Halaman

Cari Blog Ini

Rabu, 17 Oktober 2018

Makalah Definisi Stroke


A Stroke
1 Definisi Stroke
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (deficite neurologis) akibat terhamabatnya aliran darah ke
otak (Junaidi, 2011). Menurut Ginsberg (2007) stroke adalah sindrom yang
terdiri dari tanda atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal atau
global yang terjadi secara cepat dan mendadak (dalam menit atau pun detik)
yang berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian. Jadi, stroke
merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan aliran
darah pada otak yang dapat timbul secara mendadak dalam beberapa detik
atau secara cepat dalam beberapa menit dan jam.
2 Klasifikasi Stroke
a. Stroke Iskemik
Stroke Iskemik (non hemoragic) adalah penurunan aliran darah ke
bagian otak yang disebakan karena vasokontriksi akibat penyumbatan
pada pembuluh darah arteri sehingga suplai darah ke otak mengalami
penurunan (Mardjono & Sidharta, 2008). Stroke iskemik merupakan
suatu penyakit yang diawali dengan terjadinya serangkain perubahan
dalam otak yang terserang, apabila tidak ditangani akan segera berakhir
dengan kematian di bagian otak. Stroke ini sering diakibatkan oleh
trombosis akibat plak aterosklerosis arteri otak atau suatu emboli dari
pembuluh darah di luar otak yang tersangkut di arteri otak. Jenis stroke
ini merupakan jenis stroke yang paling sering menyerang seseorang
sekitar 80% dari semua stroke (Junaidi, 2011). Berdasarkan manifestasi
klinis menurut ESO excecutive committe dan ESO writting committee
(2008) dan Jauch dkk (2013) yaitu:
1) TIA (transient ischemic attack) atau serangan stroke sementara:
gejala defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam. TIA
menyebabkan penurunan jangka pendek dalam aliran darah ke suatu
bagian dari otak. TIA biasanya berlangsung selama 10-30 menit.
2) RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit): gejala defisit
neurologi yang akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24
jam, tetapi gejala akan menghilang tidak lebih dari 7 hari.
3) Stroke evaluasi (Progressing Stroke): kelainan atau defisit neurologi
yang berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai yang
berat sehingga makin lama makin berat.
4) Stroke komplit (Completed Stroke): kelainan neurologis yang sudah
menetap dan tidak berkembang lagi.
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh karena
adanya perdarahan suatu arteri serebralis yang menyebabkan kerusakan
otak dan gangguan fungsi saraf. Darah yang keluar dari pembuluh darah
dapat masuk kedalam jaringan otak sehingga terjadi hematoma (Junaidi,
2011). Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke hemoragik di
kelompokan sebagai berikut:
1) PIS (Perdarahan intraserebral)
Perdarahan intraserebral disebabkan karena adanya pembuluh
darah intraserebral yang pecah sehingga darah keluar dari pembuluh
darah dan masuk ke dalam jaringan otak. Keadaan tersebut
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial atau intraserebral
sehingga terjadi penekanan pada pembuluh darah otak sehingga
menyebabkan penurunan aliran darah otak dan berujung pada
kematian sel sehingga mengakibatkan defisit neurologi (Smeltzer &
Bare, 2005). Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang
primer berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan
disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh
hipertensi dan penyakit darah seperti hemofilia (Pizon & Asanti,
2010).
2) PSA (Pendarahan subarakhnoid)
Pendarahan subarakhnoid merupakan masuknya darah ke ruang
subrakhnoid baik dari tempat lain (pendarahan subarakhnoid
sekunder) atau sumber perdarahan berasal dari rongga subrakhnoid
itu sendiri (pendarahan subarakhnoid) (Junaidi, 2011). Perdarahan
subarakhnoidal (PSA) merupakan perdarahan yang terjadi masuknya
darah ke dalam ruangan subarakhnoid (Pizon & Asanti, 2010).
3 Patofisiologi Stroke
Otak sangat tergantung kepada oksigen dan otak tidak mempunyai
cadangan oksigen apabila tidak adanya suplai oksigen maka
metabolisme di otak mengalami perubahan, kematian sel dan kerusakan
permanen dapat terjadi dalam waktu 3 sampai 10 menit. Iskemia dalam
waktu lama menyebabkan sel mati permanen dan berakibat menjadi
infark otak yang disertai odem otak sedangkan bagian tubuh yang
terserang stroke secara permanen akan tergantung kepada daerah otak
mana yang terkena. Stroke itu sendiri disebabkan oleh adanya
arteroskelorosis (Junaidi, 2011).
Arteroskelorosis terjadi karena adanya penimbunan lemak yang
terdapat di dinding-dinding pembuluh darah sehingga menghambat
aliran darah kejaringan otak. Arterosklerosis juga dapat menyebabkan
suplai darah kejaringan serebral tidak adekuat sehingga menyebakan
resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (Amin & Hardhi, 2013).
Arterosklerosis dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah atau
trombus yang melekat pada dinding pembuluh darah sehingga
menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah. Apabila arterisklerosis
bagian trombus terlepas dari dinding arteri akan mengikuti aliran darah
menuju arteri yang lebih kecil dan akan menyebabkan sumbatan yang
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah (Wang, 2005).
4 Faktor resiko
Menurut Israr (2008) ada beberapa macam faktor resiko yang
menyebabkan terjadinya stroke yaitu faktor risiko yang dapat
dimodifikasi merupakan faktor yang dapat dicegah terjadinya suatu
penyakit dengan cara memberikan intervensi. Faktor risiko ini
dipengaruhi oleh banyak hal terutama perilaku. Faktor risiko yang dapat
dimodifikasi meliputi hipertensi, stress, diabetes melitus, penyakit
jantung, merokok, dan konsumsi alkohol. Faktor yang tidak dapat
dimodifikasi adalah faktor risiko yang tidak dapat dirubah walaupun
dilakukan intervensi karena termasuk karakteristik seseorang mulai dari
awal kehidupannya. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia
dan jenis kelamin.
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia
Stroke dapat terjadi pada semua orang dan pada semua usia,
termasuk anak-anak. Kejadian penderita stroke iskemik biasanya
berusia lanjut (60 tahun keatas) dan resiko stroke meningkat
seiring bertambahnya usia dikarenakan mengalaminya
degeneratif organ-organ dalam tubuh (Amin & Hardhi, 2013).
Sedangkan menurut Pinzon dan Asanti (2008) stroke dapat
terjadi pada semua usia, namun lebih dari 70% stroke terjadi
pada usia di atas 65 tahun. Perubahan struktur pembuluh darah
karena penuaan dapat menjadi salah satu faktor terjadi serangan
stroke (Masood dkk, 2010).
Riset Kesehatan Dasar Daerah Istemewa Yogyakarta (2014)
mengemukan berdasarkan diagnosa dokter dan tenaga kesehatan
atau gejala pengelompokan stroke menurut usia, pada usia >15-
24 tahun sebanyak 1,7%. Usia 25-34 tahun sebanyak 3,3%
sedangkan, usia 35-44 tahun sebanyak 8,1% pada usia seseorang
45-54 tahun sebanyak 16,4%. Usia sekitar 55-64 tahun sebanyak
37,4%, untuk usia 65-74 tahun sebanyak 59,5% sedangkan pada
usia >75 tahun sebanyak 70,3%. Menurut Potter dan Perry (2010)
berdasarkan klasifikasi usia bahwa pada usia 20-40 tahun
memasuki usia dewasa awal, pada usia 41-60 tahun memasuki
usia dewasa tengah dan ketika pada usia >60 tahun memasuki
kategori usia lanjut.
2) Jenis kelamin
Pria memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke
pada usia dewasa awal dibandingkan dengan wanita dengan
perbandingan 2:1. Insiden stroke lebih tinggi terjadi pada lakilaki
daripada perempuan dengan rata-rata 25%-30% Walaupun
para pria lebih rawan daripada wanita pada usia yang lebih muda,
tetapi para wanita akan menyusul setelah usia mereka mencapai
menopause. Hal ini, hormon merupakan yang berperan dapat
melindungi wanita sampai mereka melewati masa-masa
melahirkan anak (Burhanuddin, Wahidudin, Jumriani, 2012).
Usia dewasa awal (18-40 Tahun) perempuan memiliki
peluang yang sama juga dengan laki-laki untuk terserang stroke.
Hal ini membuktikan bahwa resiko laki-laki dan perempuan
untuk terserang stroke pada usia dewasa awal adalah sama. Pria
memiliki risiko terkena stroke iskemik atau perdarahan intra
sereberal lebih tinggi sekitar 20% daripada wanita. Namun,
wanita memiliki resiko perdarahan subaraknoid sekitar 50%.
Sehingga baik jenis kelamin laki-laki maupun perempuan
memiliki peluang yang sama untuk terkena stroke pada usia
dewasa awal 18-40 Tahun (Handayani, 2013).
b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
1) Stres
Pengaruh stres yang dapat ditimbulkan oleh faktor stres pada
proses aterisklerosis melalui peningkatan pengeluaran hormon
seperti hormon kortisol, epinefrin, adernaline dan ketokolamin.
Dikeluarkanya hormon kartisol, hormon adernaline atau hormon
kewaspadaan lainya secara berlebihan akan berefek pada
peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Sehingga bila
terlalu sering dapat merusak dinding pembuluh darah dan
menyebabkan terjadinya plak. Jika sudah terbentuk plak akan
menghambat atau berhentinya peredaran darah ke bagian otak
sehingga menyebabkan suplai darah atau oksigen tidak adekuat
(Junaidi, 2011).
2) Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas normal
dimana tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan
distolik diatas 90 mmHg. Hipertensi dapat mengakibatkan
pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak,
sedangkan penyempitan pembuluh darah dapat mengurangi
suplai darah otak dan menyebabkan kematian sel-sel otak.
Hipertensi mempercepat pengerasan dinding pembuluh darah
arteri dan mengakibatkan penghancuran lemak pada sel otot
polos sehingga mempercepat proses arterisklerosis, melalui efek
penekanan pada sel endotel atau lapisan dalam dinding arteri
yang berakibat pembentukan plak pada pembuluh darah semakin
cepat (Junaidi, 2011).
Menurut Burhanuddin, Wahidudin, dan Jumriani (2012)
mengemukakan hipertensi sering disebut sebagai penyebab
utama terjadinya stroke. Hal ini disebabkan peningkatan tekanan
darah dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang dapat
mengakibatkan terjadinya stroke. Hipertensi menyebabkan
kerusakan dinding pembuluh darah karena adanya tekanan darah
yang melebihi batas normal dan pelepasan kolagen. Endotel yang
terkelupas menyebabkan membran basal bermuatan positif
menarik trombosit yang bermuatan negatif sehingga terjadi
agregasi trombosit. Selain itu, terdapat pelepasan trombokinase
sehingga menyebabkan gumpalan darah yang stabil dan bila
pembuluh darah tidak kuat lagi menahan tekanan darah yang
tinggi akan berakibat fatal pecahnya pembuluh darah pada otak
maka terjadilah stroke.
3) Diabetes Melitus
Diabetes melitus mempercepat terjadinya arteriskelorosis baik
pada pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar atau
pembuluh darah otak dan jantung. Kadar glukosa darah yang
tinggi akan menghambat aliran darah dikarenakan pada kadar
gula darah tinggi terjadinya pengentalan darah sehingga
menghamabat aliran darah ke otak. Hiperglikemia dapat
menurunkan sintesis prostasiklin yang berfungsi melebarkan
saluran arteri, meningkatkanya pembentukan trombosis dan
menyebabkan glikolisis protein pada dinding arteri (Wang,
2005).
Diabetes melitus juga dapat menimbulkan perubahan pada
sistem vaskular (pembuluh darah dan jantung), diabetes melitus
mempercepat terjadinya arteriosklerosis yang lebih berat, lebih
tersebar sehingga risiko penderita stroke meninggal lebih besar.
Pasien yang memiliki riwayat diabetes melitus dan menderita
stroke mungkin diakibatkan karena riwayat diabetes melitus
diturunkan secara genetik dari keluarga dan diperparah dengan
pola hidup yang kurang sehat seperti banyak mengkonsumsi
makanan yang manis dan makanan siap saji yang tidak diimbangi
dengan berolahraga teratur atau cenderung malas bergerak
(Burhanuddin, Wahidudin, Jumriani, 2012).
4) Hiperkolestrolemia
Secara alamiah tubuh kita lewat fungsi hati membentuk
kolesterol sekitar 1000 mg setiap hari dari lemak jenuh. Selain
itu, tubuh banyak dipenuhi kolesterol jika mengkonsumsi
makanan berbasis hewani, kolesterol inilah yang menempel pada
permukaan dinding pembuluh darah yang semakin hari semakin
menebal dan dapat menyebabkan penyempitan dinding pembuluh
darah yang disebut aterosklerosis. Bila di daerah pembuluh darah
menuju ke otot jantung terhalang karena penumpukan kolesterol
maka akan terjadi serangan jantung. Sementara bila yang
tersumbat adalah pembuluh darah pada bagian otak maka sering
disebut stroke (Burhanuddin, Wahidudin, Jumriani, 2012).
Kolestrol merupakan zat di dalam aliran darah di mana
semakin tinggi kolestrol semakin besar kolestrol tertimbun pada
dinding pembuluh darah. Hal ini menyebabkan saluran pembuluh
darah menjadi lebih sempit sehingga mengganggu suplai darah
ke otak. Hiperkolestrol akan meningkatkanya LDL (lemak jahat)
yang akan mengakibatkan terbentuknya arterosklerosis yang
kemudian diikuti dengan penurunan elastisitas pembuluh darah
yang akan menghambat aliran darah (Junaidi, 2011).
5) Merokok
Merokok adalah salah satu faktor resiko terbentuknya lesi
aterosklerosis yang paling kuat. Nikotin akan menurunkan aliran
darah ke eksterminitas dan meningkatkan frekuensi jantung atau
tekanan darah dengan menstimulasi sistem saraf simpatis.
Merokok dapat menurunkan elastisitas pembuluh darah yang
disebabkan oleh kandungan nikotin di rokok dan terganggunya
konsentrasi fibrinogen, kondisi ini mempermudah terjadinya
penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan kekentalan
darah (Priyanto, 2008).
Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke yang lebih
banyak terjadi pada usia dewasa awal dibandingkan lebih tua.
Risiko stroke akan menurun setelah berhenti merokok dan
terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah berhenti merokok.
Perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi fibrinogen
(faktor penggumpal darah) lebih banyak sehingga merangsang
timbulnya aterosklerosis (Pizon & Asanti, 2010). Arterisklerosis
dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit dan aliran darah
yang lambat karena terjadi viskositas (kekentalan). Sehingga
dapat menimbulkan tekanan pembuluh darah atau pembekuaan
darah pada bagian dimana aliran melambat dan menyempit.
Merokok meningkatkan juga oksidasi lemak yang berperan pada
perkembangan arteriskelorosis dan menurunkan jumlah HDL
(kolestrol baik) atau menurunkan kemampuan HDL dalam
menyingkirkan kolesterol LDL yang berlebihan (Burhanuddin,
Wahidudin, Jumriani, 2012).
6) Konsumsi Alkohol
Alkohol merupakan faktor resiko untuk stroke iskemik dan
kemungkinan juga terkena serangan stroke hemoragik. Minuman
beralkohol dalam waktu 24 jam sebelum serangan stroke
merupakan faktor resiko untuk terjadinya perdarahan
subarakhnoid. Alkohol merupakan racun untuk otak dan apabila
seseorang mengkonsumsi alkohol akan mengakibatkan otak akan
berhenti berfungsi (Priyanto, 2008).
5 Komplikasi Stroke
Menurut Junaidi (2011) komplikasi yang sering terjadi pada pasien
stroke yaitu:
a. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat
mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat
berbaring, seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka
dekubitus jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi.
b. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada
kaki yang lumpuh dan penumpukan cairan.
c. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan
menimbulkan kekauan pada otot atau sendi. Penekanan saraf
peroneus dapat menyebabkan drop foot. Selain itu dapat terjadi
kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.
d. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya
densitas mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
imobilisasi dan kurangnya paparan terhadap sinar matahari.
e. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau
karena umur sudah tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut
dan 31% menderita depresi pada 3 bulan paska stroke s dan keadaan
ini lebih sering pada hemiparesis kiri.
f. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah
imobilitas, kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian
obat.
g. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi dan
nyeri bahu pada bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan nyeri
bahu (shoulder hand syndrome) terjadi pada 27% pasien stroke.
Stroke tidak hanya menyerang orang yang sakit saja tetapi juga dapat
menyerang orang secara fisik yang sehat juga. Stroke datangnya secara
tiba-tiba dalam waktu sejenak, beberapa menit, jam atau setengah hari.
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya stress yang
tinggi (Smeltzer, Bare, 2005 & Junaidi, 2011). Stres dan depresi
merupakan gangguan emosi yang paling sering dikaitan dengan stroke
dan mengalami kehilangan kontrol pada diri sendiri, mengalami
gangguan daya fikir, penurunan memori dan penampilan sangat turun
sehingga menyebabkan timbul rasa sedih, marah dan tak berdaya
terhadap hidupnya (Giaquinto, 2010).
Menurut ESO excecutive committe and ESO writing committe (2008)
dan Stroke National clinical guideline for diagnosis and initial
management of acute stroke and transite ischemic attack (2014), daerahdaerah
(domain) neurologis yang mengalami gangguan akibat stroke
dapat dikelompokkan yaitu:
a. Motor: gangguan motorik adalah yang paling prevalen dari semua
kelainan yang disebabkan oleh stroke dan pada umumnya meliputi
muka, lengan, dan kaki maupun dalam bentuk gabungan atau seluruh
tubuh. Biasanya manifestasi stroke seperti hemiplegia, hemiparesis
(kelemahan salah satu sisi tubuh), hilang atau menurunnya refleks
tendon. Hemiparesis adalah kekuatan otot yang berkurang pada
sebagian tubuh dimana lengan dan tungkai sisi lumpuh sama
beratnya ataupun dimana lengan sisi lebih lumpuh dari tungkai atau
sebaliknya sedangkan hemiplegia adalah kekuatan otot yang hilang.
b. Sensori: defisit sensorik berkisar antara kehilangan sensasi primer
sampai kehilangan persepsi yang sifatnya lebih kompleks. Penderita
mungkin menyatakannya sebagai perasaan kesemutan, rasa baal, atau
gangguan sensitivitas.
c. Penglihatan: stroke dapat menyebabkan hilangnya visus secara
monokuler, hemianopsia homonim, atau kebutaan kortikal.
d. Bicara dan bahasa: disfasia mungkin tampak sebagai gangguan
komprehensi, lupa akan nama-nama, adanya repetisi, dan gangguan
membaca dan menulis. Kira-kira 30% penderita stroke menunjukkan
gangguan bicara. Kelainan bicara dan bahasa dapat mengganggu
kemampuan penderita untuk kembali ke kehidupan mandiri seperti
sebelum sakit.
e. Kognitif: kelainan ini berupa adanya gangguan memori, atensi,
orientasi, dan hilangnya kemampuan menghitung. Sekitar 15-25%
penderita stroke menunjukkan gangguaun kognitif yang nyata setelah
mengalami serangan akut iskemik.
f. Afek: gangguan afeksi berupa depresi adalah yang paling sering
menyertai stroke. Depresi cenderung terjadi beberapa bulan setelah
serangan dan jarang pada saat akut.
B Pengetahuan spiritual dan religius
1 Definisi pengetahuan spiritual dan religious
Pengetahuan merupakan hasil ”tahu” yang terjadi setelah orang
melakukan penginderaan suatu objek tertentu dan penginderaan terjadi
melalui pancaindra dan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan seseorang diperoleh
melalui panca indera yaitu indera penglihatan, pendengaran, pengencapan
dan perabaan yang hadir dalam kesadaran bersifat spontan dan subyektif,
sebagian besar pengetahuan diperoleh dari indera pendengaran (telinga) dan
indera penglihtan (mata) (Romadona, 2012).
Spiritual adalah sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam
hubunganya dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan) yang menimbulkan
suatu kebutuhan serta kecintaan terhadap adanya tuhan dan permohonan
maaf atas kesalahan yang pernah di buat (Azis, 2014). Menurut Rois (2014)
spiritual merupakan multidimensi yang terdiri dari dimensi vertikal dan
dimensi horisontal. Dimensi vertikal adalah hubungan individu dengan
Tuhan yang dapat menuntun dan mempengaruhi individu dalam menjalani
kehidupannya, sedangkan dimensi horisontal merupakan hubungan individu
dengan dirinya sendiri, orang lain dan dengan lingkunganya. Jadi,
pengetahuan spiritual merupakan hasil tahu seseorang yang dipercayai
dalam hubunganya terhadap kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan) yang
menimbulkan suatu kebutuhan serta permohonan maaf atas kesalahan yang
pernah di buat.
Religius adalah Sebuah proses untuk mencari sebuah jalan kebenaran
yang berhubungan dengan sesuatu yang sakral, tingkah laku manusia yang
sepenuhnya dibentuk oleh kepercayaan kepada kegaiban atau alam gaib dan
sikap untuk melaksanakan upacara keagamaan yang berhubungan dengan
Tuhan (Azizah, 2006).
Kerohanian adalah suatu sikap dan kepercayaan individu terkait dengan
kelebihan (Tuhan) atas kehidupan dan alam dimensi seseorang terkait
dengan nilai dan tujuan akhir dengan makna kehidupan (Borneman &
Punchalski, 2010). Menurut pendapat Borneman dan Punchalski (2010)
mengatakan bahwa spiritualitas merupakan sumber koping bagi individu
dengan cara membuat individu memiliki keyakinan dan harapan positif,
mampu menerima kondisi, sumber kekuatan dan membuat hidup lebih
berarti. Selain itu, Borneman dan Punchalski (2010) mengemukan bahwa
spiritual dapat dikaji melalui 4 domain dari FICA, yakni Faith or belief
(iman/kepercayaan), Importance and influence (dampak dan pengaruh),
Community (komunitas) dan Address in Care (alamat).
2 Tingkatan pengetahuan
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari
sebelumnya, pada tingkatan ini merupakan suatu hal yang mengigat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di
pelajari atau rangsangan yang diterima (Notoadmojo, 2010). Menurut
Wawan & Dewi (2011) tahu merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, dan
menyatakan.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami merupakan kemampuan seseorang bukan hanya tahu saja
tetapi dapat menginterpretasikan atau mengulang informasi dengan
bahasa sendiri secara benar tentang objek yang diketahui (Notoadmojo,
2010). Maulana (2009) mengemukakan memahami merupakan
kemampuan seseorang yang telah paham tentang menjelaskan,
memberikan contoh dan menyimpulkan.
c. Aplikasi (Appilication)
Aplikasi merupakan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi real yang sebenarnya
(Wawan & Dewi, 2011). Menurut Maulana (2009) kemampuan untuk
menggunakan materi dan bahan yang sudah dipelajari pada keadaan
nyata misalnya: menggunakan hukum, rumus, metode dalam situasi
nyata.
d. Analisis (Analysis)
Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitanya
satu dengan yang lainya. Kemampuan ini dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan dan
mengelompokan (Notoadmojo, 2010). Menurut Wawan & Dewi (2011)
suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam
komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut
dan masih ada kaitanya satu sama lain. Analisa merupakan kemampuan
untuk menguraikan objek kedalam bagian kecil tetapi masih dalam
struktur yang sama dan dapat membedakan pengertian fisologi dan
psikologi (Maulana, 2009).
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada
(Notoadmojo, 2010). Kemampuan untuk menghubungkan, menyusun,
meringkas, merencanakan dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan
yang sudah ada (Maulana, 2009).
f. Evaluasi (evaluasi)
Evaluasi diartikan sebagai kemampuan membuat penilain dan
pemikiran terhadap suatu objek atau materi berdasarkan kriteria yang
telah ditentukan sendiri atau norma yang berlaku di masyarakat
(Notoadmojo, 2010). Evaluasi merupakan suatu cara yang dilakukan
untuk mengukur hasil dan penilaian terhadap suatu materi (Maulana,
2009).
3 Macam-macam pengetahuan
Pengetahuan merupakan bagian dari perilaku kesehatan. Jenis
pengetahuan diantaranya sebagai berikut (Budiman, 2013):
a. Pengetahuan implisit
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam
dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang
tidak bersifat nyata seperti keyakinan pribadi, perspektif dan prinsip.
Pengetahuan seseorang biasanya sulit untuk di transfer ke orang lain
baik secara tertulis maupun lisan. Pengetahuan implisit seringkali
menjadi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari.
b. Pengetahuan eksplisit
Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah
didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam
wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan nyata dideskripsikan dalam
tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.
4 Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
a. Faktor internal
Menurut Wawan & Dewi (2011) faktor internal adalah faktor
yang mempengaruhi seseorang dari dalam dirinya. Ada beberapa
yang dapat mempengaruhi faktor dari dalam diri seseorang yaitu:
1) Usia merupakan faktor yang dapat memperngaruhi pengetahuan
yaitu semakin bertambah usia seseorang maka tingkat
kematangan seseorang akan lebih tinggi pada saat berfikir dan
bekerja (Wawan & Dewi, 2011). Sedangkan menurut Azwar
(2009) dimata masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan
lebih dipercaya daripada orang yang belum dewasa. Hal ini
sebagai akibat dari pengalaman dan kematagan jiwanya, dimana
semakin tua seseorang maka seseorang akan semakin kondusif
dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi.
2) Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi proses
pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah lebih
dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu. Makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah
menemukan informasi, jika semangkin banyak ilmu pengetahuan
yang dicari seseorang maka semakin banyak pengetahuan yang
dimiliki orang tersebut (Wawan & Dewi, 2011). Sedangkan
menurut Notoadmojo (2010) pendidikan adalah setiap usaha,
pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada
seseorang yang menuju kepada kedewasaan. Seseorang yang
berpendidikan tinggi, cenderung memiliki pengetahuan yang
luas.
3) Motivasi merupakan suatu dorongan keinginan dan penggerak
yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu
dengan mengesampingkan hal-hal yang kurang bermanfaat. Agar
motivasi muncul diperlukan rangsangan dari dalam dan dari luar
individu (Budiman, 2013).
4) Minat diartikan sebagai suatu keinginan atau kecenderungan
yang tinggi terhadap seseuatu, seseorang dapat mencoba atau
menekuni suatu hal sehingga dapat memperoleh pengetahuan
yang mendalam dan lebih rinci (Budiman, 2013).
5) Pengalaman adalah suatu peristiwa yang dialami seseorang
dengan cara mengulang kembali penegtahuan yang diperoleh dari
diri sendiri maupun orang lain di masa lalu. Pengalaman yang
kurang baik cenderung dilupakan oleh seseorang, tetapi jika
pengalaman dapat membuat sesorang merasa senang secara
psikologis maka akan timbul kesan yang tertinggal sehingga
menghasilkan perilaku positif (Budiman, 2013). Sedangkan
menurut Notoadmojo (2010) pengalaman merupakan sesuatu
yang dimiliki seseorang secara langsung maupun tidak langsung
akan menambah penegetahuan tentang sesuatu yang bersifat
formal dan informal.
b. Faktor eksternal
Menurut Notoadmojo (2010), faktor ekstrernal adalah suatu faktor
yang mempengaruhi pengetahuan seseorang dari luar. Ada beberapa
hal yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu:
1) Sumber informasi mempengaruhi tingkat pengetahuan. Paparan
informasi yang diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: buku
cerita, media massa seperti koran, majalah, ataupun televisi, serta
saling bertukar informasi (Notoadmojo, 2007) sedangkan
menurut Budiman (2013) informasi diartikan suatu teknik atau
cara untuk mengumpulkan informasi yang ingin diketahui untuk
tujuan tertentu.
2) Sosial budaya (culture) merupakan budaya setempat yang
biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya pengetahuan
sesorang. Dapat dilihat dari tiap-tiap etnis di Indonesia yang
berbeda-beda, karena memang masing-masing etnis mempunyai
budaya yang berbeda yang mempunyai ciri khas masing-masing
dan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang atau
perilakunya. Kebudayaan memiliki pengaruh yang besar terhadap
pengetahuan dalam pembentukan sikap kepribadian atau sikap
seseorang (Notoadmojo, 2007). Tradisi yang biasanya turunmenurun
baik positif maupun negatif dalam suatu kebudayaan
dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap (Budiman,
2013).
3) Lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Seseorang akan lebih tahu jika dia mampu
berinteraksi dengan baik dengan lingkunganya dikarenakan
lingkungan sangat berperan aktif dalam proses pengetahuanya
(Budiman, 2013). Lingkungan yang baik akan membentuk
kepribadian yang baik juga maupun sebaliknya jika lingkungan
seseorang kurang baik maka berpengaruh terhadap keperibadian
seseorang yang berefek kurang baik juga (Notoadmojo, 2010).
Menurut Wawan dan Dewi (2011) bahwa pengetahuan
merupakan hasil tahu dari penginderaan yang akan menambah
wawasan terhadap seseorang. Menurut teori Notoadmojo (2010)
bahwa pengetahuan di interpretasikan yaitu:
a. Baik, bila nilai diperoleh 76%-100%
b. Cukup Baik, bila nilai yang diperoleh 56%-75%
c. Kurang Baik, bila yang diperoleh <56% (Notoadmojo, 2010)
5 Perkembangan spiritual
a. Usia anak-anak (6-12 tahun) mendapatakan dasar spiritual,
kebersamaan, rasa percaya, harapan, cinta dan kasih sayang. Masa
ini anak dapat dipengaruhi oleh contoh atau tindakan yang ada. Anak
menghubungkan yang ada dipikiranya dengan keadaan yang berada
di lingkunganya (Kozier, 2008).
b. Usia remaja (12-18 tahun) merupakan tahap perkumpulan
kepercayaan yang ditandai dengan adanya partisipasi aktif pada
aktivitas keagamaan. Perkembangan spiritual pada masa ini sudah
melalui meminta dan berdoa kepada penciptanya yang berarti sudah
mulai membutuhkan pertolongan melalui keyakinan dan kepercayaan
jika permintaanya tidak terpenuhi akan menimbulkan rasa kecewa
(Azis, 2014). Menurut Rois (2012) pada usia ini seseorang akan
membandingkan antara orang tuanya dengan orang tua orang lain
dan terkadang membandingkan antara pandangan ilmiah dengan
pandangan agama serta ingin mencoba mempersatukan. Ketika pada
saat masa remaja seseorang yang mempunyai orang tua berbeda
agamanya, mereka akan memutuskan pilihan mana yang akan
dianutnya atau tidak dipilih satupun dari kedua agama yang
dianutnya.
c. Usia dewasa awal (18-25) merupakan masa pencarian kepercayaan,
diawali dengan proses pertanyaan akan keyakinan atau kepercayaan
yang dikaitan secara kognitif sebagai bentuk yang tepat untuk
mempercayainya. Pada usia ini pemikiran seseorang sudah bersifat
rasional semua tentang kepercayaan harus di jawab secara rasional
dan timbul perasaan akan penghargaan terhadap kepercayaan (Azis,
2014). Sedangkan menurut Rois (2012) pada usia ini mereka
dihadapkan pada pertanyaan yang bersifat keagamaan dari anakanaknya.
Mereka akan membuka memori masa lalu ketika masih
anak-anak tentang apa yang pernah didapatkannya terkait masalah
keagamaan untuk menjawab setiap pertanyaan dari anak-anaknya.
Masukan atau jawaban dari orang tua dulu dipakai untuk mendidik
anaknya.
d. Usia pertengahan dewasa (25-38 tahun) dan lansia (>65 tahun)
merupakan tingkatan kepercayaan dari diri sendiri, perkembangan
ini diawali dengan semakin kuatnya kepercayaan diri yang
dipertahankan walaupun menghadapi perbedaan keyakinan yang lain
dan lebih mengerti akan kepercayaan dirinya (Azis, 2014) masa ini
mempunyai banyak waktu untuk melakukan kegiatan keagamaan dan
berusaha unutk memahami setiap nilai-nilai agama yang diyakininya.
Perasaan kehilangan karena tidak aktif dan melihat atau menghadapi
kematian orang lain menimbulkan kesepian dan mawas diri (Rois,
2014).
6 Fungsi spiritual
Spiritual merupakan sumber dukungan atau kekuatan individu supaya
dapat mencapai kualitas dan kesejahteraan hidup yang lebih baik
terutama dapat meringankan masalah psikologis dan meningkatkan
kamampuan seseorang untuk mengatasi secara emosional (El Noor,
2012). Ketika mengalami stres, seseorang akan mencari sumber
dukungan dari agama yang di anutnya. Dukungan seperti ini sangat
penting bagi setiap individu yang sedang sakit atau memerlukan proses
penyembuhan yang lama. Dukungan yang diberikan supaya individu
yang sakit dapat menerima keadaan yang dialaminya dan setiap
masalahnya. Ritual agama seperti halnya berdoa, membaca kitab dan
ritual agama yang lain merupakan cara memenuhi kebutuhan
spiritualnya (Romadona, 2012).
Spiritual bermanfaat untuk menghadapi persoalan, menjalani hidup
dan menempatkan perilaku ke dalam konteks yang lebih bermakna. Saat
stress, spiritual digunakan sebagai sumber dukungan maupun kekuatan
(Dwidiyanti 2008 & Ginanjar 2010). Spiritual menjadi sumber koping
yang membuat kualitas hidup lebih baik, memberikan rasa damai serta
menjalin hubungan yang harmonis dengan Tuhan (Utami & Supratman,
2009). Menurut Hamid (2008) dalam pernyataannya diungkapkan bahwa
manfaat praktik-praktik spiritual itu sendiri dapat membantu menjadi
buffer atau penyangga rasa sakit yang dirasakan seseorang akibat dari
pengalaman yang buruk. Berdasarkan penelitian Ariani (2014) tentang
intervensi perawatan spiritual dan tingkat stres pasien gagal jantung
kongestif di rumah sakit Prof. R. D. Kandou Manado bahwa ada
hubungan yang signifikan antara intervensi perawatan spiritual terhadap
tingkat stress pasien dengan diagnosa gagal jantung kongestif baik
secara fisiologis maupun psikologis.
7 Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual
a. Perkembangan
Perkembangan dapat menentukan proses pemenuhan kebutuhan
spiritual, karena setiap tahap perkembangan memiliki cara meyakini
kepercayaan terhadap tuhannya (Azis, 2014). Sedangkan menurut
Rois (2012) kebutuhan spiritual seseorang dipengaruhi
perkembangan seseorang semakin bertambahnya usia seseorang,
maka spiritual seseorang akan semakin bertambah karena mereka
akan merasakan kedekatan dengan Tuhan.
b. Keluarga
Keluarga memiliki peran yang cukup strategis dalam memenuhi
kebutuhan spiritual di dalam keluarga sesorang belajar dan
mendapatkan ilmu tentang spiritual dan penggunaan dalam
kehidupan. Maka, keluarga yang memiliki kekuatan untuk
pembentukan tentang spiritual dan mempengaruhi sesorang dalam
bertindak (Azis, 2014). Sedangkan menurut Rois (2014) Keluarga
memiliki peran dalam membentuk spiritual seseorang dikarenakan
merupakan tahap awal dari perkembangan spiritualitas. Dari keluarga
sesorang akan mendapatkan pengalaman, pandangan hidup tentang
spiritual dan belajar tentang Tuhan, diri sendiri, serta kehidupan yang
dijalaninya. Keluarga memiliki peran yang sangat vital karena
keluarga merupakan tempat pendidikan pertama yang didapatkan
oleh seorang anak. Keluarga juga memiliki ikatan emosional yang
kuat dalam kehidupan sehari-harinya karena selalu berinteraksi.
Peran orang tua menentukan dalam perkembangan spiritual anak.
Hal yang penting diajarkan orang tua kepada anaknya yaitu tentang
Tuhan, kehidupan, diri sendiri dari perilaku orang tua (Taylor dan
Craven (1997) dalam Ismi (2015). Sehingga, keluarga merupakan
lingkungan terdekat dan pengalaman pertama anak dalam
mempersepsikan kehidupan di dunia, maka pandangan anak diwarnai
oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan saudara dan
orang tua (Kozier, 2008).
c. Ras/suku
Ras/suku memiliki keyainan/kepercayaan yang berbeda, sehingga
proses pemenuhan kebutuhan spiritual pun berbeda sesuai dengan
keyakinan yang dimiliki (Azis, 2014). Ras mempengaruhi sikap,
keyakinan dan nilai seseorang yang pada umumnya mengikuti tradisi
agama dan spiritual keluarga. Individu belajar pentingnya
menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai moral dari hubungan
keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan
di dalam masyarakat (Rois, 2014).
d. Agama yang dianut
Agama merupakan hal yang dapat mempengaruhi spiritual
seseorang dikarenakan agama sebagai keyakinan seseorang terhadap
Tuhan-nya dan tempat untuk mempraktikan spiritualitasnya. Apabila
seseorang secara tiba-tiba harus kehilangan fungsi anggota tubuh
yang disebabkan karena stroke maka dapat menyebabkan distres
spiritual dan perubahan perliaku (Rois, 2014). Hal tersebut membuat
individu menjadi kehilangan kontrol terhadap dirinya sendiri.
Menurut Azis, (2014), agama adalah salah satu cara yang dapat
dijadikan sebagai sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup melalui
ibadah yang dijalaninya seperti sholat, berdzikir, dan berdoa
sehingga individu akan lebih menerima terhadap kejadian yang
dialaminya serta menemukan makna dari tujuan hidup. Keyakinan
pada agama tertentu yang dimiliki oleh seseorang dapat menentukan
arti pentingnya kebutuhan spiritual.
C Perilaku kebutuhan spiritual
1 Definisi perilaku
Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas mahluk hidup dari
respon seseorang yang bersangkutan sehingga apa yang dikerjakan oleh
organisme (mahluk hidup) tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung
maupun secara tidak langsung (Notoatmodjo, 2010). Perilaku adalah respon
individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan
mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik maupun tidak (Wawan
& Dewi, 2011). Sedangkan menurut pendapat Maulana (2009) perilaku
merupakan suatu erat kaiatanya dengan upaya peningkatan pengetahuan
masyarakat terbentuk melalui kegiatan. Menurut teori Skiner (1938),
perilaku terjadinya melalui proses adanya stimulus terhadap organisme
(mahluk hidup) selanjutnya mahluk hidup ini akan merespons stimulus itu,
maka teori skiner ini sering disebut dengan teori S-O-R atau stimulus,
organisme dan respons.
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap
manusia dalam mencari arti dan tujuan hidup (Azis, 2014). Menurut
penelitian (Nurhalimah, 2013) klien mengatakan kebutuhan spiritual itu
adalah memberikan motivasi, keyakinan, memberikan semangat, pengertianpengertian,
mendoakan, memberikan dukungan dan mengigatkan ibadah
mahdonya (shalat dan hubungan pasien dengan mahluk, mahluk dengan
penciptanya). Hal ini merupakan kebutuhan spiritual sangat dibutuhkan oleh
pasien maupun keluarganya dikarenakan dapat mempengaruhi kesehatan
pasien baik fisik, emosional dan rohani untuk meningkatkan kualitas
hidupnya.
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan untuk memenuhi kewajibannya sebagai umat
yang beragama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan
Tuhan sang pencipta maupun sesama orang di sekitar lingkunganya
(Susanto, 2009). Jadi, perilaku kebutuhan spiritual adalah suatu kegiatan
atau aktivitas seseorang untuk mencari arti, tujuan hidup, mendapatkan
maaf atau pengampunan dan menjalin hubungan penuh rasa percaya
dengan Tuhan sang pencipta ataupun sesama orang lain dan lingkungan.
2 Macam-macam perilaku kebutuhan spiritual
a. Bentuk perilaku
1) Bentuk perilaku pasif atau perilaku tertutup (covert behaviour)
Respon internal yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak
secara langsung dapat terlihat oleh orang lain (Notoadmojo, 2007 &
Maulana, 2009). Sedangkan menurut (Wawan & Dewi, 2011),
bentuk perilaku pasif atau perilaku tertutup (covert behaviour)
merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup dan stimulus masih terbatas pada perhatian,
persepsi, dan sikap sehingga belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain. Jadi, perilaku tertutup merupakan suatu perilaku
seseorang yang terbatas dan terselubung dalam menerima stimulus
sehingga orang lain belum bisa melihatnya.
2) Bentuk aktif atau perilaku terbuka (overt behaviour)
Perilaku itu jelas sehingga dapat diobservasi secara jelas dan
nyata (Wawan & Dewi, 2011). Sedangkan menurut Notoadmodjo
(2010) & Maulana (2009) bentuk perilaku ada perilaku terbuka
(overt behaviour) merupakan respons seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk tindakan nyata, praktek dan terbuka sehingga stimulus
mudah diamati dan dilihat oleh orang lain.
b. Bentuk kebutuhan spiritual
Ada beberapa macam tentang kebutuhan spiritual menurut Hamid
(2008) dan Azis (2014) yaitu:
1) Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust) kebutuhan ini
secara terus-menerus diulang guna membangkitkan kesadaran
bahwa hidup itu adalah untuk beribadah.
2) Kebutuhan tentang arti dan tujuan hidup adalah agar individu
memiliki arti dan tujuan hidupnya. Kebutuhan ini merupakan
kebutuhan menemukan makna hidup dalam membangun
hubungan yang selaras dengan tuhanya (vertikal) dan sesama
manusia (horizontal) serta alam sekitarnya.
3) Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur
mengadakan hubungan dengan Tuhan, tujuannya agar keimanan
seseorang tidak melemah.
4) Kebutuhan tentang moralitas dan etika adalah kebutuhan agar
individu dapat menjalani kehidupan yang bermoral dan beretika
serta bertanggung jawab.
5) Kebutuhan tentang cara untuk menghadapi kematian adalah
kebutuhan agar individu mendapatkan pemahaman yang benar
tentang kematian serta cara yang tepat untuk menghadapi
kematian.
6) Kebutuhan akan rasa cinta, memiliki, menghormati adalah
kebutuhan individu agar merasa diterima oleh orang lain tanpa
syarat serta agar individu memberi dan menerima rasa cinta
7) Kebutuhan tentang rasa syukur, harapan, perdamaian, pikiran
positif Adalah kebutuhan agar individu memiliki rasa damai,
tenang, pikiran positif dalam menjalani kehidupan.
8) Kebutuhan tentang keagamaan adalah kebutuhan agar individu
dapat melakukan doa, ritual keagamaan dan beribadah kepada
Tuhan.
9) Kebutuhan tentang apresiasi seni dan keindahan adalah kebutuhan
agar individu dapat memilki apresiasi tentang seni dan keindahan.
3 Karakteristik kebutuhan spiritual
a. Pemenuhan kebutuhan vertikal
Pemenuhan kebutuhan vertikal merupkan pemenuhan kebutuhan
spiritual yang hubungannya dengan Tuhan (Utami & Supratman, 2009).
Pemenuhan kebutuhan spiritual dilakukan dengan cara berdoa dan
melakukan ritual agama. Doa dan ritual agama merupakan hal yang
sangat penting bagi setiap individu dalam melakukan aktivitasnya
sehari-hari. Doa dan ritual agama dapat memberikan ketenangan bagi
individu yang menjalankannya. Selain itu, doa dan ritual agama juga
dapat membangkitkan harapan dan rasa percaya diri pada setiap individu
yang sedang sakit sehingga dapat meningkatkan imunitas atau kekebalan
tubuh sehingga mempercepat proses penyembuhan (Rois, 2012).
b. Pemenuhan kebutuhan horizontal
Pemenuhan kebutuhan horizontal ini meliputi hubungannya dengan
diri sendiri, orang lain dan dengan lingkungan.
1) Hubungan dengan diri sendiri
Pemenuhan kebutuhan spiritual yang bersumber pada kekuatan diri
sendiri untuk mengatasi atau menyelesaikan masalah yang
dihadapinya. Kekuatan spiritual yang muncul dapat berupa
kepercayaan, harapan dan makna hidup (Utami & Supratman, 2009).
2) Hubungan dengan orang lain
Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, maka dari itu setiap
individu harus dapat menjalain hubungan antar individu ataupun
kelompok secara harmonis untuk memenuhi kebutuhan
spiritualitasnya (Rois, 2012), pemenuhan kebutuhan spiritual dapat
dilakukan melalui cinta kasih dan dukungan sosial. Cinta kasih dan
dukungan sosial dapat memberikan efek yang positif pada setiap
individu karena dapat memberikan bantuan dan dukungan emosional
untuk membantu individu dalam menghadapi penyakitnya (Susanto,
2009).
3) Hubungan dengan lingkungan
Lingkungan atau suasana yang tenang dan nyaman dapat
memberikan kedamaian pada setiap individu dalam memenuhi
kebutuhan spiritualitasnya. Kedamaian tersebut dapat meningkatkan
status kesehatan individu karena sikap carring dan empatinya (Utami
& Supratman, 2009).
4 Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku
Menurut teori Lawrence Green dalam Notoadmojo (2010) menganalisa
faktor pelaku sendiri ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu:
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor) yaitu faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang
antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, dan
tradisi.
b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factor ) adalah faktor yang
memungkinkan perilaku atau tindakan. Pemungkin merupakan sarana
dan prasarana untuk terjadinya perilaku kesehatan misalnya puskesmas,
posyandu dan pembuangan sampah.
c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factor) adalah faktor yang mendorong
atau memperkuat terjadi perilaku. Meskipun seseorang tahu mampu
untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukanya misalnya seorang ibu
hamil tahu manfaat pemeriksaan ke polindes tetapi tidak mau
melakukanya.
D Shalat dan Thaharoh
1 Definisi Shalat
Sholat berarti do’a atau rahmat, secara istilah shalat diartikan sebagai
ibadah yang terdiri dari ucapan dan perbuatan khusus yang diawali dengan
takbir dan diakhiri dengan salam (Jamaludin, 2012). Shalat adalah bentuk
dan ruh. Bentuknya adalah ibadah anggota badan dan ruhnya adalah ibadah
kalbu. Shalat adalah olahraga badan dan rohani yang membuat tenang kalbu
atau ruhnya merasa baik dan wajah seseorang yang melakukanya bercahaya.
Shalat adalah hubungan antara hamba dan Tuhannya dalam Al-Qura’an
lebih banyak kata shalat dibandingkan dengan rukun islam lainya disebutkan
sebanyak 67 kali. Hal ini, shalat mempunyai kedudukan yang sangat penting
dalam agama islam (El-Sutha, 2012).
Shalat memiliki posisi tersendiri dalam islam dan merupakan ibadah
pertama yang diwajibkan Allah SWT, dalam Al-Quran perintah sholat pada
surah An-Nisa : 103 yang berbunyi: Maka dirikanlah sholat itu sebagai
biasa, seseungguhnya sholat itu kewajiban yang ditentukan waktunya atas
orang-orangyang beriman. (Q.S.An-Nisa:103).
2 Syarat-syarat sah sholat
Syarat adalah sesuatu yang harus dipenuhi sebelum melakukan sebuah
amalan ibadah. Jika syarat tidak terpenuhi, maka ibadah (sholat) yang
dikerjakan menjadi tidak sah (El-Sutha, 2012). Menurut El-Sutha (2012) dan
Kasule (2008) adapun syarat-syarat sahnya sholat antara lain: bersuci dari
hadast kecil dan hadast besar, serta bersuci dari najis pada badan, pakaian
dan tempat sholat, menutup aurat dengan pakaian yang suci. Aurat laki-laki
yaitu mulai dari pusar hingga lutut. Sementara aurat perempuan adalah
seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan, menghadap ke arah
kiblat , yakni ke arah Masjidil Haram, mengetahui masuk waktunya sholat
dan mengetahui bahwa sholat yang dikerjakan adalah sholat wajib,
mengetahui syarat dan rukunya, mengetahui tata cara gerakan sholat yang
benar.
Menurut Aziz (2010) & Muhammad (2010) saat keadaan cuaca sedang
buruk shalat boleh ditunda, sepanjang peperangan seseorang dapat
menjalankan ibadah shalat secara singkat, jika seseorang dalam keadaan
bahaya shalat dapat dikerjakan dengan satu rakaat. Sholat orang bepergian
dapat dipendekkan tapi hanya berlaku pada shalat 4 rakaat. Apabila dalam
perjalanan jauh maka melaksanakan shalat diperbolehkan untuk men-ja’ma
(menggabungkan) yaitu antara shalat Zhuhur dan Ashar, Magrib dan Isya
terkecuali shalat Subuh tetap dilakukan seperti biasa tidak boleh di ja’ma.
3 Tata cara sholat orang yang sedang sakit
Menurut El-Sutha (2012) dan Mahmud (2007) tata cara shalat orang yang
sedang sakit yaitu:
a. Jika orang yang sakit tersebut sakitnya masih bisa di toleransi, dalam arti
tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwanya jika dia
mengerjakan sholat dengan berdiri maka dia wajib shalat dengan berdiri.
b. Jika orang yang sakit masih mampu berdiri jika bersandar pada sesuatu
atau orang lain, maka dia wajib melakukan sholat dengan berdiri.
c. Jika orang yang sakit tersebut tidak kuasa lagi berdiri, sekalipun dengan
bersandar pada sesuatu atau orang lain, maka ia boleh menegrjakan
sholat dengan duduk. Maka ketika dia mellakukan ruku’ dan sujud dia
harus membungkukkan badanya dimana dalam melakukan sujud
membungkuknya harus lebih rendah daripada ketika melakukan ruku’.
d. Jika orang yang sakit tersebut tidak mampu untuk melaksanakan sholat
dengan duduk maka dia boleh mengerjakan sholat dengan berbaring
miring pada lambungnya dengan menghadapkan dada dan muka ke arah
kiblat.
e. Jika orang yang sakit tersebut tidak mampu berbaring miring untuk
mengerjakan sholat maka dia mengerjakan sholat dengan berbaring
telentang dengan membentangkan kedua kakinya ke kiblat.
f. Jika orang sakit tersebut hanya bisa berbaring telentang dan tidak
mampu lagi melakukan gerakan-gerakan sholat maka dia boleh
mengerjakan sholat dengan memberikan isyarat.
Hadits dari HR.Bukhori dari Imran bin Hushain berkata “Aku
menderita wasir, maka aku bertanya kepada Rasulullah SAW. Beliau
bersabda, “Shalatlah sambil berdiri, kalau tidak bisa, maka shalatlah
sambil duduk. Kalau tidak bisa, shalatlah di atas lambungmu
(HR.Bukhari). Menurut Mahmud (2007) shalat dalam islam sangat penting
sehingga seseorang dalam keadaan apapun dan bagaimanapun harus
melaksanakanya dan tidak diperbolehkan meninggalkanya dalam keadaan
apapun.
4 Fungsi Shalat
Fungsi shalat menurut Jamaludin (2013) dan El-Sutha (2012) ada
beberapa manfaatnya untuk kehidupan seseorang yaitu:
a. Shalat sebagai sarana mengingat Allah SWT, seseorang yang selalu
melaksanakan shalatnya untuk mengingatkan Allah SWT maka akan
mendapatkan ketentraman hati dan ketenangan jiwa. Mengerjakan shalat
harus khusyu’ ini merupakan suatu hal yang penting dalam shalat.
b. Shalat yang dilakukan secara rutin akan mendidik dan melatih seseorang
menjadi tenang dalam menghadapi kesusahan dan tidak bersikap kikir
saat mendapat nikmat dari Allah SWT, Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, sedang apabila ia
mendapatkan kebaikan ia amat kikir kecuali orang-orang yang
mengerjakan shalat, yaitu mereka yang tetap mengerjakan sholat’.
(QS.Al-Ma’rij/70:19-23).
c. Menghindari perbuatan keji dan mungkar, Shalat dilakukan sesuai
dengan fungsi utamanya yakni dilakukan sesuai dengan fungsi utamanya
yakni dzikrullah harus memiliki kualitas dan pengaruh yang sangat kuat
dalam mencegah seseorang terhadap perbuatan keji dan mungkar.
d. Shalat dan sabar sebagai penolong bagi orang yang beriman, Orang
mampu memfungsikan dan menjaga intensitas shalatnya akan
mengingatkan Allah SWT dalam setiap keadaan yang selanjutnya akan
mendorongnya untuk senantiasa menghiasi dirinya dengan akhlak mulia
dan menjauhi segala bentuk kekejian dan kemaksiatan.
Shalat bermanfaat sebagai obat penawar untuk penyakit – penyakit kalbu
dan kerusakan jiwa, shalat sebagai cahaya yang melenyapkan kegelapan
dosa–dosa dan perbuatan–perbuatan yang mengakibatkan berdosa. Shalat
yang dilaksanakan dengan khusuk dan patuh akan menerangi hati, membuat
jiwa tentram. Shalat dapat menghindarkan dari perbuatan dusta, maupun
kesombongan dan kejahatan (Mahmud, 2007). Shalat bermanfaat untuk
menurunkan resiko penyakit jantung, menurunkan kecemasan dan membuat
perasaan menjadi nyaman.
Shalat juga dapat menjadikan seseorang disiplin dengan kehidupan
sehari–sehari, mempunyai menejemen waktu yang bagus dan shalat dapat
digunakan sebagai terapi menurunkan hipertensi dengan cara melakukan
gerakan shalat secara rutin. Gerakan shalat memiliki manfaat masing–
masing, saat sujud dapat meningkatkan jumlah aliran oksigen ke sel–sel otak
yang bermanfaat untuk meningkatkan konsentrasi, penglihatan, dan
pendengaran (Doufesh dkk, 2013). Hasil penelitian dari Cahyani, dkk (2014)
mengatakan bahwa shalat dapat menurunkan tekanan darah tinggi seseorang
sehingga mencegah terjadinya stroke.
5 Definisi Thaharoh
Thaharoh dapat diartikan dengan suci dan bersih, baik itu suci dari
kotoran lahir maupun batin berupa sifat perbuatan tercela. Thaharah juga
membersihkan hadast dengan air atau debu sesuai dengan syarat untuk
menghilangkan najis (Ismail, 2011). Sedangkan menurut (Jamaluidin, 2013),
thaharah berarti mensucikan diri dari nejis dan hadast yang dapat
menghalangi shalat dan ibadah lainya yaitu dengan berwudhu, mandi dan
tayyamum.
6 Jenis-jenis thaharoh
Thaharoh dibagi menjadi 2 macam yang pertama adalah thaharoh hadast
merupakan menghilangkan atau mensucikan diri dari najis hukmiyah yang
tidak dapat dirasa atau dilihat, seperti syirik, dengki, iri dan dendam. Kedua
ada thaharoh khabats merupakan mensucikan jasmani dengan berwudhu
ataupun tayammum dari najis yang bisa dilihat dan dirasakan yang mengenai
pakaian, tempat, tubuh dengan cara mencuci, memercik atau istinja. Hal
yang paling utama dan pertama alat yang sering digunakan untuk thaharoh
yang paling baik adalah menggunakan air, jika air tidak ada bisa
memungkinkan dapat menggunakan debu dan jika tidak memungkinkan
dapat menggunakan benda keras yang disamakan hukumnya dengan batu.
Agama islam tidak memberatkan umatnya dengan memberikan alternatif
seperti halnya dalam bersuci (Ismail, 2012).
Seseorang yang sedang sakit wajib untuk membersihkan badanya dari
najis, pakain yang terkena najis, dan tempat yang suci. Thaharah bagi orang
yang sedang sakit wajib menggunakan air untuk berwudhu. Jika tidak ada air
bisa menggunakan debu dengan cara bertayamum. Tata cara tayammum
yang pertama membaca basmalah kemudian meletakan kedua tangan pada
debu, orang yang sakit dapat meletakkan telapak tanganya ke dinding,
meniup debu pada kedua telapak tangan, mengusapkan kewajah dan terakhir
punggung tealapak tangan kanan dengan telapak kiri dan sebaliknya juga
(Azis, 2010).
Agama islam mengajarkan umatnya jika seseorang sedang sakit tidak
mampu bersuci boleh diwudhu’kan atau di tayamummkan oleh orang lain.
Jika terdapat anggota badan yang harus disucikan terluka tetap dibasuh
dengan air jika tidak membahayakan. Apabila itu membahayakan maka
hanya diusap sekali dengan cara dibasahi air kemudian diusapakan diatasnya
(Ismi, 2015). Pasien yang terpasang balutan di anggota tubuhnya cara
thaharoh hanya mengusapakan balutan dengan waslap yang sudah diperas
dengan air sebagai ganti wudhu. Orang yang sedang sakit diharuskan untuk
membersihkan dirinya dari najis, tetapi jika tidak memungkinkan maka
shalatnya apa adanya dan shalatnya di anggap tetap sah (Iqbal, 2010).
Menurut Mahmud (2007) wudhu, tayammum dan mandi besar
merupakan cara membersihkan dan mensucikan diri dari najis atau kotoran
yang melekat pada tubuh. Hal yang mewajibkan seseorang untuk mandi
besar adalah ketika keluar air mani, mimpi basah, berhubungan suami istri,
menstruasi, nifas dan seseorang masuk agama islam. Agama islam sudah
menjelaskan bahwa kebersihan merupakan sebagian dari iman. Dalam aspek
ilmu kedokteran masalah kebersihan merupakan salah satu aspek yang
penting yang disebut dengan al-Thaharat. Al-Thaharat merupakan salah
satu bentuk upaya preventif, berguna untuk menghindari penyebaran
berbagai jenis kuman dan bakteri (Kasule, 2008).
E Kerangka Konsep
Pengetahuan Spiritual
Perilaku pemenuhan kebutuhan
spiritual: shalat dan thoharoh
Keterangan: Diteliti
Tidak diteliti
Skema 1. Kerangka Konsep
F Hipotesis
Terdapat hubungan antara pengetahuan spiritual terhadap perilaku
pemenuhan kebutuhan spiritual:shalat dan thoharoh pasien stroke di RS PKU
Muhammadiyah Gamping.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan spiritual pada pasien stroke
yaitu:
 Usia
 Pendidikan
 Pekerjaan
 Lingkungan
 Sosial budaya
 Sumber informasi
 Pengalaman
Notoadmojo (2010) & Budiman
(2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar