BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Keperwatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada kesejahteraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat maupun yang sakit untuk menjalankan hidup sehari-harinya. Salah satu yang mengatur hubungan perawat dan pasien adalah etika. Istilah etika dn moral sering digunakan secara bergantian (Wulan, 2011).
Perawat merupakan salah satu profesi yang selalu berhubungan dan berinterkasi langsung dengan klien, baik klien sebagai individu, keluarga, keompok dan masyarakat. Oleh karena itu, perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dituntut untuk memahami dan berprilaku sesuai dengan etika keperawatan. Agar seorang perawat dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat maka ia harus memegang teguh nilai-nilai yang mendasari praktek keperawatan itu sendiri, yaitu perawat membantu klien untuk mencapai tingkat kesehatan optimum, perawat membantu meningkatkan autonomi klien mengekspresikan kebutuhannya. Perawat mendukung martabat kemanusiaan dan berlaku sebagai advokat bagi kliennya, perawat menjaga kerahasiaan klien, berorientasi pada akuntabilitas perawat dan perawat bekerja dalam lingkungan yang kompeten, etik dan aman (Dalami, dkk, 2010).
Hubungan antara perawat dan pasien atau tim medis yang lain tidakla selalu bebas dari masalah. Perawat profesional harus mengahdapi tanggung jawab etik dan konflik yang mungkin mereka alami sebagai akibat dari hubungan mereka dalam praktek prefesional. Kemajuan dalam bdang kedokteran, hak klien, perubahan sosial dan hukum telah berperan dalam peningkatan perhatian terhadap etik. Standar perilaku perawat ditetapkan dalam kode etik yang disusun oleh asosiasi keperawatan internasional, nasional, dan negara bagian atau provinsi. Perawat harus mampu menerapkan prinsip etik dalam pengambilan keputusan dan mencakup nilai dan keyakinan diri klien, profesi, perawat, dan semua pihak yang terlihat (Ismani, 2001).
Dalam berjalannya proses semua semua profesi termasuk profesi keperawatan didalamnya tidak lepas dari suatu permasalahan yang membutuhkan berbagai alternatif jawaban yang belum tentu jaaban-jawaban tersbut bersifat memuaskan semua pihak. Hal itulah yang sering dikatan dilema etik. Dalam dunia keperawatan sering kali dijumpai banyak adanya kasus dilema etik sehigga seorang perawat harus benar-benar tahu tentang etik dan dilema etik serta cara penyelesaian dilema etik supaya didapatkan keputusan yang terbaik.
Secara umum, keperawatan telah berjalan dengan komitmen utamanya terhadap klien, dan akhir-akhir ini advokasi klienpun telah disahkan dalam peranan keperawatan itu sendiri. Advokasi menjadi satu hal yang harus di perhatikan, sebagaimana pengertiannya “Perlindungan dan dukungan terhadap hak-hak orang lain”. Sebagai kewajiban moral yang jelas bagi perawat, hal ini (advokasi) telah menemukan justifikasi (pembenaran) kepada pendekatan keperawatan yang didasarkan pada prinsip maupun asuhan, kedalam etika keperawatan. Dari sebab itu, pada kesempatan ini kami akan mencoba membahas tentang “Advokasi dalam keperawatan” secara ringkas dan mudah di mengerti.
Rumusan masalah
Bagaimana peran advokasi dalam keperawatan?
Bagaimana menjalankan advokasi sebagai perawat dalam kode etik?
Bagaimana menyelesaikan masalah etid dengan peran perawat sebagai advokasi?
Tujuan
Tujuan umum
Mengetahui dan memahami konsep advokasi keperawatan sebagai salah satu peran perawat, dengan mengaplikasikannya dalam lingkup kode etik
Tujuan khusus
Mengetahui konsep advokasi
Mengetahui konsep kode etik
Mengetahui cara penyelesaian kode etik dengan advokasi
BAB II
LANDASAN TEORI
Advokasi
Pengertian Advokasi
Advoksi secara harfiah berarti pembelaan, sokongan atau bantuan terhadap seseorang yang mempunyai permasalahan. Istilah advokasi mula-mula digunakan di bidang hukum atau pengadilan.
Fry (1987) mendefinisikan advokasi sebagai dukungan aktif terhadap setiap hal yang memiliki penyebab atau dampak penting. Defenisi ini hampir sama dengan yang dinyatakan oleh Gadow (1983) bahwa advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuan perawat secara aktif kepada individu untuk secara bebas menentukan nasibnya sendiri (Priharjo,1995).
Menurut Kohnke dalam KoZier,B et all,. (1998) tindakan seorang advocator adalah menginformasikan dan mendukung secara obyektif, berhati-hati agar tidak bertentangan dengan setuju atau tidak setuju suatu keputusan yang dipilih klien. Seorang advokator menginformasikan hak-hak klien dalam situasi apapun sehingga klien dapat mengambil keputusan sendiri. Fokus peran advokasi perawat adalah menghargai keputusan klien dan meningkatkan otonomi klien. Hak-hak yang dimiliki oleh klien yakni hak untuk memilih nilai-nilai yang sesuai dan penting bagi hidupnya, hak untuk menentukan jenis tindakan yang terbaik untuk mencapai nilai-nilai yang diinginkan dan hak untuk membuang nilai-nilai yang mereka pilih tanpa paksaan dari orang lain.
Peran Perawat
Pengertian peran
Peran adalah harapan tentang bagaimana seseorang yang menduduki posisinya menunjukan prilaku terhadap orang yang berada di posisi lain (Roy, 1994). Selanjutnya menurut Baylon and Maglaya, 1997 menegaskan bahwa peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial yang berhubungan dengan fungsi individu di masayarakat dan keluarga. Sedangkan menurut Stuart and Sundeen, 1998 peran adalah serangkaian pola dan perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok.
Pengertian peran yang dijabarkan dari beberapa konsep teori ini dapat dikatakan bahwa peran adalah harapan dari seseorang/pasien terhadap perawat dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam memberikan asuhan keperawatan yang profesional.
Factor-faktor yang mempengaruhi terlaksananya peran
Menurut Green cit Notoatmodjo (1993) peran atau perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: faktor predisposisi terwujud dalam:
pengetahuan; merupakan dominan yang penting untuk terbentuknya tindakan, merupakan kesiapan individu untuk bertindak atau predisposisi suatu perilaku;
keyakinan; menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat;
nilai-nilai; menurut Allport (1954) cit Notoatmodjo (1993) nilai-nilai adalah suatu kepercayaan terhadap obyek.
Faktor pendukung/enabling factor yang terwujud dalam lingkungan fisik dan fasilitas institusi/rumah sakit, tersedianya lingkungan fisik yang memungkinkan serta fasilitas yang cukup mendorong seseorang untuk berprilaku atau berperan dalam komunitasnya. Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau perawat profesional lain yang merupakan referensi. Sikap dan perilaku komunitas profesi akan mendorong anggota lain untuk bersikap dan berperilaku seperti dia.
Pengertian perawat
Menurut Depkes RI (2002) perawat adalah seorang yang memberikan pelayanan kesehatan secara professional dimana pelayanan tersebut berbentuk pelayanan biologis, psikologi sosial, spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat. Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangannya melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan (Gaffar). Seorang perawat dikatakan profesional jika memiliki ilmu pengetahuan, ketrampilan keperawatan, dan bertanggung jawab serta berkewenangan melaksanakan asuhan keperawatan (Gaffar).
Perawat professional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya (Depkes RI,2002).
Peran perawat
Peran perawat adalah tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang yang memenuhi kualifikasi sehingga dibenarkan mempunyai kedudukan dalam suatu system pelayanan kesehatan (Pusdiknakes,1989), menurut Doheney (1992) peran perawat terdiri dari:
Care giver/pemberi pelayanan
Memperhatikan individu dalam konteks sesuatu kebutuhan klien.
Perawat menggunakan nursing proses untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan, mulai dari masalah fisik (fisiologis) sampai masalah psikologis.
Peran utama adalah memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat sesuai diagnose keperawatan yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai dengan komplek.
Clien advocate/pembela pasien
Perawat bertanggung jawab untuk membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasi informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil prsetujuan (inform consent) atas tidakan keperawatan yang diberikan
Consellor/konseling
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya.
Adanya pola interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.
Konseling diberikan kepada individu atau keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman masa lalu.
Pemecahan masalah difokuskan pada masalah mengubah perilaku hidup sehat (prubahan pola interaksi
Educator /pendidik
Peran ini dilakukan pada klien, keluarga, tim kesehatan lain baik secara spontan (saat interaksi) maupun secara disiapkan.
Tugas perawat adalah membantu mempertinggi k. pengetahuan dalam upaya meningkatkan kesehatan, gejala penyakit sesuai kondisi dan tindakan yang spesifik.
Dasar pelaksanaan peran adalah intervensi dalam Nursing care Planning.
Coordinator/coordinator
Peran perawat adalah mengarahkan , merencanakan, mengorganisasikan pelayanan dari semua tim kesehatan. Karena klien menerima banyak pelayanan dari banyak profesional misalnya nutrisi maka aspek yang harus diperhatikan adalah jenis, jumlah, komposisi, persiapan, pengelolaan, cara memberikan, monitoring, motivasi edukasi dan sebagainya.
Collaborator/kolaborasi
Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga dan tim kesehatan lainnya berupaya mengidentifikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk tukar pendapat terhadap pelayanan yang diperlukan klien, memberi dukungan, paduan keahlian dan ketrampilan dari berbagai profesional pemberi pelayanan kesehatan.
Consultan/konsultan
Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien dan informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan peran ini dapat dikatakan keperawatan adalah sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi spesifik klien.
Change agent/perubah
Elemen ini mencakup perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dalam hubungan dengan klien dan cara pemberian keperawatan kepada klien.
Peran perawat sebagai advocator
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai advocat (pembela klien) perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan.
Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, hak-hak klien tersebut antara lain: hak atas informasi; pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit/sarana pelayanan kesehatan tempat klien menjalani perawatan. Hak mendapat informasi yang meliputi hal-hal berikut:
penyakit yang dideritanya;
tindakan medik apa yang hendak dilakukan
kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya;
alternatif terapi lain beserta resiko
prognosis penyakitnya
perkiraan biaya pengobatan/rincian biaya atas penyakit yang dideritanya
hak atas pelayanan yang manusiawi, adil, dan jujur;
hak untuk memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yang bermutu sesuai dengan standar profesi keperawatan tanpa diskriminas
hak menyetujui/ memberi izin persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan oleh perawat/ tindakan medik sehubungan dengan penyakit yang dideritanya (informed consent);
hak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya;
hak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
hak menjalankan ibadah sesuai agama/ kepercayaan yang mengganggu pasien lain;
hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit
hak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya;
hak menerima atau menolak bimbingan moral maupun spiritual
hak didampingi perawat keluarga pada saat diperiksa dokter
hak untuk memilih dokter, perawat atau rumah sakit dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan
hak atas rahasia medic atau hak atas privacy dan kerahasian penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya;
hak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opion), terhadap penyakit yang dideritanya dengan sepengetahuan dokter yang menangani;
hak untuk mengetahui isi rekam medik ( Kusnanto,2004 )
Kode Etik
Pengertian etika
Etika (Yunani Kuno: “ethikos”, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral[1]. Kata etika berasal dari bahasa Yunani, ethos atau taetha yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kebiasaan atau adat istiadat. Oleh filsuf Yunani, Aristoteles, etika digunakan untuk menunjukkan filsafat moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma moral, perintah, tindakan kebajikan dan suara hati. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Pada pengertian yang paling dasar, etika adalah sistem nilai pribadi yang digunakan memutuskan apa yang benar, atau apa yang paling tepat, dalam suatu situasi tertentu; memutuskan apa yang konsisten dengan sistem nilai yang
ada dalam organisasi dan diri pribadi. Etika juga diartikan pula sebagai filsafat moral yang berkaitan dengan studi tentang tindakan-tindakan baik ataupun buruk manusia di dalam mencapai kebahagiaannya[2]. Apa yang dibicarakan di dalam etika adalah tindakan manusia, yaitu tentang kualitas baik (yang seyogyanya dilakukan) atau buruk (yang seyogyanya dihindari) atau nilai-nilai tindakan manusia untuk mencapai kebahagiaan serta tentang kearifannya dalam bertindak.
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia. Menurut Mathis dan Jackson, etika memiliki dimensi-dimensi konsekuensi luas, alternatif ganda, akibat berbeda, konsekuensi tak pasti, dan efek personal
Konsekuensi Luas : keputusan etika membawa konsekuensi yang luas. Misalnya, karena menyangkut masalah etika bisnis tentang pencemaran lingkungan maka diputuskan penutupan perusahaan dan pindah ke tempat lain yang jauh dari karyawan. Hal itu akan berpengaruh terhadap kehidupan karyawan, keluarganya, masyarakat dan bisnis lainnya.
Alternatif Ganda : beragam alternatif sering terjadi pada situasi pengambilan keputusan dengan jalur di luar aturan. Sebagai contoh, memutuskan seberapa jauh keluwesan dalam melayani karyawan tertentu dalam hal persoalan keluarga sementara terhadap karyawan yang lain menggunakan aturan yang ada.
Akibat Berbeda : keputusan-keputusan dengan dimensi-dimensi etika bisa menghasilkan akibat yang berbeda yaitu positif dan negatif. Misalnya mempertahankan pekerjaan beberapa karyawan di suatu pabrik dalam waktu relatif lama mungkin akan mengurangi peluang para karyawan lainnya untuk bekerja di pabrik itu. Di satu sisi keputusan itu menguntungkan perusahaan tetapi pihak karyawan dirugikan.
Ketidakpastian Konsekuensi : konsekuensi keputusan-keputusan bernuansa etika sering tidak diketahui secara tepat. Misalnya pertimbangan penundaan promosi pada karyawan tertentu yang hanya berdasarkan pada gaya hidup dan kondisi keluarganya padahal karyawan tersebut benar-benar kualifaid.
Efek Personal : keputusan-keputusan etika sering mempengaruhi kehidupan karyawan dan keluarganya, misalnya pemecatan terhadap karyawan disamping membuat sedih si karyawan juga akan membuat susah keluarganya. Misal lainnya, kalau para pelanggan asing tidak menginginkan dilayani oleh “sales” wanita maka akan berpengaruh negatif pada masa depan karir para “sales” tersebut.
Tipe-tipe etika
Bioetik
Bioetik merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam etik, menyangkut masalah biologi dan pengobatan. Lebih lanjut, bioetika difokuskan pada pertanyaan etik yang muncul tentang hubungan antara ilmu kehidupan, bioteknologi, pengobatan, politik, hukum, dan theology. Pada lingkup yang lebih sempit, bioetik merupakan evaluasi etika pada moralitas treatment atau inovasi teknologi, dan waktu pelaksanaan pengobatan pada manusia. Pada lingkup yang lebih luas, bioetik mengevaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin membantu atau bahkan membahayakan kemampuan organisme terhadap perasaan takut dan nyeri, yang meliputi semua tindakan yang berhubungan dengan pengobatan dan biologi. Isu dalam bioetik antara lain : peningkatan mutu genetik, etika lingkungan, pemberian pelayanan kesehatan.
Clinical Ethics/ Etik Klinik
Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih memperhatikan pada masalah etik selama pemberian pelayanan pada klien. Contoh clinical ethics : adanya persetujuan atau penolakan, dan bagaimana seseorang sebaiknya merespon permintaan medis yang kurang bermanfaat (sia-sia).
Nursing ethics/Etik
Perawatan Bagian dari bioetik, yang merupakan studi formal tentang isu etik dan dikembangkan dalam tindakan keperawatan serta dianalisis untuk mendapatkan keputusan etik. Etika keperawatan dapat diartikan sebagai filsafat yang mengarahkan tanggung jawab moral yang mendasari pelaksanaan praktek keperawatan. Inti falsafah keperawatan adalah hak dan martabat manusia, sedangkan fokus etika keperawatan adalah sifat manusia yangunik(Dalami,2010)
Teori etik
Teor etik digunakan dalam pembuatan keputusan bila terjadi konflik antara prinsip dan aturan Beberapa teori etik adalah sebagai berikut :
a. Teleologi
Teleologi (berasal dari bahasa Yunani, dari kata telos, berarti akhir), Istilah teleologi dan utilitarinisme sering digunakan saling bergantian. Teleologi merupaka suatu doktrin yang menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang dihasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi. Pendekatan ini sering disebut dengan ungkapan The end justifies the means atau makna dari suatu tindakan ditentukan dari hasil akhir yang terjadi. Contoh dari teori ini adalah bayi yang lahir cacat lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya menjadi beban masyarakat.
b. Deotologi
Deontologi (berasal dari bahasa Yunani, Deon berarti tugas) prinsip pada aksi atau tindakan. Benar atau salah bukan ditentukan oleh hasil akhir atau konsekuensi dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai moralnya.dalam konteks ini, perhatian difokuskan pada tindakan melakukan tanggung jawab moral yang dapat memberikan penentu apakah tindakan tersebut secara moral benar atau salah. Contoh dari penerapan teori ini adalah: seorang perawat yang yakin bahwa klien harus diberi tahu tentang sebenarnya terjadi walaupun kenyataan tersebut sangat menyakitkan (Suhaemi,2003).
Kode etik dalam keperawatan
Kode Etik Keperawatan Kode etik adalah suatu tatanan tentang prinsip-prinsip umum yang telah diterima oleh suatu profesi. Kode etik keperawatan merupakan suatu pernyataan komprehensif dari profesi yang memberikan tuntunan bagi anggotanya dalam melaksanakan praktek keperawatan baik yang berhubungan dengan pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, diri sendiri, dan tim kesehatan (Wulan, 2011).
Tujuan kode etik keperawatan tersebut adalah sebagai berikut :
Merupakan dasar dalam mengatur hubungan antar perawat, klien atau pasien, teman sebaya, masyarakat, dan unsur profesi, baik dalam profesi keperawatan maupun dengan profesi lain di luar profesi keperawatan.
Merupakan standar untuk mengatasi masalah yang silakukan oleh praktisi keperawatan yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam pelaksanaan tugasnya.
Untuk mempertahankan bila praktisi yang dalam menjalankan tugasnya diperlakukan secara tidak adil oleh institusi maupun masyarakat.
Merupakan dasar dalam menyusun kurikulum pendidikan kepoerawatan agar dapat menghasilkan lulusan yang berorientasi pada sikap profesional keperawatan.
Memberikan pemahaman kepada masyarakat pemakai / pengguna tenaga keperawatan akan pentingnya sikap profesional dalam melaksanakan tugas praktek keperawatan. ( PPNI, 2000 ).
Etika pengambil keputusan
Seorang pemimpin dalam mengambil keputusan dihadapkan pada dilema etika dan moral. Keputusan yang diambil pemimpin tentunya akan menghasilkan dampak bagi orang lain. Idealnya, seorang pemimpin mempunyai integritas yang menjunjung tinggi nilai moral dan etika. Sehingga, keputusan yang diambilnya adalah mengacu tidak hanya pada kepentingannya sendiri, melainkan juga kepentingan orang banyak termasuk lingkungannya. Misalnya seperti kasus Enron, tentunya pengambilan keputusan dilakukan tanpa mengacu pada nilai-nilai etika dan moral. Oleh karena itu, hasilnya adalah kehancuran.
Maka, ada baiknya sebelum Anda mengambil keputusa mengacu pada prinsip-prinsip berikut ini
Autonomi
Isu ini berkaitan dengan apakah keputusan Anda melakukan eksploitasi terhadap orang lain dan mempengaruhi kebebasan mereka? Setiap keputusan yang Anda ambil tentunya akan mempengaruhi banyak orang. Oleh karena itu, Anda perlu mempertimbangkan faktor ini ke dalam setiap proses pengambilan keputusan Anda. Misalnya keputusan untuk merekrut pekerja dengan biaya murah. Seringkali perusahaan mengeksploitasi buruh dengan biaya semurah mungkin padahal sesungguhnya upah tersebut tidak layak untuk hidup.
Non-malfeasance
Apakah keputusan Anda akan mencederai pihak lain? Di kepemerintahan, nyaris setiap peraturan tentunya akan menguntungkan bagi satu pihak sementara itu mencederai bagi pihak lain. Begitu pula halnya dengan keputusan bisnis pada umumnya, dimana tentunya menguntungkan bagi beberapa pihak namun tidak bagi pihak lain. Misalnya kasus yang belakangan menghangat yaitu pemerintah dengan UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) yang baru disahkan dan ditentang oleh banyak pihak. Salah satunya implikasi dari UU tersebut adalah pemblokiran situs porno. Meskipun usaha pemerintah baik, namun banyak pihak yang menentangnya.
Beneficence
Apakah keputusan yang Anda ambil benar-benar membawa manfaat? Manfaat yang Anda ambil melalui keputusan harus dapat menjadi solusi bagi masalah dan merupakan solusi terbaik yang bisa diambil.
Justice
Proses pengambilan keputusan mempertimbangkan faktor keadilan, dan termasuk implementasinya. Di dunia ini memang sulit untuk menciptakan keadilan yang sempurnam namun tentunya kita selalu berusaha untuk menciptakan keadilan yang ideal dimana memperlakukan tiap orang dengan sejajar. Misalnya dalam keputusan reward, Astra Internasional mempunyai 2 filosofi dasar. Pertama adalah fair secara internal, dimana setiap orang dengan golongan yang sama dan prestasi yang sama maka pendapatannya juga sama. Keputusan ini mencerminkan keadilan di dalam perusahaan itu sendiri. Sementara itu, filosofi lainnya adalah kompetitif secara eksternal, atau gaji yang bersaing dalam industri.
Fidelity
Fidelity berkaitan dengan kesesuaian keputusan dengan definisi peran yang kita mainkan. Seringkali ini melibatkan ‘looking at the bigger picture’ atau melihat secara keseluruhan dan memahami peran Anda dengan baik. Misalnya keputusan Chairman Federal Reserve, Ben S. Bernanke untuk menyelamatkan Bear Stearns dengan cara menyokong dana bagi akuisisi JPMorgan terhadap Bear Stearns senilai $30 miliar dan dipertanyakan oleh banyak pihak. Namun, Bernanke berpendapat bahwa ia melakukannya demi mencegah kekacauan finansial yang akan dialami pasar jika Bear Stearns benar-benar bangkrut.
Kriteria Pengambilan Keputusan yang Etis
Pengambilan keputusan semata-mata bukan karena kepentingan pribadi dari seorang si pengambil keputusannnya. Beberapa hal kriteria dalam pengambilan keputusan yang etis diantaranya adalah
Pendekatan bermanfaat (utilitarian approach), yang dudukung oleh filsafat abad kesembilan belas ,pendekatan bermanfaat itu sendiri adalah konsep tentang etika bahwa prilaku moral menghasilkan kebaikan terbesar bagi jumlah terbesar.
Pendekatan individualisme adalah konsep tentang etika bahwa suatu tindakan dianggap pantas ketika tindakan tersebut mengusung kepentingan terbaik jangka panjang seorang indivudu.
Konsep tentang etika bahwa keputusan yang dengan sangat baik menjaga hak-hak yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
hak persetujuan bebas. Individu akan diperlakukan hanya jika individu tersebut secara sadar dan tidak terpaksa setuju untuk diperlakukan.
hak atas privasi. Individu dapat memilih untuk melakukan apa yang ia inginkan di luar pekerjaanya.
hak kebebasan hati nurani. Individu dapat menahan diri dari memberikan perintah yang melanggar moral dan norma agamanya.
hak untuk bebas berpendapat. Individu dapat secara benar mengkritik etika atau legalitas tindakan yang dilakukan orang lain.
hak atas proses hak. Individu berhak untuk berbicara tanpa berat sebelah dan berhak atas perlakuan yang adil.
hak atas hidup dan keamanan. Individu berhak untuk hidup tanpa bahaya dan ancaman terhadap kesehatan dan keamananya
Teori Pengambilan Keputusan Dalam Hadapi Etik/Moral
Teori Utilitariansme (tindakan dimaksudkan untuk memberikan kebahagiaan atau kepuasan yang maksimal);
Teori Deontologi (tindakan berlaku umum & wajib dilakukan dalam situasi normal karena menghargai: Norma yang berlaku, Misal kewajiban melakukan pelayanan prima kepada semua orang secara obyektif)
Teori Hedonisme (berdasarkan alasan kepuasan Yang ditimbulkannya): mencari kesenangan, menghindari ketidaksenangan;
Teori Eudemonisme (tujuan akhir untuk kebahagiaan)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan yang Etis
Tahap perkembangan moral :
Tahap ini merupakan suatu tahap penilaian (assessment) dari kapasitas seseorang untuk menimbang nimbang apakah secara moral benar, makin tinggi perkembangan moral seorang berarti makin kurang ketergantungannya pada pengaruh- pengaruh luar sehingga ia akan makin cenderung berperilaku etis.
Sebagai misal, kebanyakan orang dewasa berada dalam tingkat menengah dari perkembangan moral, mereka sangat dipengaruhi oleh rekan sekerja dan akan mengikuti aturan dan prosedur suatu organisasi. Individu-individu yang telah maju
ketahap-tahap yang lebih tinggi iu menaruh nilai yang bertambah pada hak-hak oranglain, tak peduli akan pendapat mayoritas, dan kemungkinan besar menantang praktik-praktik organisasi yang mereka yakini secara pribadi sebagai sesuatu hal yang keliru.
Lingkungan Organisasi
Dalam lingkungan organisasional merujuk pada persepsi karyawan mengenai pengharapan (ekspetasi) organisasional. Apakah organisasi itu mendorong dan mendukung perilaku etis dengan meberi ganjaran atau menghalangi perilaku tak-etis dengan memberikan hukuman/sangsi. Kode etis yang tertulis, perilaku moral yang tinggi dari para seniornya, pengharapan yang realistis akan kinerja, penilaian kinerja sebagai dasar promosi bagi individu-individu, dan hukuman bagi individu-individu yang bertindak tak-etis merupakan suatu contoh nyata dari kondisi lingkungan organisasional sehingga kemungkinan besar dapat menumbuh kembangkan pengambilan keputusan yang sangat etis
Tempat kedudukan kendali
Tempat kedudukan kendali tidak lepas dengan struktur organisasi, pada umumnya individu-individu yang memiliki moral kuat akan jauh lebih kecil kemungkinannya untuk mengambil keputusan yang tak-etis, namun jika mereka dikendalai oleh lingkungan organisasi sebagai tempat kedudukannya yang sedikit banyak tidak menyukai pengambilan keputusan etis, ada kemungkinan individu- individu yang telah mempunyai moral yang kuatpun dapat tercemari oleh suatu lingkungan organisasi sebagai tempat kedudukannya yang mengizinkan atau mendorong praktik-praktik pengambilan keputusan tak-etis.
Faktor Agama dan Adat-Istiadat
Agama serta latar belakang adat-istiadat merupakan faktor utama dalam membuat keputusan etis. Setiap perawat disarankan memahami nilai-nilai yang diyakini maupun kaidah agama yang dianutnya. Untuk memahami ini memang diperlukan proses. Semakin tua dan semakin banyak pengalaman dan dan belajar, seseorang akan lebih mengenal siapa dirinya dan nilai-nilai yang dimilikinya.
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dihuni oleh penduduk dengan berbagai agama/kepercayaan dan adat-istiadat. Setiap penduduk yang menjadi warga Negara Indonesia harus beragama/kepercayaan. Ini sesuai dengan sila pertama pancasila: ketuhanan yang maha esa, dimana Indonesia menjadikan aspek ketuhanan sebagai dasar paling utama. Setiap warga Negara diberi kebebasan untuk memilih agama/kepercayaan yang dianutnya.
Nilai-nilai yang dipercaya masyarakat berpengaruh pula terhadap keperawatan. Sebagai contoh dapat dilihat pada kasus dibawah ini:
Seorang pasien yang menderita penyakit kronis dan dirawat dirumah sakit sudah beberapa bulan dalam keadaan lemah. Oleh karenanya, pasien atau keluarganya mungkin memilih untuk membawa pasien pulang agar dapat dipersiapkan meninggal dunia dengan tenang. Selain dengan pertimbangan faktor budaya, adat, hal ini juga karena adanya anggapan/nilai masyarakat bahwa “orang yang etikanya tidak baik selama hidup, maka akan sulit meninggal dunia”. Pasien kemudian dibawa pulang, dengan APS (Atas Permintaan Sendiri). Beberapa hari kemudian, pasien tersebut meninggal dunia.
Faktor adat-istiadat yang dimiliki oleh perawat atau pasien sangat berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis. Contoh dari permasalahan praktik adat-istiadat bisa diperhatikan pada contoh berikut ini:
Dalam budaya Jawa dan daerah lain dikenal suatu falsafah tradisional “Mangan ora mangan anggere ngumpul” (makan tidak makan asalkan tetap bersama). Falsafah ini sampai saat ini masih banyak mempengaruhi system kekerabatan orang Jawa. Sebagai contoh bila ada anggota keluarga yang sakit dan dirawat dirumah sakit maka biasanya ada salah satu keluarga yang ingin selalu menungguinya. Ini berbeda dengan system kekerabatan orang Barat bila ada anggota keluarga yang sangat maka sepenuhnya diserahkan pada perawat dalam keperawatan sehari-hari. Setiap rumah sakit di Indoneisa mempunyai aturan menunggu dan persyaratan pasien yang boleh ditunggu. Namun hal ini sering tidak dihiraukan oleh keluarga pasien, misalkan dengan alasan rumah jauh,pasien tidak tenang bila ditunggu keluarga dll. Ini sering menimbulkan etis bagi perawat antara membolehkan dan tidak membolehkan.
Faktor Sosial
Berbagai faktor sosial berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis. Faktor ini antara lain meliputi perilaku sosial dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum, dan peraturan perundang-undangan (Eliis, Hartley, 1980). Beberapa tahun terakhir ini telah terjadi berbagai perkembangan perilaku sosial dan budaya kita. Masyarakat Indonesia yang tadinya masyarakat agraris, yang sebagian besar tinggal di pedesaan, lambat laun mampu mengembangkan industry yang menyebabkan berbagai perubahan, antara lain semakin meningkatnya area kawasan industry. Nilai-nilai tradisional sedikit demi sedikit telah ditinggalkan oleh beberapa kalangan masyarakat. Misalnya, kaum wanita yang pada awalnya hanya sebagai ibu rumah tangga yang tergantung pada suami telah beralih pada pendamping suami yang mempunyai pekerjaan dan bahkan banyak yang menjadi wanita karier. Degan semakin meningkatnya orang yang menekuni profesinya, semakin banyak pula orang menunda perkawinan dan banyak pula yang mempertahankan kesendirian.
Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pada era abad ke 20 ini, manusia telah berhasil mencapai tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang belum dicapai manusia pada abad sebelumnya. Kemajuan yang telah dicapai meliputi berbagai bidang. Manusia telah mengarungi ruang angkasa dan mendarat di beberapa planet selain bumi. System komunikasi antara Negara dapat dilaksanakan secara langsung dari tempat yang jaraknya ribuan kilometer dari tempat lain.
Kemajuan di bidang kesehatan telah mampu meningkatkan kualitas hidup serta memperpanjang usia manusia dengan ditemukannya berbagai mesin mekanik kesehatan, cara prosedur baru dan bahan-bahan obat-obatan baru. Misalnya, pasien dengan gangguan ginjal dapat diperpanjang usianya berkat adanya mesin hemodialise. Ibu-ibu yang mengalami kesulitan hamil dapat dibantu dengan berbagai inseminasi. Kemajuan-kemajuan ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan etika.
Faktor Legislasi dan Keputusan Juridis
Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan. Setiap perubahan sosial atau legislasi menyebabkan timbulnya suatu tindakan yang merupakan reaksi perubahan terseebut. Legislasi merupakan jaminan tindakan menurut hukum sehingga orang yang bertindak tidak sesuai hukum dapat menimbulkan suatu konflik (Ellis, Hartley, 1990).
Saat ini aspek legislasi dan bentuk keputusan juridis bagi permasalahan etika kesehatan sedang menjadi topik yang banyak dibicarakan. Hukum kesehatan telah menjadi suatu bidang ilmu dan perundang-undangan baru banyak disusun untuk menyempurnakan perundang-undangan lama atau untuk mengantisipasi perkembangan permasalahan hukum kesehatan.
Ciri-Ciri Keputusan Etis
Semua keputusan dalam contoh-contoh ini menyangkut pertimbangan tentang apa yang benar dan apa yang salah, apa yang baik dan apa yang buruk.
Pengambilan keputusan etis sering menyangkut pilihan yang sukar.
Keputusan-keputusan etis tidak mungkin diletakkan.
Kita hanya bisa memahami pengambilan keputusan etis kalau kita memperhitungkan juga hal-hal yang tidak dipertimbangkan pada saat pengambilan keputusan itu
BAB III
KASUS
Ny. D seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai 2 orang anak yang ber umur 6 dan 4 tahun, Ny.D. berpendidikan SMA, dan suami Ny.D bekerja sebagai Sopir angkutan umum. Saat ini Ny.D dirawat di ruang kandungan RS. sejak 2 hari yang lalu. Sesuai hasil pemeriksaan Ny.D positif menderita kanker Rahim grade III, dan dokter merencanakan klien harus dioperasi untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim, karena tidak ada tindakan lain yang dapat dilakukan. Semua pemeriksaan telah dilakukan untuk persiapan operasi Ny.D. Klien tampak hanya diam dan tampak cemas dan binggung dengan rencana operasi yang akan dijalaninnya. Pada saat ingin meninggalakan ruangan dokter memberitahu perawat kalau Ny.D atau keluarganya bertanya, sampaikan operasi adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang apapun, tunggu saya yang akan menjelaskannya.
Menjelang hari operasinya klien berusaha bertanya kepada perawat ruangan yang merawatnya, yaitu:
“apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti”.karena kami masih ingin punya anak. “apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi” dan “apakah operasi saya bisa diundur dulu suster”
Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya menjawab secara singkat,
“ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus operasi”
“penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain”
“yang jelas ibu tidak akan bisa punya anak lagi…”
“Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan lansung dengan dokternya…ya.”
Sehari sebelum operasi klien berunding dengan suaminya dan memutuskan menolak operasi dengan alasan, klien dan suami masih ingin punya anak lagi.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Kasus diatas menjadi dilema etik bagi perawat dimana dilema etik ini didefinisikan sebagai suatu masalah yang melibatkn dua atau lebih landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif tindakan memiliki landasan moral atau prinsip. Pada kasus dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan kebingungan pada tim medis yang dalam konteks kasus ini khususnya pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya.
Dalam menyelesaikan kasus dilema etik yang terjadi pada kasus Ny. D, dapat diambil salah satu kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka pemecahan etik yang dikemukan oleh Kozier, erb. (1989), dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Mengembangkan data dasar dalam hal klarifiaksi dilema etik, mencari informasi sebanyaknya, berkaitan dengan: Orang yang terlibat, yaitu: Pasien, suami pasien, dokter bedah/kandungan, Rohaniawan dan perawat. Tindakan yang diusulkan yaitu:
Akan dilakukan operasi pengangkatan kandungan/rahim pada Ny.D. tetapi pasien mempunyai otonomi untuk membiarkan penyakitnya menggorogoti tubuhnya, walaupun sebenarnya bukan itu yang diharapkan, karena pasien masih meginginkan keturunan.
Maksud dari tindakan yaitu: dengan memberikan pendidikan, konselor, advocasi diharapkan pasien mau menjalani operasi serta dapat membuat keputusan yang tepat terhadap masalah yang saat ini dihadapi. Dengan tujuan agar Agar kanker rahim yang dialami Ny.D dapat diangkat (tidak menjalar ke organ lain) dan pengobatan tuntas.
Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan yaitu: Bila operasi dilaksanakan:
Biaya: biaya yang dibutuhkan klien cukup besar untuk pelaksanaan operasinya.
Psikologis: pasien merasa bersyukur diberi umur yang panjang bila operasi berjalan baik dan lancar, namun klien juga dihadapkan pada kondisi stress akan kelanjutan hidupnya bila ternyata operasi itu gagal. Selain itu konsekuensi yang harus dituanggung oleh klien dan suaminya bahwa ia tidak mungkin lagi bisa memiliki keturunan. Fisik: klien mempunyai bentuk tubuh yang normal. Biaya: biaya yang dibituhkan klien Biaya ; tidak mengeluarkan biaya apapun. Psikologis: klien dihadapkan pada suatu ancaman kematian, terjadi kecemasan dan rasa sedih dalam hatinya dan hidup dalam masa masa sulit dinga penyakitnya. Fisik: timbulnya nyeri pinggul atau tidak bisa BAK, perdarahan sesudah senggama, keluar keputihan atau cairan encer dari vagina.
Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut.
Untuk memutuskan apakah operasi dilakukan pada wanita tersebut, perawat dihadapkan pada konflik tidak menghormati otonomi klien. Apabila tindakan operasi dilaukan perawat dihadapkan pada konflik tidak melaksanakan kode etik profesi dan prinsip moral.
Bila menyampaikan penjelasan dengan selengkapnya perawat kawatir akan kondisi Ny.D akan semakin parah dan stress, putus asa akan keinginannya untuk mempunyai anak
Bila tidak dijelaskan seperti kondisi tersebut, perawat tidak melaksanakan prinsip-prinsip professional perawat Bila perawat menyampaikan pesan dokter, perawat melangkahi wewenang yang diberikan oleh dokter, tetapi bila tidak disampaikan perawat tidak bekerja sesuai standar profesi
Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.
Menjelaskan secara rinci rencana tindakan operasi termasuk dampak setelah dioperasi.
Menjelaskan dengan jelas dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan penyakit bila tidak dilakukan tindakan operasi Memberikan penjelasan dan saran yang berkaitan dengan keinginan dari mempunyai anak lagi, kemungkinan dengan anak angkat dan sebagainnya.
Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas penolakan tindakan operasi dan memberikan alternative tindakan yang mungkin dapat dilakukan oleh keluarga.
Memberikan advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat bertemu dan mendapat penjelasan langsung pada dokter bedah, dan memfasilitasi pasien dan kelurga untuk dapat mendapat penjelasan seluas-luasnya tentang rencana tindakan operasi dan dampaknya bila dilakukan dan bila tidak dilakukan.
Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang tepat. Kasus pasien tersebut merupakan masalah yang kompleks dan rumit, membuat keputusan dilkukan operasi atau tida, tidak dapat diputuskan pihak tertentu saja, tetapi harus diputuskan bersama-sama yang meliputi: Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa mereka ditunjuk. Untuk siapa saja keputusan itu dibuat
Apa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (social, ekonomi, fisiologi, psikologi dan peraturan/hukum). Sejauh mana persetujuan pasien dibutuhkan
Apa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh tindakan yang diusulkan.
Dalam kasus Ny.D. dokter bedah yakin bahwa pembuat keputusan, jadi atau tidaknya untuk dilakukan operasi adalah dirinya, dengan memperhatikan faktor-faktor dari pasien, dokter akan memutuskan untuk memberikan penjelasan yang rinci dan memberikan alternatif pengobatan yang kemungkinan dapat dilakukan oleh Ny.D dan keluarga. Sedangkan perawat primer seharusnya bertindak sebagai advokasi dan fasilitator agar pasien dan keluarga dapat membuat keputusan yang tidak merugikan bagi dirinya, sehingga pasien diharapkan dapat memutuskan hal terbaik dan memilih alternatif yang lebih baik dari penolakan yang dilakukan. Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik tentang penolakan rencana operasi dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien setelah mendiskusikan dan memberikan informasi yang lengkap dan valid tentang kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak dilakukan operasi yang jelas pasien telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap sehingga hak autonomi pasien dapat dipenuhi serta dapat memuaskan semua pihak. Baik pasien, keluarga, perawat primer, kepala ruangan dan dokter bedahnya.
Mendefinisikan kewajiban perawat Dalam membantu pasien dalam membuat keputusan, perawat perlu membuat daftar kewajiban keperawatan yang harus diperhatikan, sebagai berikut: memberikan informasi yang jelas, lengkap dan terkini
meningkatkan kesejahteran pasien membuat keseimbangan antara kebutuhan pasien baik otonomi, hak dan tanggung jawab keluarga tentang kesehatan dirinya.
membantu keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem pendukung
melaksanakan peraturan Rumah Sakit selama dirawat melindungi dan melaksanakan standar keperawatan yang disesuikan dengan kompetensi keperawatan professional dan SOP yang berlaku diruangan tersebut.
Membuat keputusan. Dalam suatu dilema etik, tidak ada jawaban yang benar atau salah, mengatasi dilema etik, tim kesehatan perlu dipertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan atau paling tepat untuk pasien. Kalau keputusan sudah ditetapkan, secara konsisten keputusan tersebut dilaksanakan dan apapun yang diputuskan untuk kasus tersebut, itulah tindakan etik dalam membuat keputusan pada keadaan tersebut. Hal penting lagi sebelum membuat keputusan dilema etik, perlu mengali dahulu apakah niat/untuk kepentinganya siapa semua yang dilakukan, apakah dilakukan untuk kepentingan pasien atau kepentingan pemberi asuhan, niat inilah yang berkaitan dengan moralitas etis yang dilakukan. Pada kondisi kasus Ny.D. dapat diputuskan menerima penolakan pasien dan keluarga tetapi setelah perawat atau tim perawatan dan medis, menjelaskan secara lengkap dan rinci tentang kondisi pasien dan dampaknya bila dilakukan operasi atau tidak dilakukan operasi. Penjelasan dapat dilakukan melalui wakil dari tim yang terlibat dalam pengelolaan perawatan dan pengobatan Ny.D. Tetapi harus juga diingat dengan memberikan penjelasan dahulu beberapa alternatif pengobatan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai kondisi Ny.D sebagai bentuk tanggung jawab perawat terhadap tugas dan prinsip moral profesionalnya. Pasien menerima atau menolak suatu tindakan harus disadari oleh semua pihak yang terlibat, bahwa hal itu merupakan hak, ataupun otonomi pasien dan keluarga.
Keputusan yang dapat diambil sesuai dengan hak otonomi klien dan keluarganya serta pertimbangan tim kesehatan sebagai seorang perawat, keputusan yang terbaik adalah dilakukan operasi berhasil atau tidaknya adalah kehendak yang maha kuasa sebagai manusia hanya bisa berusaha.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Sebagaimana yang kami paparkan di atas, maka yang menjadi kesimpulan adalah sebagai berikut :
Advoksi secara harfiah berarti pembelaan, sokongan atau bantuan terhadap seseorang yang mempunyai permasalahan. Istilah advokasi mula-mula digunakan di bidang hukum atau pengadilan.
peran adalah harapan dari seseorang/pasien terhadap perawat dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam memberikan asuhan keperawatan yang profesional.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terlaksanannya peran :
pengetahuan; merupakan dominan yang penting untuk terbentuknya tindakan, merupakan kesiapan individu untuk bertindak atau predisposisi suatu perilaku;
keyakinan; menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat;
nilai-nilai; menurut Allport (1954) cit Notoatmodjo (1993) nilai-nilai adalah suatu kepercayaan terhadap obyek.
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai advocat (pembela klien) perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan.
Etik merupakan kesadaran yang sistematis terhadap prilaku yang dapat dipertanggung jawabkan, etik bicara tentang hal yang benar dan hal yang salah dan didalam etik terdapat nilai-nilai moral yang merupakan dasar dari prilaku manusia (niat). Prinsip-prinsip moral telah banyak diuraikan dalam teori termasuk didalamnya bagaimana nilai-nilai moral di dalam profesi keperawatan. Penerapan nilai moral professional sangat penting dan sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi dan harus dilaksanakan dalam praktek keperawatan. Setiap manusia mempunyai hak dasar dan hak untuk berkembang, demikian juga bagi pasien sebagai penerima asuhan keperawatan mempunyai hak yang sama walaupun sedang dalam kondisi sakit. Demikian juga perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Kedua-duannya mempunyai hak dan kewajiban sesuai posisinya. Disinilah sering terjadi dilema etik, dilema etik merupakan bentuk konflik yang terjadi disebabkan oleh beberapa factor, baik faktor internal dan faktor eksternal, disamping itu karena adanya interaksi atau hubungan yang saling membutuhkan. Oleh sebab itu dilema etik harus diselesaikan baik pada tingkat individu dan institusi serta organisasi profesi dengan penuh tanggung jawab dan tuntas. Penyelesaian dilema etik harus mempunyai kerangka berfikir yang jelas sehingga keputusan yang diambil dapat memberi kepuasan terhadap semua pihak baik pemberi dan penerima asuhan keperawatan. Banyak teori yang membahas dan membuat kerangka penyelesaian masalah etik, tetapi penyelesaian secara umum bila terjadi kasus etik adalah sebagai berikut; melakukan peninjauan kembali terhadap kejadian, memanggil saksi-saksi, mengkaji dan mengidentifikasi pelanggaran etik yang dilakukan, dan menetapkan sangsi terhadap pelanggaran atau memberikan rehabilitasi bila tidak terbukti melanggar etik. Semua hal tersebut yang penting adalah bagaimana masalah dilema etik dapat diputuskan dengan baik dan memuaskan semua pihak.
Saran
Adapun yang menjadi saran dari paparan kami di atas adalah sebagai berikut :
Dengan mengetahui arti dari advokasi, peran, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, di harapkan kepada seluruh perawat agar mampu menjadi advokator yang baik dan handal, yang berkerja secara profesional, yang tidak hanya menjadi advokator pasien/klien, tapi juga menjadi pembela kelayakan untuk keluarga pasien, baik itu dari segi kenyamanan, kelayakan dan juga pelayanan-pelayanan keperawatan lainnya.
Pentingnya membuat standar praktek keperawatan yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan.
Perlunya peraturan atau perundang-undangan yang mengatur dan sebagai bentuk pelindungan hukum baik pemberi dan penerima praktek keperawatan
Kode etik di Indonesia yang sudah ada perlu didukung dengan adanya perangkat-perangkat aturan yang jelas agar dapat dilaksanakan secara baik dilapangan.
Keputusan dilema etik perlu diambil dengan hati-hati dan saling memuaskan dan tidak merugikan bagi pasien, maka perlu dibentuk komite etik disetiap Rumah Sakit dan bila perlu disetiap ruang ada yang mengawasi dan mengontrol pelaksanaan etik dalam praktek keperawatan. Perlunya sosialisai yang luas tentang kode etik profesi keperawatan dan bila perlu diadakan pelatihan yang bersifat review tentang etika keperawatan secara periodic dan tidak terbatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar