
penelitian adalah mendeskripsikan gagal jantung secara radiologi pada penderita
yang akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, tabulasi silang
dan dalam bentukhistogram.
Dalam melakukan penelitian ini peneliti terlebih dahulu meminta izin
kepada RSUD Raden Mattaher untuk meminta persetujuan. Kemudian melakukan
pengambilan data dengan menggunakan lembar observasi yang akan diisi
berdasarkan data dari pasien dengan meminta persetujuan penelitian (inform consent) kepada responden.
Kermudian menjaga kerahasiaan nama (anonymity)
dan data informasi yang diperoleh dijamin kerahasiaannya (confidentiality).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisitik responden berdasarkan umur pada 34 orang responden adalah
sebagai berikut :
Tabel 1 Distribusi
Umur Responden Gagal Jantung
Kategori Umur
|
Umur (tahun)
|
Jumlah (orang)
|
Persentase (%)
|
Lansia awal
|
46-55
|
5
|
14.7
|
Lansia akhir
|
56-65
|
16
|
47.1
|
Manula
|
>65
|
13
|
38.2
|
Total
|
34
|
100
|
Gambar 1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.
|
|
Gambar 2 Distribusi
Responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh.
Gambar 3
Distribusi Responden Berdasarkan Adanya Faktor
|
|
Gambar 4
Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran Rontgen
Gambar 5 Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran Rontgen
Konvensional (Penebalan Hilus).
Gambar 6
Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran Rontgen Konvensional (Efusi Pleura).
Gambar 7 Distribusi
Responden Berdasarkan Gambaran Rontgen Konvensional (Peningkatan
Bronkovaskular)
|
|
|
Gambar 9 Distribusi
Responden Berdasarkan Gambaran Rontgen Konvensional (Kerley B)
Gambar 10 Distribusi
Responden Berdasarkan Gambaran Lain Rontgen Konvensional
Berdasarkan hasil pengumpulan data terhadap 34 orang responden diperoleh
data karakteristik responden berdasarkan umur. Pada tabel 4.1 dapat diketahui
bahwa responden yang mengalami gagal
jantung dan melakukan rontgen konvensional berusia antara 40-49 (35%).
Sementara responden berusia 50-59 mempunyai persentasi sebesar 32.5%
Dari
semua faktor resiko terjadinya gagal jantung, faktor ketuaan adalah yang
terpenting. Prevalensi dan beratnya gagal jantung semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. Gagal jantung tidak pernah ditemukan pada anak, jarang
terjadi pada umur dibawah 40 tahun dan sering terjadi pada umur diatas 60
tahun. Penderita gagal jantung meningkat pada usia lebih dari 65 tahun baik
secara klinis maupun radiologi.Menurut penelitian lain, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi
menanjak tajam padada usia 75-84 tahun.31
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RSU Kota Tasikmalaya
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gyse’le S. Bleumink dkk, dimana
insiden kejadian gagal jantung banyak dijumpai pada usia lebih dari 65 tahun.
Hal ini sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa risiko terjadinya gagal
jantung bertambah bertambah seiring bertambahnya umur. 30
Insidensi dan prevalensi gagal jantung meningkat sacara dramatis sesuai
dengan peningkatan umur. Studi
Framingham menunjukkan peningkatan prevalensi gagal jantung, mulai 0,8% untuk
orang berusia 50-59 tahun hingga 2,3% untuk orang dengan usia 60-69 tahun.
Gagal jantung dilaporkan sebagai diagnosis utama pada pasien di rumah sakit
untuk kelompok usia lebih dari 65 tahun pada tahun 1993. Dari studi ini menunjukkan bahwa hipertensi menjadi etiologi yang paling umum dan salah satufaktor risiko
terkuat untuk terjadinya
gagal jantung, terutamapada pasien berusia antara 60-70 tahun. Beberapa
studi Inggris juga menunjukkan adanya peningkatan prevalensi gagal jantung pada
orang dengan usia lebih tua.36
Dari hasil penelitian terhadap 34 orang responden yang menderita gagal
jantung dan melakukan foto rontgen konvensional di Instalasi RSUD Raden Mattaher Jambi didapatkan
jumlah responden berjenis kelamin
laki-laki yang mengalami gagal jantungsama dengan responden perempuan (gambar
4.1). Menurut Daniel Doddy Darmawan Wea dalam penelitiannya mengatakan tidak
terdapat perbedaan bermakna antara jenis kelamin dengan angka kejadian gagal
jantung.Sama seperti penelitian yang dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RSU Kota
Tasikmalaya yang menunjukkan bahwa proporsi gagal jantung hampir sama antara
laki-laki dan perempuan.
Sama
seperti penelitian yang dilakukan di RS Kariyadi menunjukkan bahwa penderita pria lebih banyak daripada
penderita wanita yang mengalami gagal jantung. Sama seperti sebuah jurnal yang
meneliti sebanyak 137 pasien
dengan disfungsi ventrikel kiridilibatkan dalam studi, 100 (73,0%) ditemukan
pada laki-laki dan 37 (27,0%) adalah
perempuan. Dari survei registrasi di rumah sakit di dapatkan angka
perawatan pasien yang berhubungan dengan gagal jantung sebesar 4,7% untuk
perempuan dan 5,1% untuk laki-laki. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini
bahwa pasien yang berjenis kelamin pria lebih banyak mengalami gagal jantung
daripada wanita.30,32
Jika
dikaitkan teori hal ini disebabkan karena perempuan juga memiliki risiko
terhadap gagal jantung jika sudah mengalami menopause yaitu rata-rata umur
lebih dari 50 tahun. Penyebab utama gagal jantung, cenderung memiliki kualitas
hidup lebih rendah daripada pria, dalam hal ini dikaitkan dengan aktifitas
fisik.30
Pada
gambar 4.2 terlihat bahwa sebagian besar responden (61,8%) memiliki IMT yang overweight.
Sementara responden yang mempunyai IMT normoweight
sekitar 38,2% dan tidak ada responden mempunyai IMT underweight.Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan
meningkatnya risiko untuk terjadinya gagal jantung pada wanita dan laki-laki.
Sementara
berdasarkan hasil penelitian Melisa di Poliklinik Penyakit Dalam RSU Kota
Tasikmalaya menunjukkan bahwa proporsi kejadian gagal jantung besar pada
responden yang tidak obesitas yaitu 61,9% dan responden yang mengalami obesitas
yaitu 37,5%.30
Suatu jurnal menyatakan bahwa peningkatanIMT pada penderita gagal
jantung dikaitkandengankematian
yang lebih rendah, namunpengaruhnya kompleks dantergantung padafungsi
sistolikventrikel kiri.Oleh karena itu, pada pasiendengandisfungsi
sistolikobesitaskemungkinan menunjukkanpeningkatan risiko
terhadap gagal jantung.Penelitian ini juga menyatakan
bahwaorang yang berolahragakurang dankelebihan berat
badan atau obesitas lebih mungkin untuk terkena gagal jantung.35
Ukuran international untuk obesitasadalah IMT ≥30 kg/m2, sedangkan untuk ukuranorang Asia
obesitas didefinisikan dengan nilai IMT≥25 kg/m2.Obesitas memiliki hubungan yang era dengan
tingginya kejadian penyakit kardiovaskular.Walaupun obesitas merupakan faktor
risikopenyakit jantung koroner, hal yang berbeda ditemukanpada kasus gagal
jantung. Berdasarkan beberapa studi,pasien gagal jantung dengan Indeks Masa
Tubuh(IMT) yang lebih tinggi memiliki prognosis yanglebih baik dibandingkan
mereka dengan IMT yanglebih rendah.2,4 Selain itu, analisis dari beberapa
studioleh Oreopoulos et al menyimpulkan bahwa IMT yang lebih tinggi
berhubungan dengan prognosis yanglebih baik pada pasien gagal jantung. Hal
inilah yangdisebut paradox obesitas (Obesity paradox).37
Studi lanjutan perlu dilakukan untukmendeskripsikan secara terperinci
hubungankomposisi tubuh dengan prognosis gagal jantung,mekanisme yang mendasari
fenomena paradoksobesitas dan strategi penentuan berat badan optimalpada pasien
gagal jantung.37
Dari gambar terlihat bahwa 44.1% responden yang memiliki faktor keturunan
penyakit gagal jantung dalam keluarga.Sedangkan 55.9% responden tidak mempunyai
faktor keturunan dalam keluarganya.
Hal
ini tidak sejalan berdasarkan hasil penelitian Melisa di Poliklinik Penyakit
Dalam RSU Kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa proporsi kejadian gagal jantung
paling besar terjadi karena ada faktor keturunan penyakit jantung dalam
keluarganya.Penelitian menunjukkan bahwa jika terdapat riwayat gangguan
jantung dalam keluarga, keturunan mereka lebih cenderung mengembangkan problem
yang serupa. 30
Faktor
genetik dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan dan metabolisme pengaturan
garam dan renin membran sel. Terdapat fenomena hubungan antara riwayat keluarga
dan kadar kolestrol atau lemak yang abnormal, diantaranya adalah kolestrol yang
amat tinggi dalam satu keluarga atau kadar LDL yang amat tinggi, HDL terlalu
rendah, kombinasi lipid yang terlalu tinggi, dan trigliserida yang terlalu
tinggi.35
Berdasarkan karakteristik subyek penelitian Isbianto Sutedjo
didapatkan kardiomegali dengan proporsi subyek laki-laki 31 (49,21%) dan
proporsi subyek wanita 32 (50,79%) dengan rerata CTR 59,47 ± 5,57%. Dari salah satu jurnal mengungkapkanbahwa dari foto rontgen
dada kardiomegali di 68% dari
laki-laki dan perempuan dan peningkatan rasio kardiotoraks (> 50%)pada
sekitar 40% pasien.Gambaran radiologi yang penting ditemukan
efusi pleura adalah penumpulan sudut kostofrenikus pada foto posteroanterior.30,33
Rontgen toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (kardiotorasik (CTR)
>50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis. Ukuran jantung yang normal
tidak menyingkirkan diagnosis dan bisa didapatkan pada gagal jantung kiri akut,
sesperti yang terjadi pada infark miokard, regurgitasi katup akut, atau defek
septum ventrikel (VSD) pascainfark.Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi
ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh efusi perikard.Derajat
kardiomegali tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri. 7
Gagal ventrikel kiri mula-mula menyebabkan distensi vena pulmonalis di
lobus bagian atas dan konstriksi vena pulmonalis di lobus bagian bawah.Seiring
dengan peningkatan tekanan vena, terjadi edem perihilis, terlihat adanya
pembuluh darah hilus yang kurang jelas terlihat dan perihilus yang tampak
opak.Efusi pelura terjadi di sudut kostofrenikus, dan terbentuk garis
sekat/septum di sudut kontrofenikus. Berdasarkan jurnal menyebutkan bahwa efusi
bilateralterlihat
pada87,5% pasien(7 dari8) mengalamigagal
jantung kongestif.19,34
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Instalasi Radiologi
RSUD Raden Mattaher Jambi Periode Mei – Juni 2013 dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut :
1.
Responden pada penelitian ini yang mengalami
gagal jantung dan melakukan rontgen toraks konvensional kategori lansia akhir
dengan usia antara 56-65tahun mempunyai persentasi tertinggi yaitu 47.1%.
Sedangkan kategori manula dengan usia>65tahun mempunyai persentasi sebesar
38.2% dan responden kategori lansia awal dengan usia 46-55 tahun mempunyai
persentasi sebesar 14.7%.Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Poliklinik Penyakit
Dalam RSU Kota Tasikmalaya sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gyse’le
S. Bleumink dkk, dimana insiden kejadian gagal jantung banyak dijumpai pada
usia lebih dari 65 tahun.30
2.
Responden berjenis kelamin laki-laki yang
mengalami gagal jantung jumlahnya lebih
tinggi dibandingkan responden berjenis kelamin perempuan.Sama seperti
penelitian yang dilakukan di RS Kariyadi menunjukkan bahwa penderita pria lebih banyak daripada
penderita wanita yang mengalami gagal jantung.32
3.
Responden penelitian yang mengalami gagal jantung
mempunyai IMT overweight (61.8%) memiliki persentase lebih tinggi daripada
responden penelitian yang normoweight
(32.2%). Sementara tidak ada responden yang mempunyai IMT underweight.Sementara berdasarkan hasil penelitian Melisa di
Poliklinik Penyakit Dalam RSU Kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa proporsi
kejadian gagal jantung besar pada responden yang tidak obesitas yaitu 61,9% dan
responden yang mengalami obesitas yaitu 37,5%.30
4.
Responden pada penelitian ini yang memiliki
faktor keturunan terhadap penyakit jantung dalam keluarga mempunyai persentasi
sebesar 44.1%. Sedangkan yang tidak memiliki faktor keturunan terhadap penyakit
jantung dalam keluarga mempunyai persentasi sebesar 55.9%.Hal ini tidak
sejalan dengan hasil penelitian Melisa di Poliklinik Penyakit Dalam RSU Kota
Tasikmalaya yang menunjukkan bahwa proporsi kejadian gagal jantung paling besar
terjadi karena ada faktor keturunan penyakit jantung dalam keluarganya. 30
5.
Gambaran kardiomegali, penebalan hilus dan
peningkatan bronkovaskular merupakan gambaran rontgen konvensional gagal
jantung yang dimiliki oleh semua responden penelitian. Sementara gambaran lain
seperti efusi pleurahanya dimiliki oleh 9 responden penelitian (26.5%), gambaran
bats wing hanya dimiliki oleh 18 responden penelitian (52.9%),gambaran kerley B
hanya dimiliki oleh 22 responden penelitian (64.7%), dan gambaran lain hanya
dimiliki oleh 6 responden penelitian (17.6%). Sedangkan berdasarkan teori,
rontgen toraks seringkali menunjukkan kardiomegali dengan efusi pleura
bilateral, edema paru berupa gambaran batwings dan kerley B, serta terkadang
terdapat efusi perikardium. 7,19
6.
Bagian Kesmas RSUD Raden Mattaher Jambi
diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar dapat lebih
mengetahui faktor-faktor risiko apa saja yang bisa menyebabkan terjadinya gagal
jantung, mengatur gaya hidupnya seperti mengurangi rokok, olahraga teratur dan
pola makan yang sehat dengan konsumsi makanan tinggi serat-rendah lemak.
7.
Diharapkan kepada pihak Poliklinik dapat merujuk
setiap pasien yang tergolong kategori kelebihan berat badan atau obesitas ke
bagian gizi untuk mendapatkan informasi tentang risiko dari kelebihan berat
badan atau obesitas dan asupan gizi yang baik bagi pasien tersebut.
8.
Penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk penelitian
lebih lanjut mengenai penyakit gagal jantung bagi mahasiswa FKIK Unja.Disarankan
bagi penelitiuntuk meneliti lebih lanjut dapat menggunakan rancanganpenelitian
kasus kontrol guna meningkatkan validitas penelitian danmengikutsertakan lebih
banyak responden atau pasien agar dapat mewakili semua penderita gagal
jantung.Responden atau pasien yang diikutsertakan dalampenelitian sebaiknya
diseleksi sedemikian rupa agar homogen dari segi faktor-faktor resikonya.
9.
Masyarakat harus dapat lebih mewaspadai gejala
gagal jantung, bila merasakan keluhan-keluhan seperti sesak nafas, batuk,
pitting edema dan sebagainya, sebaiknya segera memeriksakan diri dan meminta
pengobatan untuk mencegah progresivitas penyakit gagal jantung.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Hartono L. Petunjuk Membaca Foto Untuk
Dokter Umum. Cetakan IV. Jakarta: EGC; 1995.
2.
Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik.
Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 2009.
3.
Troupin H. R. Radiologi Diagnostik Dalam
Klinik. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 1989.
4.
Sudoro, Aru . Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. Edisi V. Jakarta : FKUI; 2006.
5.
Scanlon, Valerie C. Jakarta : EGC.
6.
Gleadle, Jonathan. At a Glance :
Anamnesis & Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Erlangga. 2005.
7.
H. Gray, Huon, D. Dawkins, Keith, dkk.
Lecture Notes : Kardiologi. Edisi 4. Jakarta : Erlangga Medical Series. 2003.
8.
Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.
9.
Davey,
Patrick. At Glance Medicine. Jakarta : Erlangga. 2002.
10. Becker,
Simon, Bob
Flaws, dkk. The Treatment of Cardiovascular Diseases with
Chinese Medicine: A Textbook and Clinical Manual.
11. Wibisono,
M. Jusuf, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2010. Surabaya : Departemen Ilmu
Penyakit Paru FK Unair-RSUD Dr. Soetomo. 2010.
12. Guyton
AC, Hall JE dkk. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. 2008.
13. Muttaqin, Arif. Buku
Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba
Medika.
14. Djojodibroto,
Darmanto. Respirologi. Jakarta : EGC. 2009.
15. Underwood, J.C.E.
Patologi Umum dan Sistematik Edisi 2. Jakarta : EGC. 1999.
16. L. brashers,
Valentina. Aplikasi Klinis Patofisiologi pemeriksaan dan Manajemen. Edisi
2. Jakarta : EGC. 2008.
17. Tambayong,
Jan. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC. 2000.
18. Data kunjungan
pasien rontgen di RSUD Raden Mattaher bulan Oktober-Desember 2012.
19. Corr,
Peter. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik. Jakarta : EGC. 2011.
20. Kosasih,
Alvin. Susanto, Agus Dwi, dkk. Diagnosis & Tatalaksana Kegawatdaruratan
Paru dalam Praktek sehari-hari. Jakarta : Sagung Seto. 2008.
21. Oesman, I.N. Gagal Jantung.
Dalam buku ajar kardiologi anak. Jakarta : Binarupa Aksara. 1994.
22. Ontoseno T. Gagal Jantung
Kongestif dan Penatalaksanaannya pada Anak. Simposium nasional perinatologi dan
pediatric gawat darurat. IDAI Kal-Sel. Banjarmasin. 2005.
23. Kabo P, Karim S. Gagal
Jantung Kongestif. Dalam : EKG dan penanggulangan beberapa penyakit jantung
untuk dokter umum. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.1996
24. S. Snell, Richard. Anatomi
Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC. 2006
25. Lip GYH,Gibbs CR, Beevers
DG. ABC of heart failure. Etiology : BMJ 2000
26. Departemen
Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2001: Menuju Indonesia Sehat 2010.
Jakarta, 2002.
27. Data
pasien rawat inap di bangsal perawatan jantung tahun 2012.
28. Notoatmodjo,
Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2005
29. Patel, Pradip R.
Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga. 2006
30. Melisa Yutio.
Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Gagal Jantung pada Pasien
Rawat Jalan di RSU Tasikmalaya.
31. Mariyono, Harbanu
H, Anwar Santoso. Gagal Jantung. 2008
32. Ardini, Desta Nur
Ewika. Perbedaan Etiologi Gagal Jantung Kongestif pada Usia
Lanjut dengan Usia Dewasa Dirumah Sakit Dr. Kariadi. 2006
33. Jurnal
: Heart failure in patients seeking medical help at outpatients clinics. Part
I. General characteristics. 2000
34. Jurnal
: Kathmandu University Medical Journal (2009), Vol.
7, No. 4, Issue 28, 438-444
35. Jurnal :Effect of
obesity and being overweight on long-term mortality in congestive heart
failure: influence of left ventricular systolic function. 2005
36. Yasmina D.K. Hubungan Antara Riwayat Hipertensi
dengan Angka Mortalitas Gagal Jantung Akut Selama Perawatan di Lima RS di
Indonesia. FK UI. 2009
37. Jurnal Kardiologi Indonesia. Alvin
Nursalim, Yoga Yuniadi. Paradox
Obesitas pada Pasien Gagal Jantung. 2011.
38. Anwar,
T. Bahari. Faktor Risiko
Penyakit Jantung Koroner. (http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-bahri4.pdf). FK USU. 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar