KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas limpahan-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa dengan selesainya tugas ini tidak terlepas dari berbagai belah pihak terutama Dosen Pembimbing dan teman seperjuangan. Olehnya itu terima kasih kami ucapkan yang setinggi-tinggi kepada Beliau.
Sebagai manusia biasa tentulah dalam penyusunan tugas ini terdapat berbagai kekurangan, baik yang disadari maupun yang tidak disadari untuk itu penyusun dengan lapang dada siap menerima kritikan dan saran dari berbagai belah pihak yang telah membaca tugas ini, demi penyempurnaan dalam tulisan ini.
Akhir kata semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penyusun.
Pontianak, 25 Oktober 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
⦁ Latar Belakang
Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam meningkatkan derajat kesehatan komunitas. Apabila setiap keluarga sehat akan tercipta komunitas yang sehat pula. Masalah kesehatan yang dialami oleh sebuah keluarga dapat mempengaruhi komunitas setempat bahkan dapat pula mempengaruhi komunitas global. Sebagai contoh apabila ada seorang anggota keluarga yang menderita penyakit demam berdarah,nyamuk sebagai vector penularan dan penyebab dapat menggigit anggota keluarga lain dan juga tetangga,dimana hal tersebut dapat mempengaruhi system keluarga dan juga komunitas tempat keluarga tersebut tinggal. Membangun Indonesa sehat seharusnya dimulai dengan membangun keluarga yang sehat sesuai dengan budaya keluarga ( Sudiharto,2007: 22).
Oleh karena itu, dalam melaksanakan asuhan keperawatan komunitas pada keluarga yang menjadi prioritas utama adalah keluarga dengan masalah kesehatan yang rentan (menular atau menjangkiti) anggota keluarga lainnya, seperti pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya menderita penyakit TBC Paru.
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang dan tahan asam dapat berupa organisme pathogen dan saprovit ( Sylvia,A.Price.2005: 825). Tanda dan gejala yang sering dijumpai atau dikeluhkan berupa batuk – batuk berlendir atau tidak berlendir lebih dari 3 minggu, keringat berlebihan pada malam hari,napsu makan berkurang,berat badan menurun,serta kelelahan dan kelemahan.
WHO melaporkan angka kesakitan dan kematian akibat kuman mycobakterium tuberkulosis masih tinggi pada saat ini.Tahun 2009 jumlah penderita yang meninggal karena TBC sebanyak 1,7 juta orang (600.000 diantaranya perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus TB baru didunia pada tahun 2009 juga. Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15 – 55 tahun). Dinegara – negara miskin kematian akibat tuberkulosis menempatkan 25 % dari seluruh kematian yang terjadi. Daerah Asia Tenggara menanggung bagian yang terberat dari bagian TBC global yakni sekitar 38 % dari kasus tuberkulosis di dunia. Di Indonesia pada tahun 2009 WHO mencatat jumlah penderita tuberkulosis menurun ke peringkat
lima dunia dengan jumlah penderita 429.000 orang. Kesakitan dan kematian akibat TBC mempunyai konsekuensi yang sangat signifikan terhadap permasalahan ekonomi baik secara individu,keluarga maupun masyarakat. Strategi DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse chemotherapy) yang direkomendasikan oleh WHO merupakan pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dijalankan secara sungguh(www.depkes.go.id). Menurut WHO seseorang yang menderita tuberkulosis akan kehilangan pendapatan rumah tangganya sekitar tiga sampai empat bulan.
⦁ Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah “bagaimanakah asuhan keperawatan komunitas dengan penyakit TBC?”
⦁ Tujuan
⦁ Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan keluarga pada klien dengan TBC
⦁ Tujuan Khusus
⦁ Mengetahui konsep tahap perkembangan
⦁ Mengetahui tinjauan medis TBC meliputi pengertian, etiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan, dan prognosis
⦁ Mengetahui ciri-ciri klien TBC dengan melakukan pengkajian keperawatan
⦁ Mengetahui intervensi keperawatan pada klien dengan TBC
⦁ Mengetahui tindak lanjut intervensi dalam evaluasi keperawatan pada klien TBC
⦁ Mengetahui konsep proses keperawatan keluarga
BAB II
LANDASAN TEORI
⦁ Keperawatan Komunitas
WHO ( 1974) komunitas sebagai kelompok sosial yang ditentukan oleh batas – batas wilayah,nilai – nilai keyakinan dan minat yang sama serta adanya saling mengenal dan berinteraksi antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Koentjaraningrat(1990) komunitas merupakan suatu kesatuan hidup manusia yang menempati suatu wilayah nyata dan berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat serta terikat oleh rasa identitas suatu komunitas.
Depkes RI ( 1986) keperawatan masyarakat adalah suatu upaya pelayanan keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh perawat dengan mengikut sertakan team kesehatan lainnya dan masyarakat untuk memperoleh tingkat kesehatan yang lebih tinggi dari individu,keluarga dan masyarakat( Mubarak,2009:2)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keperawatan komunitas adalah pelayanan keperawatan kesehatan yang diberikan oleh perawat kepada individu,keluarga dan masyarakat dengan melibatkan keluarga dan masyarakat dalam suatu wilayah.
⦁ Tuberculosis
⦁ Pengertian
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru, disebabkan oleh MycobacteriumTuberculosis. kuman batang asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. bakteri mempunyai ada beberapa mikrobakteria patogen, tetapi tetap hanya srain bovin dan kuman yang mempunyai patogenik yang terhadap manusia. Basil tuberkel ini yang berukuran 0,3 x 2 sampai 4 ,ukuran yang ini melebih kecil dari satu sel darah merah (Taqiyyah & Mohammad Jauhar, 2018 ).
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Mansjoer, 1999 :472).
Tuberculosis(TB) adalah penyakit infeksiusyang terutama menyerang parenkim paru.
( smeltzer, 2001 :584).
⦁ Etiologi
Agens infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis adalah batang aerobic tahan asam yang tubuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. (smaltzer, 2001 : 584).
Penyebab utama tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1- 4/ um dan tebal 0,3 - 0,6/um. Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosis komplek adalah :
⦁ Mycobacterium tuberculosis
⦁ Varian asam.
⦁ Varian african I.
⦁ Varian african II.
⦁ M. Bovis.
Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemologi.Kelompok kuman M. Tuberculosae dan Micobacterium other than TB ( MOTT, atypical) adalah M. Malmacerce , M. Xenopi.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomanan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam ( asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin ( hal ini terjadi karena kuman berada dalam keadaan dormant. Dari sifat dormant menjadi tuberculosis aktif lagi.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apical paru-paru lebih tinggi dari pada lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis. ( Bahar, 2001 : 820 -821)
⦁ Manifestasi Klinis
⦁ Demam (subfebris, kadang-kadang 40 - 41 C, seperti demam influensa.
⦁ Batuk (kering, produktif, kadang-kadang hemoptoe (pecahnya pembuluh darah).
⦁ Sesak napas, jika infiltrasi sudah setengah bagian paru.
⦁ Nyeri dada, jika infiltrasi sudah ke pleura.
⦁ Malaise , anoreksia, badan kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
⦁ Cara Penularan
Tubercolosis ditukarkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara, individu terinfeksi melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyayi, melepaskan dropletbesar (lebih besar dari 100m) dan kecil (1sampai 5 m). Droplet yang besar manetap, sementara droplet yang kecil tertahan di udara dan tertiup oleh individu yang rentan. Individu yang beresiko tinggi untuk tertular TB, menurut Smeltzer ( 2001:594 ) adalah :
⦁ Mereka yang kontak dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
⦁ Individu imunosupresif(termasuk lansia, pasien dengan kanker mereka yang dalam tetapi kontrikosteroidatau mereka yang terinfeksi dengan HIV).
⦁ Penggunaan obat-obat intravena(IV) dan Alkoholik.
⦁ Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat ( tuna wisma, tahanan, etnik dan ras minoritas terutama anak-anak dibawah usia 15 tahun dan dewasa muda antara yang berusia 15-44 tahun).
⦁ Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya, misal diabetes militus ( DM ) gagal ginjal kronis rentan sekali terhadap kuman TB.
⦁ Imigrasi dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara, Afrika, Amerika Serikat dan Latin, Karibia). Seseorang dari daerah endemis beresiko tinggi tertular kuman TB.
⦁ Setiap individu yang tinggal di institusi (misal fasilitas perawatan jangka panjang, psikiatrik, penjara)
⦁ Daerah perumahan kumuh.
Sanitasi yang buruk menyebabkan imun buruk, sehingga mempercepat perembangan kuman TB. (Smeltzer 2001 : 594).Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan hasil dahak negatif (tidak terlihak kuman), maka penderita tersebut tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. (Depkes RI 2002 : 9)
⦁ Patofisiologi
Tempat masuknya kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara ( air bone 0, yaitu melalui inhalasi droplet mengandung kuman–kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas sel–sel efektornya adalah makrofag, sedangkan lomfosis(biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil, gumpalan basil yang lebih besar cenderung bertahan disaluran hidung dan cabang besar bhroncus. Setelah berada dalam ruang alveolusbiasanya dibagian bawah lobusatas paru–paru atau di bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit pada morfonuklear tampak pada tempat tersebut. Sesudah hari–hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Basil juga menyebar melalui getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari satu sel epiteloid dan fibroblas, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang menglilingi tuberkel. Lesi primer paru–paru dinamakan fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas dari dinding kavitas akan masuk pada percabangan trakeobronchial. Bila peradangan mereka lumen, bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan percabangan bronkus rongga. Bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil yang kadang–kadang dapat menimbulkan lesi pada bagian organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohemotogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberculosis millier.
Ini banyak terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam system vaskuler dan tersebar ke organ – organ tubuh. ( price, 1995 : 753 -754 )
Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli tempat dimana mereka berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri, baik juga dipindahkan melalui system limfe dan aliran darah kebagian tubuh lainnya (ginjal, tulang korteks cerebri) dan area paru lainnya (lobus atas).
System imum tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasifagosit (noukrofit dan makrofag) menelan bakteri, limfosit spesifik tuberculosis milisis (menghancurkan) basil jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dan alveoli, menyebabkan bronchopneumonia infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu pemajanan.
Massa jarinngan baru, yang disebut granulomas yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati dikelilingi oleh makrofag yang berbentuk dinding protektif. Granulosis diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian central dimana massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon. Bahan (bakteri) menjadi dormant, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon inadekuat dari respon imun. Tuberkel ghon memecah, melepas bahan seperti keju dalam bronchial, bakteri kemudian tersebar ke udara. Tuberkel yang memecah menyembuh membentuk jaringgan parut. Parut ruang terinfeksi menjadi lebih banyak mengakibatkan terjadinya bronchopneumonia lebih lanjut. (smeltzer, 2001 : 585)
⦁ Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi dini dan komplikasi lanjut :
⦁ Komplikasi dini.
⦁ Pleuritis : inflamasi pleura
⦁ Efusi pleura : alir cairan keluar dari dalam pembuluh yang normal kejaringan sekitarnya.
⦁ Empiema : timbunan atau kumpulan pus dalam suatu kavitas.
⦁ Langiritis : inflamasi laring.
⦁ Menjalar ke organ lain melalui penyebaran suatu hematogen karena fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam system vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh usus.
⦁ Pancet’s athropathy : Setiap penyakit sendi.
⦁ Komplikasi lanjut
⦁ Obstruksi jalan nafas : SPOT (Sindrom Obstruksi Pasca Operatif).
⦁ Kerusakanparenkim berat : SPOT / fibrosis paru, Korpulmonal.
⦁ Amiloidosis terdapat timbunan-timbunan amiloid (zat pati) dalam jaringan tubuh atau sebagai timbunan abnormal dalam berbagai organ.
⦁ Karsinoma Paru.
Infeksi yang berkelanjutan tanpa penanganan dapat menyebabkan kanker paru.
⦁ Sindrom gagal nafas dewasa (ARDS).
Kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstensif darah dalam paru- paru. (Bahar, 2001 : 829)
⦁ Pemeriksaan Penunjang
⦁ Tes kulit tuberculin.
Tehnik standart (tes Mantoux) adalah dengan menyuntikkan tuberculin (PPD) sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit tuberculin secara intracutan, pada sepertiga alas permukaan volar lengan bawah sebelah kulit dibersihkan dengan alkohol. Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimal diperlukan waktu antara 48 sampai 72 jam sesudah penyuntikan. Reaksi harus dibaca, yang dicatat dari reaksi ini adalah diameter indurasi dalam satuan milimeter. Pengukuran harus dilakukan melintang terhadap sumber panjang lengan bawah. Indurasi dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi daerah indurasi sebesar 10 mm atau lebih dianggap bermakna dan mencerminkan adanya sensifitas yang berasal dari infeksi dengan hasil daerah indurasi yang diameternya kurang dari 10 mm dinggap tidak bermakna.
⦁ Vaksin BCG
Vacillus Calmette – Guerin (BCG), suatu bentuk vaksin dari kuman tubercolusi sapi yang dilemahkan. Organisme disuntikkan ke kulit untuk membentuk fokus primer yang berdinding berkapur dan berbatas tegas. Reaksi 10 atau 15 mm dianggap sebagai reaksi bermakna.
⦁ Pemeriksaan Radiografik
Secara patologis,manifestasi dini tuberculosis adalah berupa suatu kompleks kelenjar getah bening parenkim. Pada orang dewasa, segmen apeksdan posterior libus atas atau segmen superior lobus bawah yang menimbulkan lesi yang terlihat homogen dengan densitas yang lebih pekat. Dapat juga terlihat adanya pembentukan kavitas dan gambaran penyakit yang menyebar yang bilateral.
⦁ Pemeriksaan bakteriologi
Pemeriksaan sputum dengan cara zielh neelsen. Sediaan apus yang akan diwarnai mula- mula digenangi dengan zat karbolfuksin yang dipanaskan, lalu dilakukan dekolonisasi dengan asam alkohol. Setelah itu diwarnai dengan mekelin biru atau “brilliant green” setelah larutan ini melekat pada micobacterium maka tidak dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam yang terdapat pada sediaan. (price, 1999:755).
⦁ Tes laboratorium spesimen dahak
⦁ Managemen Terapi
Dalam pengobatan TB Paru dibagi menjadi 2 :
⦁ Jangka pendek
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1-3 bulan
⦁ streptomisin injeksi 750 mg
⦁ ethambutol 1000 mg
⦁ isoniazid 400 mg
⦁ Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksaan sputum BTA Å dengan kombinasi obat :
⦁ Rifampicin
⦁ Isoniazid (INH)
⦁ Ethambutol
⦁ Pyridoxin (B6)
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan.
⦁ C. ASUHAN KEPERAWATAN
⦁ Pengkajian
a. Aktivitas /Istirahat
⦁ Kelemahan umum dan kelelahan.
⦁ Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.
⦁ Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.
⦁ Mimpi buruk.
⦁ Takikardia, takipnea/dispnea.
⦁ Kelemahan otot, nyeri dan kaku.
a. Integritas Ego :
⦁ Perasaan tak berdaya/putus asa.
⦁ Faktor stress : baru/lama.
⦁ Perasaan butuh pertolongan
⦁ Denial.
⦁ Cemas, iritable.
a. Makanan/Cairan :
1) Kehilangan napsu makan.
2) Ketidaksanggupan mencerna.
3) Kehilangan BB.
4) Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.
a. Nyaman/nyeri :
⦁ Nyeri dada saat batuk.
⦁ Memegang area yang sakit.
⦁ Perilaku distraksi.
a. Pernapasan :
⦁ Batuk (produktif/non produktif)
⦁ Napas pendek.
⦁ Riwayat tuberkulosis
⦁ Peningkatan jumlah pernapasan.
⦁ Gerakan pernapasan asimetri.
⦁ Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).
⦁ Suara napas : Ronkhi
⦁ Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.
a. Kemanan/Keselamatan :
⦁ Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.
⦁ Demam pada kondisi akut.
a. Interaksi Sosial :
⦁ Perasaan terisolasi/ditolak.
⦁ Analisa Data
No. Data Subjektif Data Objektif Etiologi Problem
1. -Masyarakatmengatakanseringmeludahdisembarang tempat
-Masyarakatmengatakantidaktahumengenaipenyakit TB paru
-Tidak adapengkhususan alat tenun dan alat makanantarapenderitadengan orang yang sehat.
- 50 KK dari 1000 KK menderitapenyakit TB paruditandaidenganmasyarakatterlihatbatukterusmenerus, lemas, letih. Kurangnyapengetahuanmasyarakattentangpenyakit TB paru Terjadinyapenularan TB paru
2. -Masyarakatmengatakanmalasdanseringlupaminumobatkarenaharusmeminumobatsecararutindalamjangkawaktu yang lama.
-Masyarakatmengatakankurangnyapengawasandalamminum OAT -40% darimasyarakatdesaX masihbanyak yang menderita TB paru.
-Tidakadanyapengawas OAT. -kurangnya PMO di komunitas. -terjadikegagalanpengobatan (drop out) di desa X
3. -Masyarakat yang menderita TB parumengatakannafsumakanmenurun.
-Masyarakatterlihatkurus, lemah, letih, danlesu. Status ekonomirendah Gangguannutrisi
⦁ Diagnosa Keperawatan
⦁ Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya faktor resiko :
Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis
Kerusakan membran alveolar kapiler
Sekret yang kental
Edema bronchial
⦁ Resiko infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan :
Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang menetap
Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar
Malnutrisi
Terkontaminasi oleh lingkungan
Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman
⦁ Kurangnya pengetahuan keluarga tentang kondisi, pengobatan, pencegahan, berhubungan dengan :
Tidak ada yang menerangkan
Interpretasi yang salah, tidak akurat
Informasi yang didapat tidak lengkap
Terbatasnya pengetahuan / kognitif
⦁ Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan :
Kelelahan
Batuk yang sering, adanya produksi sputum
Dyspnoe
Anoreksia
Penurunan kemampuan finansial (keluarga).
⦁ Intervensi dan Rasional
⦁ Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya faktor resiko :
Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis
Kerusakan membran alveolar kapiler
Sekret yang kental
Edema bronchial
Intervensi
⦁ Kaji dyspnoe, takipnoe, bunyi pernafasan abnormal. Meningkatnya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan fatique.
TB paru dapat menyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-paru yang berasal dari bronchopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural efusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.
⦁ Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan kulit, selaput mukosa dan warna kuku.
Akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ vital dan jaringan
⦁ Demontrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan nafas dengan bibir disiutkan, terutama pada klien dengan fibrosis atau kerusakan parenkhim.
Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan nafas dan mengurangi residu dari paru-paru
⦁ Anjurkan untuk bedrest/mengurangi aktivitas
Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi
⦁ Kolaborasi
Monitor BGA
Menurunnya oksigen ( PaO2 ), saturasi atau meningkatnya PaCo2 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih adekuat atau perubahan therapi.
⦁ Memberikan oksigen tambahan
Membantu mengoreksi hipoksemia yang secara sekunder mengurangi ventilasi dan menurunnya tegangan paru.
⦁ Resiko infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan :
Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang menetap
Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar
Malnutrisi
Terkontaminasi oleh lingkungan
Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman
Intervensi
1. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui bronkhus pada jaringan sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe dan potensial infeksi melalui batuk, bersin, tertawa, ciuman atau menyanyi.
Membantu klien agar klien mau mengerti dan menerima terhadap terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
2. Mengidentifikasi orang-orang yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi pencegahan
3. Anjurkan klien menampung dahaknya jika batuk
Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
4. Gunakan masker setap melakukan tindakan
Untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi
5. Monitor temperatur
Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
6. Ditekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani
Periode menular dapat terjadi hanya 2 – 3 hari setelah permulaan kemoterapi tetapi dalam keadaan sudah terjadi kavitas atau penyakit sudah berlanjut sampai tiga bulan.
Kolaborasi
7. Pemberian terapi untuk ana
a. INH, Etambutol, Rifampisin, INH adalah obat pilihan bagi penyakit TB primer dikombinasikan dengan obat- obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan etambutol untuk 2 bulan pertama.
b. Pyrazinamid ( PZA ) / aldinamide, Paraamino Salicyl ( PAS ), Sycloserine, Streptomysin
Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
c. Monitor sputum BTA
Klien dengan 3 kali pemeriksaan BTA negatif, terapi diteruskan sampai batas waktu yang ditentukan.
⦁ Kurangnya pengetahuan keluarga tentang kondisi, pengobatan, pencegahan, berhubungan dengan :
Tidak ada yang menerangkan
Interpretasi yang salah, tidak akurat
Informasi yang didapat tidak lengkap
Terbatasnya pengetahuan / kognitif
Intervensi
⦁ Kaji kemampuan belajar klien misalnya : tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan yang memungkinkan klien untuk belajar, seberapa banyak yang telah diketahui, media yang tepat dan siapa yang dipercaya.
Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada sebatasmana kemampuan klien.
⦁ Mengidentifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya : hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan nafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Mengindikasikan perkembangan penyakit atau efek samping dari pengobatan yang membutuhkan evaluasi secepatnya.
⦁ Menekankan pentingnya asupan diet TKTP dan intake cairan yang adekuat.
Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan yang memadai membantu mengencerkan dahak.
⦁ Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan untuk klien dan keluarga misalnya : jadwal minum obat.
Informasi tertulis dapat mengingatkan klien tentang informasi yang telah diberikan. Pengulangan informasi dapat membantu mengingatkan klien.
⦁ Menjelaskan dosis obat, frekwensi, tindakan yang diharapkan dan perlunya therapi dalam jangka waktu lama. Mengulangi penyuluhan mengenai potensial interaksi antara obat yang diminum dengan obat / subtansi lain.
Meningkatkan partisipasi klien dan keluarga untuk mematuhi aturan therapi dan mencegah terjadinya putus obat.
⦁ Jelaskan tentang efek samping dari pengobatan yang mungkin timbul, misalnya : mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
Dapat mencegah keraguan terhadap pengobatan dan meningkatkan kemampuan klien untuk menjalani terapi.
⦁ Merujuk pemeriksaan mata saat memulai dan menjalani therpi etambutol.
Efek samping utama etambutol adalah menurunkan ketajaman penglihatan dan juga mengurangi kemampuan untuk mempersepsikan warna hijau.
⦁ Memberikan dorongan pada klien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan/keprihatinannya serta memberikan jawaban yang jujur atas pertayaannya. Jangan berusaha menyangkal pernyataanya.
Memberikan kesempatan untuk mengubah pandangannya yang salah dan meredakan kecemasannya. Penyangkalan terhadap perasaannya akan memperburuk mekanisme koping yang merugikan kesehatannya.
⦁ Review tentang cara penularan TB ( misalnya : umumnya melalui inhalasi udara yang mengandung kuman, tapi mungkin juga menular melalui urine jika infeksinya mengenai sistem urinaria ) dan resiko kambuh kembali.
Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan / kambuh kembali. Komplikasi yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penyembuhan TB meliputi : formasi abses, empisema, pneumothorak, fibrosis, efusi pleura, empyema, bronkhiektasis, hemoptisis, ulcerasi GI, fistula bronkopleural, TB laring, dan penularan kuman.
⦁ Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan :
Kelelahan
Batuk yang sering, adanya produksi sputum
Dyspnoe
Anoreksia
Penurunan kemampuan finansial (keluarga).
Intervensi
Kaji dan komunikasikan status nutrisi klien dan keluarga seperti yang dianjurkan :
⦁ Catat turgor kulit
⦁ Timbang berat badan
⦁ Integritas mukosa mulut, kemampuan dan ketidakmampuan menelan, adanya bising usus, riwayat nausea, vomiting atau diare.
Digunakan untuk mendefinisikan tingkat masalah dan intervensi
⦁ Mengkaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai
Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien.
⦁ Memonitor intake dan output secara periodik.
Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
⦁ Catat adanya anoreksia, nausea, vomiting, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Monitor volume, frekwensi, konsistensi BAB.
Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
⦁ Anjurkan bedrest
Membantu menghemat energi khususnya terjadinya metabolik saat demam.
⦁ Lakukan perawatan oral sebelum dan sesudah terapi respirasi
Mengurangi rasa yang tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan untuk pengobatan yang dapat merangsang vomiting.
BAB III
PENUTUP
⦁ Kesimpulan
⦁ Pengkajian Komunitas dapat memberikan data yang sesuai untuk permasalahan kesehatan Komunitas
⦁ Diagnosa keperawatan komunitas ditentukan bersama-sama sesuai dengan masalah kesehatan komunitas
⦁ Penyusunan perencanaan dilakukan dengan menentukan prioritas, menetapkan tujuan, identifikasi sumber daya keluarga, dan menyeleksi intervensi komunitas
⦁ Tindakan keperawatan komunitas sesuai dengan rencana yang telah ditentukan dengan memobilisasi sumber-sumber daya yang ada di keluarga, masyarakat, dan pemerintah
⦁ Saran
⦁ Diharapkan masyarakat secara mandiri dapat menilai status kesehatannya sehingga status kesehatan masyarakat meningkat.
⦁ Mahasiswa dan perawat dapat memahami karakteristik budaya termasuk didalamnya adalah bahasa daerah agar proses keperawatan dapat berlangsung dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Departeman Kesehatan. Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.Jakarta.
Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Mubarak,Iqbal Wahid. 2009. Pengantar Keperawatan Komunitas.Jakarta. Sagung seto.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth Ed. 8. Jakarta : EGC
Sudiharto, 2007. Asuhan Keperawatan Dengan Pendekatan Keperawatan Transkultural. Jakarta : EGC.
Taqiyyah,M.kep dan Mohammad Jauhar S,pd.,2018.Asuhan Keperawatan : Panduan lengkap Menjadi Perawat Prafesional Jilid 1, 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar