KATA PENGANTAR
Puji syukur
atas rahmat dan karunia Tuhan Yang maha Esa, dimana sampai hari ini kami masih
diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah dengan judul “Konsep Spiritual
dan Seksualitas Pada Lansia ”. Terima kasih kami ucapkan kepada
1. Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan kami jalan yang lancar dalam
menyelesaikan makalah ini
2. Teman teman yang sudah mendukung dalam
penyelesaian tugas ini
3. Orang tua yang telah membantu baik materi maupun
nonmateri
4. Seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah baik secara langsung maupun tak langsung.
Peribahasa mengatakan bahwa tak ada gading yang tak retak, kami yakin
bahwa makalah ini belum sempurna. Akhir kata, mohon maaf bila ada salah kata
dan juga kesalahan dalam proses pengerjaan tugas ini. Terima Kasih.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
1. Spirirtual
Indonesia
adalah negara yang menganut dan mengakui faham Ketuhanan. Sikap ini tercermin
dari rumusan konstitusi dasar negara Pancasila, dalam pernyataan sila
pertamanya, Ketuhanan yang Maha Esa. Telah dipahami bersama bahwa Dasar Negara
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia.
Pernyataan tersebut mengandung arti, semua peraturan perundangan yang ada di
Indonesia harus merujuk dan tidak boleh bertentangan dengannya. Konsekwensi
dari sikap konstitusional itu diantaranya adalah semua penduduk di Indonesia
wajib berketuhanan dan dilarang berkembangnya ateisme. Klien adalah anggota masyarakat
yang merupakan bagian dari penduduk baik dalam skala nasional (klien sebagai
bagian dari penduduk suatu negara) maupun dalam skala global (klien sebagai
bagian dari penduduk dunia).
Klien
dalam perspektif keperawatan seperti dikemukakan Henderson (2006) merupakan
individu, keluarga atau masyarakat yang memiliki masalah kesehatan dan
membutuhkan bantuan untuk dapat memelihara, mempertahankan dan meningkatkan
status kesehatannya. Sebagai manusia, klien selain sebagai mahluk individu,
juga merupakan mahkuk sosial dan mahluk Tuhan. Berdasarkan hakikat manusia itu,
maka keperawatan memandang manusia sebagai mahluk yang holistik yang terdiri
atas aspek biologis (fisiologis), psikologis, sosiologis, kultural dan
spiritual. Hal ini seperti di nyatakan Xiaohan (2005) bahwa manusia merupakan
satu kesatuan yang utuh yang terdiri atas fisiologis (physiological),
psikologis (psychological), sosial (social), spiritual (spiritual), dan
kultural (cultural). Hal serupa dikemukakan Dossey & Dossey (1998), Govier
(2000), dan Stoter (1995) dalam Govier (2000) yang menyatakan bahwa manusia
merupakan mahluk unik dan kompleks yang terdiri atas berbagai dimensi. Dimensi
yang komprehensif pada manusia itu meliputi dimensi biologis (fisik),
psikologis, sosial, kultural dan spiritual.
Dalam
kata lain, Makhija (2002) mendeskripsikan bahwa tiap individu manusia adalah
mahluk yang holistik yang tersusun atas body, main dan spirit. Beberapa
pandangan pakar di atas, sesungguhnya memiliki esensi yang sama bahwa manusia
adalah mahluk unik yang utuh menyeluruh, yang tidak saja terdiri atas aspek
fisik, melainkan juga psikologis, sosial, kultural dan spiritual. Tidak
terpenuhinya kebutuhan manusia pada salah satu saja diantara dimensi di atas
akan menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak sehat. Kondisi tersebut
dapat dipahami mengingat dimensi fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan
kultural atau dimensi body, main dan spirit merupakan satu kesatuan yang utuh. Tiap
bagian dari individu tersebut tidaklah akan mencapai kesejahteraan tanpa
keseluruhan bagian tersebut sejahtera. Terkait konsep ini, Plato dalam Makhija
(2002) mengungkapkan bahwa tidak sepatutnya berusaha mengobati dan menyembuhkan
mata tanpa kepala, atau mengobati kepala tanpa badan, demikian juga badan tanpa
jiwa, karena bagian-bagian tersebut tidak akan pernah sejahtera kecuali
keseluruhannya sejahtera.
Kesadaran
akan konsep ini melahirkan keyakinan dalam keperawatan bahwa pemberian asuhan
keperawatan hendaknya bersifat komprehensif atau holistik, yang tidak saja
memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan kultural tetapi juga
kebutuhan spiritual klien.
Dimensi
spiritual merupakan salah satu dimensi penting yang perlu diperhatikan oleh
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada semua klien. Bahkan, Makhija
(2002) menyatakan bahwa keimanan atau keyakinan religius adalah sangat penting
dalam kehidupan personal individu. Lebih lanjut dikatakannya, keimanan
diketahui sebagai suatu faktor yang sangat kuat (powerful) dalam penyembuhan
dan pemulihan fisik. Mengingat pentingnya peranan spiritual dalam penyembuhan
dan pemulihan kesehatan maka penting bagi perawat untuk meningkatkan pemahaman
tentang konsep spiritual agar dapat memberikan asuhan spiritual dengan baik
kepada semua klien.Sementara itu, jika kita lakukan analisis situasi saat ini,
termasuk di Indonesia, kenyataannya menunjukan bahwa asuhan spiritual
(spiritual care) belum diberikan oleh perawat secara kompeten. Setidaknya fakta
tersebut, didasarkan oleh beberapa data yang didapat penulis dari hasil
penelusuran terhadap berbagai sumber di beberapa negara maupun pengalaman dan
observasi klinis penulis di beberapa institusi atau lembaga pelayanan kesehatan
dimana penulis pernah melaksanakan praktik klinik. Fakta tersebut antara lain
seperti yang di kemukakan oleh: 1) Rankin dan DeLashmutt (2006) dalam
penelitiannya yang menemukan bahwa banyak perawat mengakui belum memahami
secara jelas dan mengalami kebingungan antara konsep spiritualitas dan
religius, 2) kesimpulan Rieg, Mason dan Preston, (2006) dalam studinya juga
memperlihatkan terdapat banyak perawat yang mengakui bahwa mereka tidak dapat
memberikan asuhan spiritual secara kompeten karena selama masa pendidikannya
mereka kurang mendapatkan panduan tentang bagaimana memberikan asuhan spiritual
secara kompeten, 3) Makhija (2002) melihat bahwa praktik asuhan spiritual
menjadi sulit ditemukan akibat terjadinya pergeseran budaya dalam pelayanan
kesehatan dan kedokteran yang lebih berespon terhadap kepentingan bisnis yang
berorientasi material, dan 4) kesimpulan sementara penulis dari hasil observasi
penulis selama melaksanakan praktik di tatanan pelayanan kesehatan yang
menyimpulkan bahwa asuhan spiritual belum dilakukan oleh perawat dalam praktik
profesionalnya sehari-hari dengan dibuktikan oleh sulitnya menemukan dokumen
dalam catatan keperawatan yang memperlihatkan bukti bahwa asuhan spiritual
telah dilakukan dengan baik.
Disamping
itu merujuk pada hasil riset yang dilakukan di negara lain seperti oleh Oswald
(2004) dalam disertasinya berjudul Nurses’s Perception of Spirituality and
Spiritual Care di Drake University Amerika, yang merekomendasikan empat hal
untuk dilakukakn penelitian lebih lanjut meliputi 1) perlunya penelitian
lanjutan yang serupa pada populasi dan lokasi (termasuk negara) berbeda, yang
mempunyai latar belakang sosiobudaya berbeda, 2) penelitian dilakukan dalam
kerangka waktu yang lebih panjang, 3) perlunya memperluas data demografi
meliputi tiga area antara lain lokasi dimana perawat melakukan praktik
profesionalnya (location of practice), tingkat pendidikan perawat (educational
level of the nurse), dan lamanya bekerja (years of service in the profession);
dan 4) penelitian spiritualitas dan asuhan spiritual dalam kurikulum pendidikan
keperawatan. Hasil studi tersebut kiranya menjadi fenomena penting yang perlu
dilakukan studi lebih lanjut.
Berdasarkan uraian di
atas tampak adanya dua pertentangan antara pentingnya asuhan spiritual di satu
sisi dan fakta permasalahan aplikasi asuhan spiritual oleh perawat di sisi
lainnya, sekaligus juga peluang dan tantangan untuka melakukan studi lebih
lanjut terkait dengan spiritualitas dan asuhan spiritual. Untuk itu perlu
direnungkan dan dilakukan pengkajian lebih lanjut bagaimana persepsi perawat
tentang konsep spiritualitas dan asuhan spiritual, sebagai langkah awal untuk
mulai memfokuskan dan mendudukan sama pentingnya aspek spiritual, seperti juga
aspek lainnya (fisik, psiko, dll). Setelah itu perlu pula studi lanjutan
tentang faktor-faktor apa yang mempengaruhi implementasi asuhan spiritual, baik
faktor pendukung maupun penghambatnya. Nilai yang membentuk dan mempengaruhi
kehidupan kita adalah keabadian dan kesehatan. Kesehatan seseorang bergantung
pada keseimbangan variabel fisik, psikologis, sosiologis, cultural,
perkembangan an spiritual. Kesejahteraan spiritual adalah suatu aspek yang
terintegrasi dari manusia secara keseluruhan, yang ditanai oleh makna dan
harapan ( Clark at all, 1991 ) spiritualitas memberi dimensi luas pada pandangan
holistic kemanusiaan. Agar perawat dapat memberikan keperawatan yang
berkualitas, mereka harus mendukung klien seperti halnya ketika mereka
mengidentifikasikan dan mengeksplorasi apa yang sangat bermakna dalam kehidupan
mereka dan ketika mereka menemukan cara untuk mengadaptasi nyeri dan menderita
penyakit. Keperawatan membutuhkan keterampilan dalam keperawatan spiritual.
Setiap perawat harus memahami tentang spiritualitas dan bagaimana keyakinan
spiritual mempengaruhi kehidupan setiap orang. Berdasarkan latar belakang
diatas, maka makalah ini akan membahas mengenai konsep umum spiritualitas pada
lansia.
2. Seksualitas
Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga
kualitas kehidupan seksual ikut menentukan kualitas hidup. Hubungan seksual
yang sehat adalah hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati bersama
pasangan suami dan istri dan tidak menimbulkan akibat buruk baik fisik maupun
psikis termasuk dalam hal ini pasangan lansia.
Dewasa lanjut (Late adult hood) atau lebih dikenal dengan
istilah lansia adalah periode dimana seseorang telah mencapai
usia diatas 45 tahun. Pada periode ini masalah seksual masih
mendatangkan pandangan bias terutama pada wanita yang menikah, termasuk
didalamnya aspek sosio-ekonomi. Pada pria lansia masalah terbesar adalah
masalah psikis dan jasmani, sedangkan pada wanita lansia lebih
didominasi oleh perasaan usia tua atau merasa tua.
Pada penelitian di negara barat, pandangan biasa tersebut jelas terlihat.
Penelitian Kinsey yang mengambil sampel ribuan orang, ternyata hanya mengambil
31 wanita dan 48 pria yang berusia diatas 65 tahun. Penelitian Masters-Jonhson
juga terutama mengambil sampel mereka yang berusia antara 50-70 tahun, sedang
penelitian Hite dengan 1066 sampel hanya memasukkan 6 orang wanita berusia di
atas 70 tahun(Alexander and Allison,1995).
Penelitian akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa:
a.
Banyak golongan lansia tetap
menjalankan aktifitas seksual sampai usia yang cukup lanjut, dan aktifitas
tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan dan ketiadaan pasangan.
b.
Aktifitas dan perhatian seksual
pasangan suami istri lansia yang sehat berkaitan dengan pengalaman seksual
kedua pasangan tersebut sebelumnya.
c.
Mengingat bahwa kemungkinan hidup
seorang wanita lebih panjang dari pria, seorang wanita lansia yang ditinggal
mati suaminya akan sulit untuk menemukan pasangan hidup.
Saat ini jumlah wanita di Indonesia yang memiliki Usia Harapan Hidup (UHH)
diatas 45 tahun lebih meningkat dan pada usia tersebut wanita masih berharap
dapat melakukan hubungan seksual secara normal. Karena faktor usia, hubungan
seksual pada lansia umumnya memiliki frekwensi yang relatif rendah, sehingga
diperlukan suatu penelaahan tentang masalah seksual pada lansia.
Fenomena sekarang, tidak semua lansia dapat merasakan kehidupan seksual
yang harmonis. Ada tiga penyebab mengapa kehidupan seksual tidak
harmonis. Pertama, komunikasi seksual diantara pasangan tidak baik. Kedua,
pengetahuan seksual tidak benar. Ketiga karena gangguan fungsi seksual pada
salah satu maupun kedua pihak bisa karena perubahan fisiologis maupun
patologis.
Agar kualitas hidup lansia tidak
sampai terganggu karena masalah seksual, maka setiap disfungsi seksual harus
segra diatasi dengan cara yang benar dan ilmiah. Yang perlu diperhatikan dalam penanganan
disfungsi seksual ialah pertama kita harus menentukan jenis disfungsi seksual
dengan tepat, mencari penyebabnya, memberikan pengobatan sesuai penyebab dan
untuk memperbaiki fungsi seksual seperti dijelaskan dalam makalah ini.
3. Lanjut Usia
Menurut
Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia
menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.Sementara itu WHO mengatakan bahwa lanjut usia meliputi usia pertengahan yaitu kelompok usia 45-59 tahun (Nugroho, 1999) dan mengidentikasikan lanjut usia sebagai kelompok masyarakat yang mudah terserang kemunduran fisik dan mental (Watson, 2003).Berbagai istilah berkembang terkait dengn lanjut usia (lansia) yaitu: gerontologi, geriatric dan keperawatan gerontik. Gerontology berasal dari kata geros artinya lanjut usia dan logos adalah ilmu. Jadi gorontology adalah ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai faktor-faktor yang menyangkut lanjut usia. Sedangkan lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas (Nugroho, 2000)
menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.Sementara itu WHO mengatakan bahwa lanjut usia meliputi usia pertengahan yaitu kelompok usia 45-59 tahun (Nugroho, 1999) dan mengidentikasikan lanjut usia sebagai kelompok masyarakat yang mudah terserang kemunduran fisik dan mental (Watson, 2003).Berbagai istilah berkembang terkait dengn lanjut usia (lansia) yaitu: gerontologi, geriatric dan keperawatan gerontik. Gerontology berasal dari kata geros artinya lanjut usia dan logos adalah ilmu. Jadi gorontology adalah ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai faktor-faktor yang menyangkut lanjut usia. Sedangkan lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas (Nugroho, 2000)
B.
Tujuan
1. Tujuan
umum
a. Diharapkan
mahasiswa mengetahui tentang konsep umum spiritual pada pasien lansia.
b. Mengetahui
masalah seksual pada masa usia lanjut
2. Tujuan
khusus
a. Mahasiswa
mengetahui pengertian spiritual
b. Mahasiswa
mengetahui dimensi spiritual lansia
c. Mahasiswa
mengetahui perkembangan spiritual lansia
d. Mahasiswa
mengetahui kebutuhan dasar spiritual pada lansia
e. Mahasiswa
mengetahui sikap kelompok lansia tentang sakit dan kematian
f.
Mengetahui karakteristik masa usia
lanjut
g. Mengetahui
perubahan-perubahan pada masa usia lanjut
h. Mengetahui
masalah seksual pada masa usia lanjut
i.
Mengetahui cara mengatasi permasalah
seksual pada masa usia lanjut
C. Rumusan Masalah
1. Apa perubahan anatomik sistem genetalia pada
lansia?
2. Apa perubahan fisiologik aktivitas seksual
akibat proses penuaan bila ditinjau dari pembagian tahapan seksual?
3. Apa di samping faktor perubahan fisik, faktor
psikologi juga sering kali menyebabkan penurunan fungsi dan potensi seksual
pada lanjut usia?
4. Apa beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah
kehidupan social?
5. Apa upaya mengatasi permasalahan seksual pada lansia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Usia Lanjut
1. Pengertian
Usia Lanjut
Menurut Undang-Undang No.13 Tahun
1998 tentang kesejahteraan lanjut usia
menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.Sementara itu WHO mengatakan bahwa lanjut usia meliputi usia pertengahan yaitu kelompok usia 45-59 tahun (Nugroho, 1999) dan mengidentikasikan lanjut usia sebagai kelompok masyarakat yang mudah terserang kemunduran fisik dan mental (Watson, 2003).Berbagai istilah berkembang terkait dengn lanjut usia (lansia) yaitu: gerontologi, geriatric dan keperawatan gerontik. Gerontology berasal dari kata geros artinya lanjut usia dan logos adalah ilmu. Jadi gorontology adalah ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai faktor-faktor yang menyangkut lanjut usia. Sedangkan lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas (Nugroho, 2000).
menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.Sementara itu WHO mengatakan bahwa lanjut usia meliputi usia pertengahan yaitu kelompok usia 45-59 tahun (Nugroho, 1999) dan mengidentikasikan lanjut usia sebagai kelompok masyarakat yang mudah terserang kemunduran fisik dan mental (Watson, 2003).Berbagai istilah berkembang terkait dengn lanjut usia (lansia) yaitu: gerontologi, geriatric dan keperawatan gerontik. Gerontology berasal dari kata geros artinya lanjut usia dan logos adalah ilmu. Jadi gorontology adalah ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai faktor-faktor yang menyangkut lanjut usia. Sedangkan lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas (Nugroho, 2000).
2. Batasan-Batasan
Lanjut Usia
Mengenai
kapankah orang disebut lanjut usia, sulit dijawab secara memuaskan.
Dibawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur.
Dibawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur.
a. Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia, lanjut usia meliputi :
1. Usia
pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45-59 tahun.
2. Lanjut
usia (elderly) adalah usia antara 60-74 tahun.
3. Lanjut
usia tua (old) adalah usia antara 75-90 tahun.
4. Usia
sangat tua (very old) adalah usia diatas 90 tahun.
b. Menurut
Prof.Dr. Sumiati Ahmad Mohammad
Membagi periodisasi
biologis perkembangan manusia sebagai berikut :
1. 0-1
tahun (masa bayi)
2. 1-6
tahun (masa prasekolah
3. 6-10
tahun (masa sekolah)
4. 10-20
tahun (masa pubertas)
5. 20-40
tahun (masa dewasa)
6. 40-65
tahun (masa setengah umur/prapensiun)
7. 65
tahun keatas (lanjut usia)
c. Menurut
Dra. Jos Masdani (Psikolog UI)
Mengatakan usia lanjut
merupakan kelanjutan dari usia dewasa.
Kedewasaan dapat dibagi
menjadi empat bagian, yaitu :
1. Fase
iuventus : 25-40 tahun
2. Fase
verilitas : 40-50 tahun
3. Fase
prapensiun : 55-65 tahun
4. Fase
senium : 65 tahun hingga tutup usia.
d. Menurut
Prof.Dr. Koesoemato Setyonegoro
1. sia
dewasa muda (elderly Adulhood) = 18/20-25 tahun.
2. Usia
dewasa penuh (Middle Years) = 25-60/65 tahun.
3. Usia
lanjut (Geriatric Age) = > 65/70 tahun , terbagi
;
· untuk
umur 70-75 tahun (young Old)
· untuk
umur 75-80 tahun (old)
· untuk
umur > 80 tahun (very old)
Jika dilihat dari pembagian umur
dari beberapa ahli tersebut diatas, dapat
disimpulkan bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang- orang yang telah berumur 65 tahun keatas. Saat ini berlaku UU No 13/tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia yang berbunyi “ Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas” (Nugroho, 2008).
disimpulkan bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang- orang yang telah berumur 65 tahun keatas. Saat ini berlaku UU No 13/tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia yang berbunyi “ Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas” (Nugroho, 2008).
3. Teori-Teori
Proses Menua.
a.
Teori Genetic Clock
Menurut
teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu.
Setiap spesies mempunyai didalam nuclei (inti sel) nya suatu jam genetik yang
telah diputar menurut suatu replikasi tertentu (Nugroho, 2003).
b.
Mutasi Somatik (Teori
Error Catastrophe).
Hal
penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-faktor penyebab
terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi
somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat
memperpendek umur, sebaliknya menghindari radiasi dan zat kimia yang bersifat
toksik dapat memperpanjang umur (Nugroho, 2003)
c. Teori
menua akibat metabolisme
Perpanjangan
umur karena penurunan jumlah kalori tersebut, antara lain disebabkan karena
menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme (Darmodjo, 2000)
B.
Spiritual
pada lansia
1. Defenisi
Spiritual
Spiritual
adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang manusia dalam kehidupannya
tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan dasar tersebut meliputi:
kebutuhan fisiologis,
keamanan dan keselamatan, cinta kasih, dihargai dan aktualitas diri. Aktualitas
diri merupakan sebuah tahapan Spiritual seseorang, dimana berlimpah dengan
kreativitas, intuisi, keceriaan, sukacita, kasih sayang, kedamaian, toleransi,
kerendahatian serta memiliki tujuan hidup yang jelas (Maslow 1970, dikutip dari
Prijosaksono, 2003).
Spiritual
adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta
(Hamid, 1999). Spiritual juga disebut sebagai sesuatu yang dirasakan tentang
diri sendiri dan hubungan dengan orang lain, yang dapat diwujudkan dengan sikap
mengasihi orang lain, baik dan ramah terhadap orang lain, menghormati setiap
orang untuk membuat perasaan senang seseorang. Spiritual adalah kehidupan,
tidak hanya doa, mengenal dan mengakui Tuhan (Nelson, 2002).
Menurut Mickley et al
(1992) menguraikan Spiritual sebagai suatu yang multidimensi yaitu dimensi
eksitensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan
arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang
dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Spiritual sebagai konsep dua dimensi, dimensi
vertikal sebagai hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun
kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan dengan diri
sendiri, dengan orangUniversitas Sumatera Utara lain dan lingkungan. Terdapat
hubungan terus-menerus antara dua dimensi tersebut (Stoll, 1989; dikutip dari
Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
Beberapa
istilah yang membantu dalam pemahaman tentang spiritual adalah :
kesehatan spiritual adalah rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri dengan orang lain, alam, dan lingkungan yang tertinggi (Hungelmann et al, 1985 dalam Potter & Perry, 1995). Ketidakseimbangan spiritual (Spirituality Disequilibrium) adalah sebuah kekacauan jiwa yang terjadi ketika kepercayaan yang dipegang teguh tergoncang hebat. Kekacauan ini seringkali muncul ketika penyakit yang mengancam hidup berhasil didiagnosis (Taylor, 2002 dikutip dari Young, 2007).
kesehatan spiritual adalah rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri dengan orang lain, alam, dan lingkungan yang tertinggi (Hungelmann et al, 1985 dalam Potter & Perry, 1995). Ketidakseimbangan spiritual (Spirituality Disequilibrium) adalah sebuah kekacauan jiwa yang terjadi ketika kepercayaan yang dipegang teguh tergoncang hebat. Kekacauan ini seringkali muncul ketika penyakit yang mengancam hidup berhasil didiagnosis (Taylor, 2002 dikutip dari Young, 2007).
Spiritualitas adalah
hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha pencipta, tergantung dengan
kepercayaan yang dianut oleh individu. Spiritual adalah kebutuhan dasar dan
pencapaian tertinggi seorang manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku
atau asal-usul. Kebutuhan dasar tersebut meliputi: kebutuhan fisiologis,
keamanan dan keselamatan, cinta kasih, dihargai dan aktualitas diri. Aktualitas
diri merupakan sebuah tahapan Spiritual seseorang, dimana berlimpah dengan
kreativitas, intuisi, keceriaan, sukacita, kasih sayang, kedamaian, toleransi,
kerendahatian serta memiliki tujuan hidup yang jelas (Maslow 1970, dikutip dari
Prijosaksono, 2003).
Berdasarkan
konsep keperawatan, makna spiritual dapat dihubungkan dengan kata-kata : makna,
harapan, kerukunan, dan system kepercayaan (Dyson, Cobb, Forman,1997). Dyson
mengamati bahwa perawat menemukan aspek spiritual tersebut dalam hubungan
dengan seseorang dengan dirinya sendiri, orang lain dan dengan Tuhan. Para ahli
keperawatan menyimpilkan bahwa spiritual merupakan sebuah konsep yang dapat
diterapkan pada seluruh manusia. Spiritual juga merupakan aspek yang menyatu
dan universal bagi semua manusia. Setiap orang memiliki dimensi spiritual.
Dimensi ini mengintegrasi, memotivasi, menggerakkan, dan mempengaruhi seluruh
aspek hidup manusia.
2. Karakteristik
Spiritual
Terdapat
beberapa karakteristik Spiritual yang meliputi :
a. Hubungan
dengan diri sendiri
Merupakan
kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan diri yaitu siapa
dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang menyangkut kepercayaan
pada diri-sendiri, percaya pada kehidupan atau masa depan, ketenangan pikiran,
serta keselarasan dengan diri-sendiri. Kekuatan yang timbul dari diri seseorang
membantunya menyadari makna dan tujuan hidupnya, diantaranya memandang
pengalaman hidupnya sebagai pengalaman yang positif, kepuasan hidup, optimis
terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang semakin jelas (Kozier, Erb, Blais
& Wilkinson, 1995).
Kepercayaan
(Faith). Menurut Fowler dan keen (1985) kepercayaan bersifat universal, dimana
merupakan penerimaan individu terhadap kebenaran yang tidak dapat dibuktikan
dengan pikran yang logis. Kepercayaan dapat memberikan arti hidup dan kekuatan bagi individu ketika mengalami
kesulitan atau stress. Mempunyai kepercayaan berarti mempunyai komitmen
terhadap sesuatu atau seseorang sehingga dapat memahami kehidupan manusia
dengan wawasan yang lebih luas.
Harapan (Hope). Harapan
berhubungan dengan ketidakpastian dalam hidup dan merupakan suatu proses
interpersonal yang terbina melalui hubungan saling percaya dengan orang lain,
termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat penting bagi individu untuk
mempertahankan hidup, tanpa harapan banyak orang menjadi depresi dan lebih
cenderung terkena penyakit (Grimm, 1991)
Makna
atau arti dalam hidup (Meaning of live). Perasaan mengetahui makna hidup, yang
kadang diidentikan dengan perasaan dekat dengan Tuhan , merasakan hidup sebagai
suatu pengalaman yang positif seperti membicarakan tentang situasi yang nyata,
membuat hidup lebih terarah, penuh harapan tentang masa depan, merasa mencintai
dan dicintai oleh orang lain (Puchalski, 2004).
b. Hubungan
dengan orang lain
Hubungan
ini terbagi atas harmonis dan tidak harmonisnya hubungan dengan orang lain.
Keadaan harmonis meliputi pembagian waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal
balik, mengasuh anak, mengasuh orang tua dan orang yang sakit, serta meyakini
kehidupan dan kematian. Sedangkan kondisi yang tidak harmonis mencakup konflik
dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi,
serta keterbatasan asosiasi (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995). Hubungan
dengan orang lain lahir dari kebutuhan akan keadilan dan kebaikan, menghargai
kelemahan dan kepekaan orang lain, rasa takut akan kesepian, keinginan dihargai
dan diperhatikan, dan lain sebagainya. Dengan demikian apabila seseorang
mengalami kekurangan ataupun mengalami stres, maka orang lain dapat memberi
bantuan psikologis dan sosial (Carm & Carm, 2000).
Maaf
dan pengampunan (forgiveness). Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan
kekuatan dalam diri sendiri seperti marah, mengingkari, rasa bersalah, malu,
bingung, meyakini bahwa Tuhan sedang menghukum serta mengembangkan arti
penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau penderitaan. Dengan
pengampunan, seorang individu dapat meningkatkan koping terhadap stres, cemas,
depresi dan tekanan emosional, penyakit fisik serta meningkatkan perilaku sehat
dan perasaan damai (Puchalski, 2004).
Cinta kasih dan
dukungan sosial (Love and social support). Keinginan untuk
menjalin dan mengembangkan hubungan antar manusia yang positif melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta kasih. Teman dan keluarga dekat dapat memberikan bantuan dan dukungan emosional untuk melawan banyak penyakit. Seseorang yang mempunyai pengalaman cinta kasih dan dukungan sosial yang kuat cenderung untuk menentang perilaku tidak sehat dan melindungi individu dari penyakit jantung (Hart, 2002).
menjalin dan mengembangkan hubungan antar manusia yang positif melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta kasih. Teman dan keluarga dekat dapat memberikan bantuan dan dukungan emosional untuk melawan banyak penyakit. Seseorang yang mempunyai pengalaman cinta kasih dan dukungan sosial yang kuat cenderung untuk menentang perilaku tidak sehat dan melindungi individu dari penyakit jantung (Hart, 2002).
c. Hubungan
dengan alam
Harmoni
merupakan gambaran hubungan seseorang dengan alam yang meliputi pengetahuan
tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam serta
melindungi alam tersebut (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
Rekreasi
(Joy). Rekreasi merupakan kebutuhan spiritual seseorang dalam menumbuhkan
keyakinan, rahmat, rasa terima kasih, harapan dan cinta kasih. Dengan rekreasi
seseorang dapat menyelaraskan antara jasmani dan rohani sehingga timbul
perasaan kesenangan dan kepuasaan dalam pemenuhan hal-hal yang dianggap penting
dalam hidup seperti nonton televisi, dengar musik, olah raga dan lain-lain
(Puchalski, 2004).
Kedamaian
(Peace). Kedamaian merupakan keadilan, rasa kasihan dan kesatuan. Dengan
kedamaian seseorang akan merasa lebih tenang dan dapat meningkatkan status
kesehatan (Hamid, 2000).
d. Hubungan
dengan Tuhan
Meliputi
agama maupun tidak agamais. Keadaan ini menyangkut sembahyang dan berdoa,
keikutsertaan dalam kegiatan ibadah, perlengkapan keagamaan, serta bersatu
dengan alam (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995). Dapat disimpulkan bahwa
seseorang terpenuhi kebutuhan Spiritual apabila mampu merumuskan arti personal
yang positif tentang tujuan keberadaannya di dunia/kehidupan, mengembangkan
arti penderitaan serta meyakini hikmah dari satu kejadian atau penderitaan,
menjalin hubungan yang positif dan dinamis, membina integritas personal dan
merasa diri berharga, merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan
dan mengembangkan hubungan antar manusia yang positif (Hamid, 1999).
3. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Spiritual
Menurut
Taylor (1997) dan Craven & Hirnle (1996) dalam Hamid (2000), faktor penting
yang dapat mempengaruhi Spiritual seseorang adalah :
a. Tahap
perkembangan
Spiritual
berhubungan dengan kekuasaan non material, seseorang harus memiliki beberapa
kemampuan berfikir abstrak sebelum mulai mengerti spiritual dan menggali suatu
hubungan dengan yang Maha Kuasa. Hal ini bukan berarti bahwa Spiritual tidak
memiliki makna bagi seseorang.
b. Peranan
keluarga penting dalam perkembangan Spiritual individu.
Tidak
begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang Tuhan dan agama, tapi individu
belajar tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari tingkah laku
keluarganya. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan dunia
pertama dimana individu mempunyai pandangan, pengalaman tehadap dunia yang
diwarnai oleh pengalaman dengan keluarganya (Taylor, Lillis & LeMone,
1997).
c. Latar
belakang etnik dan budaya
Sikap,
keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya. Pada
umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak
belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai moral dari
hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan.
d. Pengalaman
hidup sebelumnya
Pengalaman
hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi Spiritual sesorang
dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara
spiritual pengalaman tersebut (Taylor, Lilis dan Lemon, 1997). Peristiwa dalam
kehidupan seseorang dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada
manusia menguji imannya.
e. Krisis
dan perubahan
Krisis
dan perubahan dapat menguatkan kedalam spiritual seseorang. Krisis sering dialami
ketika seseorang menghadi penyakit, penderitaan, proses spenuaan,
kehilangan dan bahkan kematian, khususnya pada pasien dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual yang bersifat fiskal dan emosional (Toth, 1992; dikutip dari Craven & Hirnle, 1996).
kehilangan dan bahkan kematian, khususnya pada pasien dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual yang bersifat fiskal dan emosional (Toth, 1992; dikutip dari Craven & Hirnle, 1996).
f. Terpisah
dari ikatan spiritual
Menderita
sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu merasa terisolasi
dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup
sehari-hari juga berubah, antara lain tidak dapat menghadiri acara resmi,
mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau
teman dekat yang bisa memberikan dukungan setiap saat diinginkan (Hamid, 2000)
g. Isu
moral terkait dengan terapi
Pada kebanyakan agama,
proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukan kebesaran-Nya,
walaupun ada juga agama yang menolak intervensi pengobatan (Hamid, 2000).
4. Perkembangan
Spiritual pada Lansia
Kelompok
usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama
dan berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama
yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak
aktif serta menghadapi kematian orang lain (saudara, sahabat)menimbulkan rasa
kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering
dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam
kehidupan dan merasa berharga serta l ebih dapat menerima kematian sebagai
sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan (Hamid, 2000).
5. Penyesuaian-
Penyesuaian pada Lanjut Usia
A. Beberapa
penyesuaian yang dihadapi para lanjut usia yang sangat mempengaruhi kesehatan
jiwanya diantaranya
a. Penyesuaian
terhadap masalah kesehatan
Setelah
orang memasuki lanjut usia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang
bersifat patologis berganda, misalnya tenaga berkurang, kulit makin keriput,
gigi mulai rontok, tulang makin rapuh, dan lain-lain (Kuntjoro, 2002). Adapun
perubahan fisik yang dialami meliputi seluruh sistem tubuh yakni sistem
pendengaran, penglihatan, persarafan, dan sistem tubuh lainya (Nugroho, 1999).
b. Penyesuaian
pekerjan dan masa pensiun
Sikap
kerja sangat penting bagi semua tingkat usia terutama usia lanjut karena sikap
kerja ini tidak hanya kualitas kerja yang mereka lakukan tetapi juga sikapnya
terhadap masa pensiun yang akan datang (Hurlock, 1999). Masa pensiun seringkali
dianggap sebagai suatu kondisi yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masa
tiba mereka merasa cemas pada kehidupan yang akan dihadapinya. Oleh karena itu,
sebagian lanjut usia umumnya kurang menikmati masa tua dengan hidup santai,
namun sebaliknya mengalami masalah kejiwaan maupun fisik (Rini, 2001).
c. Penyesuaian
terhadap berbagai perubahan dalam keluarga
Penyesuaian
yang dihadapi lanjut usia diantaranya hubungan dengan pasangan, perubahan
perlaku, seksual dan sikap sosialnya, dan status ekonomi. Khususnya aspek
sosial pada lanjut usia yang pada umumnya mengalami penurunan fungsi tubuh
sering menimbulkan keterasingan. Dari segi ekonomi, pendapatan yang diperoleh
lanjut usia akan berkurang karena tidak memiliki pekerjaan lagi (Kuntjoro,
2002). Selain itu, lanjut usia akan merasa sulit untuk menyesuaikan diri dengan
permasalahan keuangan karena menyadari kecilnya kesempatan untuk memecahkan
masalah tersebut (Hurlock, 1999)
d. Penyesuaian
terhadap hilangnya pasangan dan orang yang dicintai
Penyesuaian
utama yang harus dilakukan oleh lanjut usia adalah penyesuaian yang dilakukan
karena kehilangan pasangan hidup. Kehilangan tersebut dapat disebabkan oleh
kematian atau penceraian (Hurlock, 1999). Kondisi ini mengakibatkan gangguan
emosional dimana lanjut usia akan merasa sedih akibat kehilangan orang yang
dicintainya (Hidayat, 2004).
6. Dimensi
Spiritual Pada Pasien Lansia
Menurut
Koezier & Wilkinson, 1993 cit Hamid, 2000, dimensi spiritual adalah upaya
untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang
untuk menjawab atau mendapat kekuatan ketika sedang menghadapi stres emosional,
penyakit fisik atau kematian. kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia.
Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia (Kozier, 2004)
Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia (Kozier, 2004)
Spiritualitas
sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama,
Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi
agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa.
Spirituaiitas sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal adalah hubungan
dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan
dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang
lain dan dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua
dimensi tersebut (Hawari, 2002).
7. Perkembangan
Spiritual Pada Pasien Lansia
Kelompok
usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama
dan berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama
yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak
aktif serta menghadapi kematian orang lain (saudara, sahabat) menimbulkan rasa
kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering
dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam
kehidupan dan merasa berharga serta lebih dapat menerima kematian sebagai
sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan (Hamid, 2000).
Mubarak et.al (2006),
perkembangan spiritual yang terjadi pada lanjut usia antara lain: 1)
agama/kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan; 2) lanjut usia makin
matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak dalam sehari-hari. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut
Fowler : universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berfikir
dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan.
8. Konsep
Kebutuhan Dasar Spiritual
1. Pengertian
kebutuhan dasar spiritual
2. Kebutuhan
spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan
keyakinan dan rnemenuhi
kewajiban agamas serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan,
mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan. Kebutuhan
spiritual adalah kebutuhan mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk
mencintai dan dicintai, serta kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf
(Kozier, 2004).
Kebutuhan
spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan
dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan.
dapat disimpulkan kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti
dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan
dan kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf. (Hamid, 2000)
Menginventarisasi 10 butir kebutuhan dasar spiritual manusia (Clinebell dalam
Hawari, 2002), yaitu :
a. Kebutuhan
akan kepercayaan dasar (basic trust), kebutuhan ini secara terus-menerus
diulang guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah ibadah.
b. Kebutuhan
akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan untuk menemukan makna hidup dalam
membangun hubungan yang selaras dengan Tuhannya (vertikal) dan sesama manusia
(horisontat) serta alam sekitaraya
c. Kebutuhan
akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian, pengalaman agama
integratif antara ritual peribadatan dengan pengalaman dalam kehidupan
sehari-hari.
d. Kebutuhan
akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan hubungan dengan Tuhan,
tujuannya agar keimanan seseorang tidak melemah.
e. Kebutuhan
akan bebas dari rasa bersalah dan dosa. rasa bersaiah dan berdosa ini merupakan
beban mental bagi seseorang dan tidak baik bagi kesehatan jiwa seseorang.
Kebutuhan ini mencakup dua hal yaitu pertama secara vertikal adalah kebutuhan
akan bebas dari rasa bersalah, dan berdosa kepada Tuhan. Kedua secara
horisontal yaitu bebas dari rasa bersalah kepada orang lain
f. Kebutuhan
akan penerimaan diri dan harga diri {self acceptance dan self esteem), setiap
orang ingin dihargai, diterima, dan diakui oleh lingkungannya.
g. Kebutuhan
akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa depan. Bagi
orang beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka pendek (hidup di dunia) dan
jangka panjang (hidup di akhirat). Hidup di dunia sifatnya sementara yang
merupakan persiapan bagi kehidupan yang kekal di akhirat nanti.
h. Kebutuhan
akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi sebagai pribadi yang
utuh. Di hadapan Tuhan, derajat atau kedudukan manusia didasarkan pada tingkat
keimanan seseorang. Apabila seseorang ingin agar derajatnya lebih tinggi
dihadapan Tuhan maka dia senantiasa menjaga dan meningkatkan keimanannya.
Secara
ringkas dapat dinyatakan bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan spiritualnya
apabila mampu (Hamid, 2000) :
1) Merumuskan
arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di dunia/kehidupan
2) Mengembangkan
arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau penderitaan.
3) Menjalin
hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta.
4) Membina
integritas personal dan merasa diri berharga
5) Merasakan
kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan.
6) Mengembangkan
hubungan antar manusia yang positif.
9. Pengkajian
kebutuhan dasar spiritual pada pasien lansia
Dalam pengkajian
terhadap lansia perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin
dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam keadaan sakit
atau mendeteksi kematian.
Sehubungan dengan
pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian, DR. Tony
styobuhi mengemukakn bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam
ini didasari oleh berbagai macam factor, seperti ketidak pastian akan
pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi bengan
keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap klien
lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian
dan cara dalam mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang timbul
diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia
bahwa kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus
mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.
Umumnya pada waktu
kematian akan datang agama atau kepercayaan seseorang merupakan factor yang
penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk
melapangkan dada klien lanjut usia. Dengan demikian pendekatan perawat pada
klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja, melainkan perawat lebih
dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka. Mengingatkan
klien lansia apakah sudah beribadah, bagaimana perasaan lansia setelah
beribadah, melakukan hal-hal yang berhubungan dengan beribadah lainnya (berdoa,
pergi ketempat beribadah, berpuasa, berdoa bersama atau pengajian, membaca kitab
suci atau al’quran dan lain-lain).
C.
Seksualitas
pada lansia
1. Pegertian
seksualitas
Dewasa lanjut (Late adult hood) atau lebih dikenal dengan
istilah lansia adalah periode dimana seseorang telah mencapai
usia diatas 45 tahun. Pada periode ini masalah seksual masih
mendatangkan pandangan bias terutama pada wanita yang menikah, termasuk
didalamnya aspek sosio-ekonomi. Pada pria lansia masalah terbesar adalah
masalah psikis dan jasmani, sedangkan pada wanita lansia lebih
didominasi oleh perasaan usia tua atau merasa tua.
2.
Perubahan anatomik sistem genetalia pada lansia
1.
Wanita
Dengan berhentinya produksinya
hormon estrogen, genitalia interna dan eksterna berangsur-angsur mengalami
atrofi.
a.
Vagina
Vagina
mengalami kontraktur, panjang dan lebar vagina mengalami pengecilan. Fornises
menjadi dangkal, begitu pula serviks tidak lagi menonjol ke dalam vagina. Sejak
klimakterium, vagina berangsur-angsur mengalami atropi, meskipun pada wanita
belum pernah melahirkan. Kelenjar seks mengecil dan ber¬henti berfungsi. Mukosa
genitalia menipis begitu pula jaringan sub-mukosa tidak lagi mempertahankan
elastisitas¬nya akibat fibrosis.
Perubahan
ini sampai batas tertentu dipengaruhi oleh keber¬langsungan koitus, artinya
makin lama kegiatan tersebut dilakukan kurang laju pendangkalan atau pengecilan
genitalia eksterna.
b.
Uterus
Setelah
klimaterium uterus mengalami atrofi, panjangnya menyusut dan dindingnya
menipis, miometrium menjadi sedikit dan lebih banyak jaringan fibrotik. Serviks
menyusut tidak menonjol, bahkan lama-lama akan merata dengan dinding jaringan.
c.
Ovarium
Setelah
menopause, ukuran sel telur mengecil dan permukaannya menjadi “keriput” sebagai
akibat atrofi dari medula, bukan akibat dari ovulasi yang berulang
sebelumnya, permukaan ovarium menjadi rata lagi seperti anak oleh karena
tidak terdapat folikel. Secara umum, perubahan fisik genetalia interna
dan eksterna dipengaruhi oleh fungsi ovarium. Bila ovarium berhenti berfungsi,
pada umumnya terjadi atrofi dan terjadi inaktivitas organ yang pertumbuhannya
oleh hormon estrogen dan progesteron.
d.
Payudara (Glandula Mamae)
Payudara
akan menyusut dan menjadi datar, kecuali pada wanita yang gemuk, dimana
payudara tetap besar dan menggantung. Keadaan ini disebabkan oleh karena atrofi
hanya mempengaruhi kelenjar payudara saja. Kelenjar pituari anterior
mempengaruhi secara histologik maupun fungsional, begitu pula kelenjar tiroid
dan adrenal menjadi “keras” dan mengkibatkan bentuk tubuh serupa akromegali
ringan. Bahu menjadi gemuk dan garis pinggang menghilang. Kadang timbul
pertumbuhan rambut pada wajah. Rambut ketiak, pubis mengurang, oleh karena
pertumbuhannya dipengaruhi oleh kelenjar adrenal dan bukan kelenjar ovarium.
Rambut kepala menjadi jarang. Kenaikan berat badan sering terjadi pada masa
klimakterik.
2.
Pria
a.
Prostat
Pembesaran
prostat merupakan kejadian yang sering pada pria lansia, gejala yang timbul
merupakan efek mekanik akibat pembesaran lobus medius yang kemudian seolah-olah
bertindak sebagai katup yang berbentuk bola (Ball Valve Effect). Disamping itu
terdapat efek dinamik dari otot polos yang merupakan 40% dari komponen
kelenjar, kapsul dan leher kantong kemih, otot polos ini dibawah pengaruh
sistem alfa adrenergik. Timbulnya nodul mikros¬kopik sudah terlihat pada usia
25-30 tahun dan terdapat pada 60% pria berusia 60 tahun, 90% pada pria
berusia 85 tahun, tetapi hanya 50% yang menjadi BPH Makroskopik dan dari itu
hanya 50% berkembang menjadi BPH klinik yang menimbulkan problem medik. Kadar
dehidrosteron pada orang tua meningkat karena meningkatnya enzim 5 alfa
reduktase yang mengkonfersi tetosteron menjadi dehidro steron. Ini yang
dianggap menjadi pendorong hiperplasi kelenjar, otot dan stroma prostat.
Sebenarnya selain proses menua rangsangan androgen ikut berperan
timbulnya BPH ini dapat dibuktikan pada pria yang di kastrasi menjelang
pubertas tidak akan menderita BPH pada usia lanjut.
b.
Testis
Penuaan pada
pria tidak menyebabkan berkurangnya ukuran dan berat testis tetapi sel yang
memproduksi dan memberi nutrisi (sel Leydic) pada sperma berkurang jumlah dan
aktifitasnya sehingga sperma berkurang sampai 50% dan testoteron juga menurun.
Hal ini menyebabkan penuruna libido dan kegiatan sex yang jelas menurun adalah
multipel ejakulasi dan perpanjangan periode refrakter. Tetapi banyak golongan
lansia tetap menjalankan aktifitas sexsual sampai umur lanjut.
3.
Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila
ditinjau dari pembagian tahapan seksual menurut Kaplan
1.
Fase desire
Dipengaruhi
oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan, harapan kultural, kecemasan
akan kemampuan seks. Hasrat pada lansia wanita mungkin menurun seiring makin
lanjutnya usia, tetapi bias bervariasi.Interval untuk meningkatkan hasrat
seksual pada lansia pria meningkat serta testoteron menurun secara bertahap
sejak usia 55 tahun akan mempengaruhi libido.
2.
Fase arousal
Lansia wanita: pembesaran
payudara berkurang; terjadi penurunan flushing, elastisitas dinding vagina,
lubrikasi vagina dan peregangan otot-otot; iritasi uretra dan kandung kemih.
Lansia pria :
ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang begitu kuat; penurunan produksi
sperma sejak usia 40tahun akibat penurunan testoteron; elevasi testis ke
perineum lebih lambat.
3.
Lase orgasmik
Lansia wanita :
tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit konstraksil kemampuan
mendapatkan orgasme multipel berkurang.
Lansia
pria : kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan dan
jumlah konstraksi otot berkurang; volume ejakulat menurun.
4.
Fase pasca orgasmik
Mungkin
terdapat periode refrakter dimana pembangkitan gairah sampai timbulnya fase
orgasme berikutnya lebih sukar terjadi. Disfungsi seksual pada lansia tidak
hanya disebabkan oleh perubahan fisiologik saja, terdapat banyak penyebab
lainnya seperti:
a. Penyebab
iatrogenik
b. Tingkah laku
buruk beberapa klinisi, dokter, suster dan orang lain yang mungkin membuat
inadekuat konseling tentang efek prosedur operasi terhadap fungsi seksual.
c. Penyebab
biologik dan kasus medis
d. Hampir semua
kondisi kronis melemahkan baik itu berhubungan langsung atau tidak dengan seks
dan system reproduksi mungkin memacu disfungsi seksual psikogenik.
5.
Di samping faktor perubahan fisik,
faktor psikologi juga sering kali menyebabkan penurunan fungsi dan potensi
seksual pada lanjut usia seperti :
a.
Rasa tabu atau malu bila
mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
b.
Sikap keluarga dan masyarakat yang
kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.
c.
Kelelahan atau kebosanan karena
kurang variasi dalam kehidupannya.
d.
Pasangan hidup telah meninggal.
e.
Disfungsi seksual karena perubahan
hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun
dsb.
f.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan
masalah kehidupan sosial antara lain :
1) Infark
miokard
Mungkin
mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak pasien segan untuk
terlibat dalam hubungan seksual karena takut menyebabkan infark.
2) Pasca
stroke\
Masalah
seksual mungkin timbul setelah perawatan di rumah sakit karena pasien mengalami
anxietas akibat perubahan gambaran diri, hilangnya kapasitas, takut akan
kehilangan cinta atau dukungan relasi serta pekerjaan atau rasa bersalah dan
malu atas situasi. Pola seksual termasuk kuantitas dan kualitas aktivitas
seksual sebelum stroke sangat penting untuk diketahui sebelum nasehat spesifik
tentang aktivitas seksual ditawarkan. Karena sistem saraf otonomik jarang
mengalami kerusakan pada stroke, maka respon seksual mungkin tidak terpengaruh.
3) Libido
biasanya tidak terpengaruh secara langsung. Jika terjadi hemiplegi permanent maka
diperlukan penyesuaian pada aktivitas seksual. Perubahan penglihatan mungkin
membatasi pengenalan orang atau benda-benda, dalam beberapa kasus, pasien dan
pasangannya mungkin perlu belajar untuk menggunakan area yang tidak mengalami
kerusakan. Kelemahan motorik dapat menimbulkan kesulitan mekanik, namun dapat
diatasi dengan bantuan fisik atau tehnik “bercinta” alternatif. Kehilangan
kemampuan berbicara mungkin memerlukan sistem non-verbal untuk berkomunikasi.
4) Kanker
Masalah
seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ seksual. Baik
operasi maupun pengobatan mengubah citra diri dan dapat menyebabkan disfungsi
seksual (kekuatan dan libido) untuk sementara waktu saja, walaupun tidak ada
kerusakan saraf.
5) Diabetes
mellitus
Diabetes
menyebabkan arteriosklerosis dan pada banyak kasus menyebabkan neuropati
autonomik. Hal ini mungkin menyebabkan disfungsi ereksi dan disfungsi
vasokonstriksi yang memberikan kontribusi untuk terjadinya disfungsi seksual.
6) Arthritis
Beberapa
posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau kontraktur fleksi
mungkin mengganggu apabila distimulasi secara memadai. Nyeri dan kaku mungkin
berkurang dengan pemanasan, latihan, analgetik sebelum aktivitas seksual.
7) Rokok dan
alcohol
Pengkonsumsian
alkohol dan rokok tembakau mengurangi fungsi seksual, khususnya bila terjadi
kerusakan hepar yang akan mempengaruhi metabolisme testoteron. Merokok juga
mungkin mengurangi vasokongesti respon seksual dan mempengaruhi kemampuan untuk
mengalami kenikmatan.
8) Penyakit
paru obstruktif kronik
Ada penyakit
paru obstruktif kronik, libido mungkin terpengaruh karena adanya kelelahan
umum, kebutuhan pernafasan selama aktivitas seksual mungkin dapat menyebabkan
dispnoe, yang mungkin dapat membahayakan jiwa.
9) Obat-obatan
Beberapa obat-obatan
dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain beberapa obat anti
hipertensi, estrogen, anti psikotik, sedatif, dan lain-lain.
D.
FORMAT PENGKAJIAN
INDIVIDU ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
Tanggal
pengkajian : 28 maret 2012
A. DATA BIOGRAFI
Nama :
Ny. “S”
TTL :
7 juli 1943
Jenis kelamin : perempuan Golongan darah: O
Pendidikan :
SD
Agama : islam
Status perkawinan : menikah
TB / BB : 150 cm/45 kg
Penampilan :
bersih,
rapi,
ciri-ciri tubuh :
kurus, kecil
Alamat : jl desa
camba
Orang yang dekat :
klien dekat dengan anak tertua klien
Hubungan : anak
Alamat / telepon : -
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
C. GENOGRAM
·
Riwayat keluargA
Di keluarga
klien tidak ada yang menderita penyakit menurun seperti DM ataupun penyakit
menular seperti TB paru
RIWAYAT PEKERJAAN
Pekerjaan
saat
ini klien tidak bekerja, klien hanya
berdiam diri dirumah
Alamat pekerjaaan
: tidak ada
Jarak dari
rumah
: tidak ada
Alat
transportasi :
jalan kaki
Pekerjaan
sebelumnya
: klien sebagai ibu rumah tangga
Jarak dari
rumah
: tidak ada
Alat
transportasi :
jalan kaki
D. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP
Type tempat
tinggal
: permanen (milik suami)
Jenis lantai
rumah
: kayu
Keadaan
lantai
: kering
Tangga
rumah
: tidak ada
Penerangan : cukup
Tempat
tidur
: aman ( tidak terlalu tinggi)
Alat
dapur
: tertata rapi
WC
: jamban
Kebersihan
lingkungan
: bersih
Jumlah orang
yang tinggal dalam satu rumah : 5 orang
Derajat
privasi :
kurang di perhatikan oleh menantunya
Tetangga
terdekat klien
bertetangga dengan cucu-cucu klien yang sudah berkeluarga
Alamat dan
telepon :
jl. Desa camba
E. RIWAYAT REKREASI
Hobby / minat :
klien senang memancing
Keanggotaan
organsasi :
klien tidak mengikuti organiasi apapun
Liburan /
perjalanan Klien hanya berdiam diri dirumah
karena jarang berekreasi
F. SISTEM PENDUKUNG
Klien di
dukung oleh seorang perawat
Jarak dari
rumah :
1000 km
Rumah
sakit :
tidak ada rumah sakit di kampung klien hanya terdapat puskesmas pembantu
Pelayanan
kesehatan
dirumah : tidak ada
Makanan yang
di
hantarkan : tidak ada makanan yang di hantarkan
Perawatan
sehari-hari yang
G. DISKRIPSI KEKHUSUSAN
Kebiasaan ritual Semenjak klien tua, klien
jarang melakukan sholat lima waktu
H. STATUS KESEHATAN
Selama
setahun yang lalu : setahun terakhir, klienmenderita maag dan asam urat
5 tahun yang lalu : klien mengatakan tidak prnah
menderita penyakit yang parah, hsnya penyakit biasa seperti pilek, demam
Keluhan
utama
1. Provocative /
palliative : maag
2. Quality /
quantity : seperti
di tusuk-tusuk
3. Region : di
uluhati
4. Severity
scale : 4
(0-10)
5. Timing : kadang-kadang
Pemahaman & penatalaksanaan masalah kesehatan :
klien mengerti kalau sakit harus ke puskesmas untuk berobat. .
Obat – obatan :
NO
|
NAMA OBAT
|
DOSIS
|
KETERANGAN
|
1
|
ANTASIDA
|
2 X sehari
|
Sebelum makan
|
2
|
Cimetidine
|
3 x sehari
|
Sesudah makan
|
3
|
Paracetamol
|
1 x sehari
|
Bila nyeri
|
4
|
Vit B.komplek
|
2 x sehari
|
Sesudah makan
|
5
|
Allopurinol
|
3 x sehari
|
Sesudah makan
|
6
|
Piroxicam
|
3 x sehari
|
Sesudah makan
|
7
|
Vit B.1
|
2 x sehari
|
Sesudah makan
|
Alergi (catatan agent dan reaksi spesifik)
Obat –
obatan :
klien tidak ada alergi pada obat-obatan
Makanan :
klien tidak ada alergi pada makanan
Factor
lingkungan :
klien tidak ada alergi pada lingkungan
Penyakit yang pernah di
derita : klien menderita
maag dan asam urat
I. AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI (ADL)
Indeks KATZ: A
Oksigenasi Frekuensi nafas 18x/menit, klien tidak
menggunakan alat bantu pernafasan, bernafas melalui hidung
Cairan &
elektrolit klien
minum air putih ± 1000ml/hari, klien minum kopi setiap pagi
Nutrisi klien makan 3x sehari dengan nasi, ikan sayur
dan kadang di tambah dengan buah
Eliminasi :
BAB 1x/hari dengan konsisten silembek, BAK >5x/hari
Aktivitas :
klien tidak bekerja, klien hanya berdiam diri di rumah
Istirahat &
tidur Klien
tidur cukup, tidur malam ± 7 jam dan tidur siang ± 1 jam dalam sehari, klien
merasa puas saat bangun untuk kebersihan klien mengerti dan membersihkan diri
setiap mandi baik itu oral hygiene maupun vulva hygiene
Seksual Saat
ditanya klien mengatakan bahwa klien masih berhubungan seksual dengan suaminya
tapi sekarang sudah mulai jarang karena keinginan untuk berhubungan itu mulai
menurun sementara suami klien masih mempunyai keinginan yang kuat.
Rekreasi Klien jarang berekreasi ketempat
yang jauh mengingat kondisi klien, klien hanya main kerumah tetangga yang
berada di dekat rumah
J. PSIKOLOGI, KOGNITIF DAN PERSEPTUAL
Konsep
diri :
klien menyadari bahwa klien sudah lansia
Emos :
emosi klien labil
Adaptasi Klien mulai sulit
untuk beradabtasi terhadap lingkungan maupun orang baru
Mekanisme pertahanan
diri : tidak
terkaji
Status
mental
Tingkat
kesadaran :
kompos mentis
Afasia :
-
Dimensia Klien mengalami
dimensia sejak beberapa tahun yang lalu. klien kadang bingung terhadap orang, waktu
dan tempat terutama yang baru dilihat oleh klien
Bicara : klien berbicara normal tapi sedikit lebih pelan
Bahasa yang diguna klien
menggunakan bahasa banjar dan dayak dalam kehidupan sehari-hari
Kemampuan membaca : klien tidak bias membaca
Kemampuan interaksi : klien mampu berinteraksi tapi
secara perlahan
Vertigo : klien tidak mengalami vertigo
Short
Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ) = 2 (fungsi mental utuh)
Mini –
Mental State Exam (MMSE) = 2 (baik)
Geriatric
Depresion
Scale =
5 (kemungkinan depresi)
APGAR =
score 5 (menengah / sedang)
K. TINJAUAN SISTEM
Keadaan
umum :
baik
Tingkat
kesadaran :
compos mentis
Tanda-tanda
vital :
TD : 130/90
mmHg nadi
: 88x/menit
RR :
18x/menit suhu
: 36 °C
TB : 150
cm BB
: 50 kg
PENGKAJIAN PERSISTEM
PERNAFASAN (B1 : BREATHING)
1. Bentuk
dada :
simetris
2. Sekresi dan
batuk
: batuk dan sekresi tidak ada
Nyeri waktu
bernafas :
tidak nyeri saat bernafas
3. Pola nafas
a. Frekuensi
nafas : 18x/menit
4. Bunyinafas
a. Normal
Vasikuler di :
semua lapang paru
Bronchial di : atas manubrium sternum
Bronchovesikuler di : ICS 2 percabangan bronkus
5. Pergerakan
dada :
intercostal
6. Tractilfremitis / fremitus vocal : tidak meningkat dan tidak menurun
7. Alat bantu pernafasan :
tidak memakai alat bantu pernafasan
CARDIVASKULAR (B2 : BLEEDING)
1. Nadi
Frekuensi : 88 x/menit ,kuat
2. Bunyi
jantung :
normal
3. Letak jantung :
ictus cordis teraba pada ICS 5
4. Pembesaran
jantung : tidak ada pembesaran jantung
5. Nyeri
dada :
tidak ada nyeri dada
6. Edema
: tidak ada edema
7. Clubbing
finger :
tidak ada
PERSARAFAN (B3 : BRAIN)
Tingkat
kesadaran : kompos mentis
1. GCS :
E4 M6 V5
Total
GCS : 15
2. Reflex :
normal
3. Koordinasi
gerak :
ya
4. Kejang :
tidak
PENGINDERAAN (persepsisensori)
1. Mata (penglihatan)
a. Bentuk
: normal
b. Visus :
-
c. Pupil :
isokor
d. Gerak bola
mata : normal, tidak menyempit
e. Medan
penglihatan : normal
f. Butawarna
: klien tidak mengalami buta warna
g. Tekanan intra
okuler
: tidak
2. Hidung (penciuman)
a. Bentuk :
normal
b. Gangguan
penciuman
: tidak ada
3. Telinga (pendengaran)
a. Aurikel :
normal dan simetris
b. Membrab tympani :
agak keruh
c. Otorrhoea
: tidak ada
d. Gangguan
pendengaran : ya
e. Tinnitus :
tidak
4. Perasa :
menurun
5. Peraba : menurun
PERKEMIHAN-ELIMINASI URI (B4 : BLADDER)
Masalah
kandung
kemih :
tidak ada masalah
Produksi urine :
500 ml/hari
Frekuensi :
>3 x/hari
Warna :
kuning
Bau :
khas amoniak
PENCERNAAN-ELIMINASI ALVI ( B5 : BOWEL)
1. Mulut dan tenggorokan
a) Selaput lendir
mulut :
lembab, tidak ada stomatitis
b) Lidah :
agak kotor
c) Kebersihan rongga
mulut : tidak
berbau dan gigi bersih
d) Tenggorokan :
tidak sakit saat menelan
e) Abdomen :
kenyal
f) Pembesaran
hepar :
tidak ada pembesaran hepar
g) Pembesaran
lien :
tidak ada pembesaran lien
h) Asites :
tidak ada asites
2. Masalah usus besar dan rectum /
anus
Bab :
1 x/hari tidak ada masalah
Obat
pencahar :
tidak mengkonsumsi obat pencahar
OTOT, TULANG DAN INTEGUMENT (B6 : BONE)
1. Otot dan
tulang
Kemampuan
pergerakan sendi lengan dan tungkai (ROM) : bebas
Kemampuan
kekuatan otot
a) Fraktur :
tidak ada fraktur
b) Dislokasi :
tidak ada dislokasi
c) Hematom :
tidak ada hematom
2. Integument
a) Warna
kulit :
kuning langsat
b) Akral :
hangat
c) Turgor :
tidak elastis
d) Tulang belakang :
kiposis
REPRODUKSI
Perempuan :
Payudara
1. Bentuk :
normal
2. Benjolan :
tidakada
3. Kelamin
4. Bentuk :
normal
5. Keputihan :
tidak ada keputihan
6. Siklus
haid :
sudah menoupose
ENDOKRIN
1. Factor
alergi :
tidak ada alergi
2. Kelainan
endokrin :
tidak ada kelainan endokrin
PENGETAHUAN
Pengetahuan klien
tentan Klien kurang
peka terhadap masalah kesehatan
ANALISA
DATA
NO
|
DATA
|
ETIOLOGI
|
PROBLEM
|
1
|
DS : klien mengatakan “ keinginan untuk melakukan
hubungan suami istri sudah mulai berkurang sejak klien merasa memasuki usia
senja dan klien mengatakan dalam 1 minggu klien dan suaminya sangat jarang
melakukan hubungan suami istri.
DO : - umur klien 69 tahun
- TD : 130 / 90
mmHg
- Nadi : 88
x/menit
- Suhu : 36°C
- RR : 18 x/menit
- Klien sudah
menoupose
|
Perubahan struktur tubuh / fungsi
|
Disfungsi seksual
|
RENCANA
KEPERAWATAN
No.
|
Dx. Kep.
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
1
|
Pasien dapat menerima perubahan
struktur tubuh terutama pada fungsi seksual yang dialaminya
Kriteria hasil:
· Mengekspresikan
kenyamanan
· Mengekspresikan
kepercayaan diri
|
1. Lakukan
pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien
2. Bantu
pasien untuk mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual
seiring dengan bertambahnya usia.
3. Berikan
pendidikan kesehatan tentang penurunan fungsi seksual.
4. Motivasi
klien untuk mengkonsumsi makanan yang rendah lemak, rendah kolestrol, dan
berupa diet vegetarian
|
1. Agar
klien mau mengungkapkan masalah nya
2. Agar
pasien lebih bisa menerima perubahan tersebut
3. Menambah
pemahaman klien tentang semua perubahan yang di alami nya agar penurunan
fungsi seksual tidak menjadi beban pikiran
4. Makanan
bergizi dianjurkan untuk menjaga daya tahan tubuh karena biasanya pada lansia
daya tahan tubuhnya menurun
|
IMPLEMENTASI
No.
|
Dx. Kep.
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
1
|
1
|
1.
melakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien
hasil : klien merasa nyaman saat
ditanya dan merasa percaya
2.
membantu pasien untuk mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk organ
seksual seiring dengan bertambahnya usia
hasil : klien mulai mau sedikit
demi sedikit terbuka saat di bombing untuk mengekspresikan masalah nya
3. memberikan
pendidikan kesehatan tentang penurunan fungsi seksual.
Hasil : klien sedikit lebih
mengerti saat di jelaskan tentang perubahan yang terjadi pada nya
4. memotivasi
klien untuk mengkonsumsi makanan yang rendah lemak, rendah kolestrol, dan
berupa diet vegetarian
hasil : klien setiap hari
mengkonsumsi nasi, ikan, sayur
|
S:klien mengatakan “ sedikit mengerti mengapa keinginan
untuk melakukan hubungan suami istri berkurang
DO : - umur klien 69 tahun
- TD : 130 / 90
mmHg
- Nadi : 88
x/menit
- Suhu : 36°C
- RR : 18 x/menit
- Klien sudah
menoupose
|
E.
SHORT PORTABLE
MENTAL STATUS QUESTIONNAIRE (SPMSQ)
PENILAIAN UNTUK MENGETAHUI FUNGSI
INTELEKTUAL LANSIA
Nama klien : Ny.
“S” tanggal : 28 maret 2012
Jenis kelamin :
perempuan umur : 69 tahun
Agama :
islam suku
: dayak
Alamat : islam
Pewwancara : mahasiswa akper pemkab kotim
SKOR
|
NO
|
PERYANYAAN
|
JAWABAN
|
|
1
|
Tanggal berapa hari ini ?
|
28
|
||
2
|
Hari apa sekarang ini ?
|
Rabu
|
||
3
|
Apa nama tempat ini ?
|
Rumah saya
|
||
4
|
Dimana alamat anda ?
|
camba
|
||
5
|
Kapan anda lahir ?
|
Tahun 43 an
|
||
6
|
Berapa umur anda ?
|
lupa
|
||
7
|
Siapa presiden Indonesia sekarang ?
|
SBY
|
||
8
|
Siapa presiden sebelumnya?
|
Megawati
|
||
9
|
Siapa nama kecil ibu anda ?
|
Tidak tahu
|
||
10
|
15 - 6
|
9
|
||
Jumlah kesalahan total
|
2
|
Keterangan :
Kesalahan :
0-2 fungsi mental utuh
Kesalahan :
3-4 kerusakan intelektual ringan
Kesalahan :
5-7 kerusakan intelektual sedang
Kesalahan :
8-10 kerusakan intelektual berat
MINI
MENTAL SKORE
NO
|
PERTANYAAN
|
BENAR
|
SALAH
|
1
|
Tanggal berapa hari ini ? (dd/mm/hh)
|
√
|
|
2
|
Hari apakah hari ini ?
|
√
|
|
3
|
Apakah nama tempat ini ?
|
√
|
|
4
|
Berapa no. Telp, bila tidak ada, no rumah / jalan ?
|
√
|
|
5
|
Berapakah usia anda ?
|
√
|
|
6
|
Kapan anda lahir ?
|
√
|
|
7
|
Siapa nama presiden sekarang ?
|
√
|
|
8
|
Siapa nama presiden sebelumnya ?
|
√
|
|
9
|
Siapa nama ibu mu sebelum menikah ?
|
√
|
|
10
|
15 – 6
|
√
|
JUMLAH
KESALAHAN :
0-2
Kesalahan : Baik
3-4
kesalahan : gangguan intelektual ringan
5-7
kesalahan : gangguan intelektual sedang
8-10
kesalahan : gangguan intelektual berat
HASIL : 2
kesalahan, baik
RENCANA KEPERAWATAN
No.
|
Dx. Kep.
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
1
|
Pasien dapat menerima perubahan
struktur tubuh terutama pada fungsi seksual yang dialaminya
Kriteria hasil:
· Mengekspresikan
kenyamanan
· Mengekspresikan
kepercayaan diri
|
1. Bantu
pasien untuk mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual
seiring dengan bertambahnya usia.
2. Berikan
pendidikan kesehatan tentang penurunan fungsi seksual.
3. Motivasi
klien untuk mengkonsumsi makanan yang rendah lemak, rendah kolestrol, dan
berupa diet vegetarian
4. Anjurkan
klien untuk menggunakan krim vagina dan gel
|
1. Agar
pasien lebih bisa menerima perubahan tersebut
2. Menambah
pemahaman klien tentang semua perubahan yang di alami nya agar penurunan
fungsi seksuel tidak menjadi beban pikiran
3. Makanan
bergizi dianjurkan untuk menjaga daya tahan tubuh karena biasanya pada lansia
daya tahan tubuhnya menurun
4. Untuk
mengurangi kekeringan dan rasa gatal pada vagina, serta untuk megurangi rasa
sakit pada saat berhubungan seksual
|
2.
|
2
|
Pasien dapat menerima perubahan
bentuk salah satu angota tubuhnya secara positif
Kriteria hasil:
· Pasien
mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan tanpa rasa malu dan rendah
diri
· Pasien
yakin akan kemampuan yang dimiliki
|
1. Kaji
perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan
keadaan angota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal
2. Lakukan
pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien
3. Tunjukkan
rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien
4. Bantu
pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain
5. Beri
kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan
|
1. Untuk
mengetahui seberapa jauh klien bisa menerima keadaan nya
2. Agar
klien mau mengungkapkan masalah nya
3. Rasa
menerima pada pasien akan membuat pasien lebih percaya diri
4. Agar
pasien tidak terlalu canggung atau malu dengnan orang lain karena perubahan
nya
5. Untuk
mengetahui apakah klien depresi terhadap perubahan
|
3.
|
3
|
Pasien dapat menerima perubahan
pola seksualitas yang disebabkan masalah kesehatannya.
Kriteria Hasil :
· Mengidentifikasi
keterbatasannya pada aktivitas seksual yang disebabkan masalah kesehatan
· Mengidentifikasi
modifikasi kegiatan seksual yang pantas dalam respon terhadap keterbatasannya
|
1. Kaji
factor-faktor penyebab dan penunjang, yang meliputi
· Kelelahan
· Nyeri
· Nafas
pendek
· Keterbatasan
suplai oksigen
· Imobilisasi
· Kerusakan
inervasi saraf
· Perubahan
hormone
· Depresi
· Kurangnya
informasi yang tepat
2. Ajarkan
pentingnya mentaati aturan medis yang dibuat untuk mengontrol gejala penyakit
3. Berikan
informasi yang tepat pada pasien dan pasangannya tentang keterbatasan fungsi
seksual yang disebabkan oleh keadaan sakit
4. Ajarkan
modifikasi yang mungkin dalam kegiatan seksual untuk membantu penyesuaian
dengan keterbatasan akibat sakit (saran khusus)
|
1. Penting
untuk membantu dalam intervensi selanjutnya
2. Untuk
menghilangkan atau mengurangi factor-faktor penyebab
3. Agar
klien lebih mengerti dan bisa menerima bahkan tidak memaksakan diri karena
keterbatasan yang di sebabkan oleh penyakit
4. Meminimalkan
rasa sakit tau rasa tidak nyaman saat berhubungan karena penyakit
|
IMPLEMENTASI
No.
|
Dx. Kep.
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
1. 1.
|
1
|
1. melakukan
pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien
hasil : klien merasa nyaman saat
ditanya dan merasa percaya
2. membantu
pasien untuk mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual
seiring dengan bertambahnya usia
hasil : klien mulai mau sedikit
demi sedikit terbuka saat di bombing untuk mengekspresikan masalah nya
3. memberikan
pendidikan kesehatan tentang penurunan fungsi seksual.
Hasil : klien sedikit lebih
mengerti saat di jelaskan tentang perubahan yang terjadi pada nya
4. memotivasi
klien untuk mengkonsumsi makanan yang rendah lemak, rendah kolestrol, dan
berupa diet vegetarian
hasil : klien setiap hari
mengkonsumsi nasi, ikan, sayur
|
S:klien mengatakan “ sedikit mengerti mengapa
keinginan untuk melakukan hubungan suami istri berkurang
DO : - umur klien 69 tahun
- TD : 130 / 90
mmHg
- Nadi : 88
x/menit
- Suhu : 36°C
- RR : 18 x/menit
- Klien sudah
menoupose
|
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pada usia lanjut, hambatan untuk aktivitas seksual
yang dapat dibagi menjadi hambatan eksternal yang datang dari lingkungan dan
hambatan internal,yang terutama berasal dari subjek lansianya sendiri.
Hambatan eksternal biasanya berupa pandangan sosial, yang menganggap bahwa
aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan lagi oleh lansia.Hambatan
eksternal bilamana seorang janda atau duda akan menikah lagi sering kali juga
berupa sikap menentang dari anak-anak, dengan berbagai alasan.
Hambatan internal psikologik seringkali sulit
dipisahkan secara jelas dengan hambatan eksternal. Seringkali seorang lansia
sudah merasa tidak baisa dan tidaak pantas berpenampilan untuk menarik lawan
jenisnya. Pandangan sosial dan keagamaan tentang seksualitas diusia lanjut
menyebabkan keinginan dalam diri mereka ditekan sedemikian sehingga memberikan
dampak pada ketidakmampuan fisik, yang dikenal
sebagai impotensia. Obat-obatan yang sering diberikan, pada penderita
usia lanjut dengan patologi multipel jika sering menyebabkan berbagai gangguan
fungsi seksual pada usia lanjut.
Masa tua merupakan masa yang
sangat ditakuti dengan alasan terjadinya kemunduran fisik terutama pada
penampilan. Rasa khawatir akan kehilangan perhatian dari pasangan membawa
akibat terhadap frekwensi maupun kualitas hubungan seks, baik secara langsung
maupun tidak.
Melalui konseling, peran konselor dan tenaga kesehatan dapat menjelaskan
kondisi umum dan masalah yang timbul pada masa usia lanjut serta pengaruhnya
terhadap emosi, pola pikir dan hubungan seksual sangat berpengaruh. Melalui
beberapa tahapan konseling secara terbuka dan kolaborasi dengan dokter
spesialis kebidanan dan kandungan, bisa diperoleh suatu pemecahan masalah
seksual pada lansia, dengan pemakaian krem vasoaktif, melakukan olah raga ringan
dan konsumsi makan seimbang, dan solusi-solusi lain secara bertahap masalah
pada lansia akan terselesaikan.
B.
SARAN
Permasalahan pada masa lansia sering terabaikan, tidak
hanya di lingkungan keluarga lansia sendiri, tetapi juga di lingkungan masyarakat
bahkan pusat pelayanan kesehatan. Lansia sebagaimana pria dan wanita mulai dari
kanak-kanak hingga dewasa lainnya mempunya hak-hak untuk diperlakukan adil dan
sama, mendapat informasi dan pelayanan kesehatan yang sempurna dan optimal,
serta diperlakukan dan dihargai masa akhir usia mereka, merasakan kehidupan
yang harmonis serta merasakan kenikmatan seksual yang aman dan nyaman. Oleh
karena itu, pengetahuan tentang permasalahan seksual pada lansia baik pria
maupun wanita perlu sebarluaskan sejak dini, dan perlunya kerjasama yang
optimal disetiap instansi pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi
masalah ini agar para lansia mendapatkan kehidupan yang nayak, dan harmonis
sebagai manusia dan warga negara seutuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://abhique.blogspot.com/2009/10/konsep-keperawatan pada
lnjut usia (lansia).html
http://abhique.blogspot.com/2009/10/rencana
asuhan keperawatan pada lansia.html
Carpenito,Lynda
Juall.2000.Diagnosa Keperawatan.EGC.Jakarta
Aspiani Reny
Yuli,S.Kep.Ns.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik.2008
Darmojo, R Boedi dan Martono, H Hadi.2000.Geriatri
( ilmu kesehatan usia lanjut ). Jakarta : FKUI
Widyastuti, Yani dan Anita Rahmawati, Yuliasti, E.
2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Fitramaya
Modul
Kesehatan Reproduksi. 2008. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar